webnovel

Forgotten Hero

Benci, kesal, marah, dan dendam, itulah yang tengah aku rasakan saat ini. "K-kau.. kau itu mesum, tidak tahu diri, dan tidak sadar terhadap apa yang aku berikan kepadamu. Tetapi kini.. kini kau.. kau mengkhianati ku!" Wajahku hanya menunduk ke bawah. Saking takutnya terhadap sang Raja, aku jadi tidak berani melihatnya. Tetapi... tetapi... "Penjaga. Cepat, usir orang ini! Jika tidak, maka tempat ini akan jadi berbahaya oleh orang seperti dirinya." Tegas sang Raja. Penjaga mulai mendatangi ku. Menaruh beberapa senjata mereka dileher lalu menatapku layaknya buronan mereka. Sementara aku, aku hanya memasang wajah kesal, sedih, dan benci harus berakhir seperti ini. "Berdiri!" *Buk "Aduh!" Keluh ku akan tendangan dari salah satu penjaga mereka. Dengan cepat aku berdiri dengan wajah yang masih menunduk. "Cepat, keluarkan orang itu! Jika dia masih disini, maka aku akan jijik melihatnya." Menggigit kedua gigiku sehingga saling beradu. Di satu sisi aku merasa terpuruk akan semua ini, dan di satu sisi lagi aku merasa bahwa ini semua adalah hal yang menyebalkan. "Cepat, ikuti kami!" Mendorong tubuhku ke depan. Aku hanya bisa parah, menyerah, dan tidak tahu harus melakukan apa. Sementara hatiku, hatiku merasakan seluruh perasaan negatif. Marah, benci, kesal, dendam, bahkan semua emosi negatif menyelimuti perasaan ini. Melewati gerbang istana, lalu kami pun melewati kota-kota kecil ini. "Hei, lihat itu!" "Wah! Ada apa ya kira-kira?" "Mana ku tahu? Tetapi yang jelas, aku rasa ia berbuat salah kepada sang Raja." Cih, kenapa? Kenapa mereka menatapku seperti orang-orang di kastil? Aku.. Alasan aku seperti ini adalah karena pria tua itu. Oleh sebab itu, aku.. aku akan membalas perbuatannya itu nanti. Pikirku dengan rasa benci dan muak yang sudah tidak tertahankan dari lubuk hati terdalam. Genre:Hero, Drama, Shounen, Action, War, Pet, Demon, Kingdom, Psychology.

akiyamashinjo · Fantasy
Not enough ratings
7 Chs

Ch. 4:Sirkuit Sihir

*Tek, Tek, Tek

Pria tua berambut putih panjang dan janggut putih panjang itu tengah menulis sesuatu di papan. Wajah serius dan yakin terlihat jelas dari wajahnya. Sementara aku, aku hanya kurang yakin dengan usulan ini.

Sesaat ketika kami sampai di istana.

Airen berniat pergi ke lorong berbeda, namun langkahnya terhenti tiba-tiba ketika aku ingin pergi.

"Oh, aku hampir lupa sesuatu."

Seketika langkah kakiku menjadi terhenti. Aku putar tubuhku ke arah Airen dan menatapnya dalam diam.

"Ayahku menyampaikan sesuatu padaku. Besok, lebih​ tepatnya hari kelima, ayahku ingin kau datang ke penelitian sihir. Di sana aku yakin kau pasti dapat menemukan sesuatu."

Selesai Airen mengatakan itu, ia pun pergi tanpa menoleh atau melambaikan tangannya padaku.

Memejamkan mata sebentar saat aku mengingat kembali hal itu. Kemudian membuka mataku kembali, dan mendapati pria tua berambut putih panjang, dan janggut putih yang panjang, tengah menatapku dengan tajam. Tak hanya menatapku, tetapi ia juga berada tepat di depanku.

"Ada apa, Tuan Pahlawan?"

Pria tua itu berdiri kembali. Pandangan mata pria tua itu mengarah ke arahku. Wajah heran dan bingung tidak lepas dari wajahnya.

Aku yang ditatap olehnya perlahan-lahan berubah menjadi sikap biasa.

"Ti-tidak ada apa-apa kok, Pak."

"Begitu kah?"

Didekatkan olehnya kepala pria tua itu sehingga hanya ada jarak 1 inchi diantara kami berdua. Aku yang menyadari itu terkejut bukan main terhadap apa yang pria tua itu lakukan.

"Baiklah. Kalau begitu kita bisa mulai lanjutan pelajarannya."

Pria tua itu membalikkan tubuhnya, dan berjalan menuju ke papan tulis. Aku yang melihat itu bernapas lega dan bersyukur tidak terjadi apa-apa tadi. Karena jika terjadi, maka aku akan dianggap sebagai penyuka sesama jenis oleh yang lain.

"Ehem!"

"Mungkin ini adalah pengetahuan umum bagi kami, tetapi tidak untukmu, orang yang baru saja kami panggil ke dunia ini."

*Trek!

Ditunjuk oleh pria tua itu tulisan tentang sirkuit sihir. Pria tua itu menunjuknya dengan bambu tebal dan panjang, kira-kira panjang sekitar 3 inchi.

"Pertama-tama, izinkan aku untuk memperkenalkan namaku terlebih dahulu."

Perkenalan ya. Yah, wajah saja sih jika kita belum saling kenal.

Di kelas ini hanya ada aku dan pria tua itu. Jadi tidak ada siapa-siapa selain kami berdua. Selain itu, alasan aku mengikuti kelas ini adalah aku ingin tahu tentang teori yang dimaksud sihir itu. Karena bagiku, konsep sihir itu banyak, tergantung bagaimana aku melihat sihir tersebut.

Tetapi, jika aku perhatikan, konsep sihir ini terlalu rumit dibanding yang aku pikir. Aku pikir konsep sihir hanya mengandalkan teknik merapal, cara penggunaannya, dan cara melakukan transfer mana.

"Namaku adalah Wein Zinberg. Salah satu penyihir kelas atas yang mampu mengusir pasukan depan iblis."

Pria tua itu menunduk sesaat, lalu berdiri kembali dengan senyum yang sama seperti sebelumnya.

Penyihir kelas atas? Mustahil! Orang seperti dirinya itu..

Mataku masih tidak percaya terhadap apa yang aku lihat saat ini. Awalnya aku pikir pria tua ini adalah guru sihir, namun dugaan ku salah sehingga membuatku berpikir bahwa dia adalah dibawahnya.

"Baiklah. Jika tidak ada yang ditanyakan, aku akan memulai penjelasan-"

Dengan cepat aku mengangkat tangan kananku sedikit ke atas.

"Se-sebentar, pak Wein!"

Pak Wein terkejut dengan angkatan tangan dariku. Perlahan ia benarkan kacamata di hidungnya yang sedikit menurun.

"A-aku ingin tanya pada anda. Apakah anda itu adalah salah satu prajurit istana ini?"

"Prajurit? Jangan bercanda, Nak. Aku ini hanyalah pria tua. Memang, dulunya aku adalah penyihir. Tetapi aku bukanlah prajurit istana, melainkan penyihir istana."

Penyihir? Jadi selain prajurit, ada juga penyihir istana ya.

Aku mulai paham dengan konsep dan struktur istana ini.

Pertama, aku tahu akan adanya raja dan penasihat raja. Kedua, aku tahu kalau raja memiliki keluarga, contohnya ialah Airen, anak dari keluarga rajanya. Meski ibunya mati, tetapi ayahnya tetap memiliki tekad untuk melindungi Airen sebagai ayahnya, bukan sebagai raja.

Dan yang ketiga, pion-pion di istana ini memiliki kekuatan dan kemampuan yang hebat. Meski aku belum pernah melihatnya, tetapi aku rasa mereka adalah orang-orang yang hebat. Lalu, yang terakhir ialah mereka memiliki prajurit terlatih, dan penyihir kelas atas yang mampu mengusir pasukan barisan depan ras iblis.

Dengan kata lain, selain prajurit dan penyihir, ternyata masih ada lagi peran hebat yang tidak aku ketahui.

*****

Senja sudah tiba. Usai aku belajar bersama pak Wein, aku langsung bergegas kembali ke kamar. Berhubung ini sudah senja, aku rasa aku harus istirahat untuk sejenak di kasur.

Berjalan di sekitar lorong istana. Merenungkan, dan berpikir tentang perkataan darinya. Dimana ia mengatakan bahwa sirkuit sihir berasal dari jiwa manusia. Semakin kuat hasrat dan perasaan manusia terhadap sesuatu untuk dilindungi maka semakin kuat juga sirkuit sihir didalam tubuhnya.

Tak hanya itu, pak Wein juga menjelaskan bahwa seseorang dapat mempelajari sihir dengan cara yang biasa. Menghafal perapalan mantra, membayangkan apa yang akan ia gunakan, dan melepaskannya menjadi kenyataan.

Yah, kalau dipikir-pikir itu terlihat sulit. Dengan kemampuan yang minim, tidak memiliki kelebihan bahkan mengayuh pedang saja tidak bisa. Tetapi meski begitu, aku akan berusaha menjadi lebih baik. Karena jika tidak, Raja itu akan mengusirku dari tempat ini.

Membuka pintu kamar lalu masuk ke dalam. Sesaat aku terdiam di pintu. Namun dengan cepat aku buyarkan lamunan tersebut, dan pergi menuju ke kasur untuk merebahkan tubuh sejenak.

Ditatap olehku langit-langit atap berwarna putih. Angin berhembus dari jendela yang terbuka sejak tadi pagi. Menghembuskan hingga ke tubuhku dan membuatku secara perlahan-lahan tertidur.

"I-ini.. dimana?"

Pandanganku terasa gelap. Mencoba sebisa mungkin untuk melihatnya lebih jelasnya lagi, namun gagal dan sulit untuk memperjelas penglihatan. Bukan karena aku buta atau apa, tetapi tempat ini benar-benar gelap sehingga cahaya tidak ada sekitar tempat ini.

Berjalan perlahan-lahan sambil mencoba meraba dengan kedua tanganku. Tanganku tidak dapat menyentuh sesuatu sehingga keduanya berada di udara tanpa ada pegangan atau tempat untuk disentuh.

"Aaaaaakkkkkhhhh!"

Suara seseorang? Dimana itu?

Tanpa berpikir lama-lama, aku langsung pergi ke suara itu. Langkah kaki yang tadinya berjalan kini berlari ke arahnya. Sayangnya, aku terhenti ketika sampai di suara tersebut.

"I-ini..."

Tatapanku takut dan cemas, sedangkan perasaanku menjadi kacau antara sedih, takut, panik, cemas, dan bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.

"Tidaaaak!"

*Break

Sebuah teriakan terdengar kembali dari arah belakang.

Perlahan-lahan aku menoleh ke arah belakang. Dari sana aku melihat hal mengerikan untuk kedua kalinya. Ya, mayat manusia dengan beberapa bagian tubuh yang robek. Tak hanya robek anggota tubuhnya, mereka juga sempat mengeluarkan darah yang tiada hentinya sehingga tempat ini menjadi penuh dengan lautan darah.

"Ke-kenapa ini terjadi? A-ada apa ini?"

*Selamatkan aku! Ku mohon, selamatkan aku!"

*Break

*Gabruk

Sesuatu terjatuh di depanku. Sesaat aku melihat orang itu mengulurkan tangan kanannya kepadaku. Ketika aku balas uluran tangannya, orang itu tersenyum dan terlihat senang atas uluran tangannya dariku.

*Break

Sayangnya uluran itu bertahan lama. Karena dalam sekejap, tangan kanan orang itu lepas dari tubuhnya sehingga darah yang keluar begitu banyak bahkan darahnya sempat mengenai tubuhku.

Aku terdiam mematung. Bagiku, ini adalah hal yang tidak wajar. Pertama, aku berada di ruangan hitam yang tidak aku kenal. Kedua, aku melihat sesuatu yang mengerikan, bisa dibilang mereka sekumpulan mayat. Dan yang ketiga, siapa yang melakukan ini.

"Akhirnya selesai juga ya."

"Hiii!"

Seketika aku mengeluarkan suara aneh saat mendengar suara perempuan dari arah belakang.

Perlahan-lahan aku kembali menoleh ke belakang. Ketika aku mencoba menoleh ke belakang, hatiku serasa takut, cemas, dan khawatir. Tetapi seluruh rasa penasaran membuat tubuhku bergerak secara spontan ke belakang.

"Ke-te-mu!"

Perempuan dengan darah di wajahnya menatapku dengan tatapan tajam dan menyala. Selain menatapku seperti itu, ia juga memasang senyum aneh di bibirnya sehingga terlihat mengerikan dan menakutkan.

"Nah, waktunya kita mulai, pesta dansa yang selama ini kita idamkan."

Tangan kirinya menjulur ke depan. Perlahan-lahan tangan kirinya menutupi pandangan ku sehingga membuatku takut terhadap apa yang akan ia lakukan.

"Tiiiidaaaak!"

Tubuhku terbangun. Napasku serasa sesak, dan tubuhku penuh dengan keringat.

Melihat ke sekeliling ruangan ini, lalu kembali menatap tubuhku.

Syukurlah, syukurlah kalau itu mimpi. Karena jika itu kenyataan, aku.. aku mungkin tidak akan tahu apa yang terjadi selanjutnya.

*Tok, Tok

Sebuah ketukan pintu terdengar. Lamunanku menjadi buyar terhadap bunyi ketukan tadi. Menatap ke arah pintu dalam beberapa lama, setelah itu aku bangun dari duduk menuju ke pintu.

*Kriet

Terlihatlah perempuan dengan pakaian yang cantik dan menawan. Gaun berwarna putih, mengenakan bando berwarna putih, serta sarung tangan dan kakinya berwarna putih. Sesaat perempuan itu terlihat anggun dan menawan, apalagi dengan pakaiannya tersebut, benar-benar perempuan idaman.

"Kenapa kau melihatku seperti itu, Hiragaki?"

"A-ah! Tidak, tidak ada apa-apa. Hanya saja.. pa-pakaianmu itu.."

Mengelus kening di kiri dengan telunjuk dan mengalihkan pandangan mataku darinya.

"Bagaimana? Cantik bukan?"

Perempuan itu terlihat senang dan bahagia. Saking senang dan bahagia, ia memutar tubuhnya layaknya orang yang menari sehingga membuat gaun itu menjadi terkena angin dan mengembang.

"Y-ya. Kau terlihat cocok sekali mengenakan itu."

Pipiku merona merah, jantungku juga berdegup sangat kencang. Situasi ini, aku rasa aku pernah merasakan situasi yang sama seperti ini sebelumnya.

"Terimakasih atas pujian mu, Hiragaki."

Perempuan itu menunduk beberapa derajat ke bawah. Saat ia menunduk, kedua tangannya memegang roknya yang panjang, lalu diangkat sedikit ke atas layaknya putri bangsawan atau keluarga elite yang pernah aku baca dalam seri manga atau novel.

"Oh, aku hampir lupa mengatakan ini padamu. Sebentar lagi kita akan makan malam. Jadi, maukah kau menemaniku untuk beberapa menit sebelum makan malam tiba?"

Mengangguk dalam diam padanya. Dia terlihat malu dan gugup. Entah apa yang ingin ia katakan aku tidak tahu. Yang jelas, untuk saat ini aku lebih baik mengetahuinya dengan ikut bersamanya.

»»»»»●«««««

Suasana terasa sunyi di lorong, hanya ada cahaya dari obor yang menerangi tempat ini.

Airen berjalan di depanku. Langkahnya terlihat pelan, halus, dan hati-hati. Sedangkan aku, aku berada di belakangnya. Menatap punggung putih dan tubuh rampingnya, serta melihat rambutnya yang terikat.

"Hei, Hiragaki. Bolehkah aku menanyakan sesuatu padamu?"

"U-un."

Sesaat ia memutar tubuhnya ke belakang, dan tersenyum kecil padaku. Kemudian memutar kembali tubuhnya ke depan, lalu melanjutkan jalannya.

"Apakah kau masih belum mendapatkan kemampuanmu?"

Mendapati pertanyaan itu, aku terkejut bukan main.

"Y-yah, sebenarnya aku masih belum mendapatkannya."

Menggaruk rambut belakangku menjadi berantakan. Tatapan mataku juga mengarah ke arah jendela.

"Te-tetapi, aku akan berusaha untuk menjadi yang lebih ba-"

"Maafkan aku ya, Hiragaki."

Dengan cepat, Airen menyela perkataan ku. Dari nadanya yang pelan, lembut, dan halus itu, aku yakin ia terlihat cemas dan khawatir terhadap keadaanku.

"Maafkan aku telah menyeret mu ke dunia ini."

Sesaat telingaku menangkap sesuatu. Terlihat pelan dan samar-samar, entah apa yang ia katakan, aku tidak tahu. Tetapi aku rasa, ia seperti mengatakan minta maaf dan sesuatu kepadaku.

"Ba-barusan kau bilang apa?"

Mencoba menanyakan itu dengan wajah heran dan bingung padanya. Airen terdiam secara tiba-tiba, membuat suasana di sekitar sini menjadi tegang dan hening.

"Hei, Airen. Ja-jangan bilang kalau kau.."

Tanpa lama lagi, aku memegang bahu kanannya lalu memutar tubuhnya. Sesaat wajahku terkejut dengan apa yang ia perlihatkan padaku bahkan tanganku yang tadinya di pundak, kini turun tiba-tiba.

Yang aku lihat tidak lain adalah ekspresi menangis di wajahnya. Tak hanya tangisan, ia juga terlihat cemas dan khawatir terhadap keadaanku.

"Maaf, maaf jika aku melakukan sesuatu padamu."

"Tidak, kau tidak salah, Hiragaki. Yang salah adalah aku. Akulah yang telah menyeret mu ke dunia ini. Terlebih jika kau tidak mempunyai kemampuan selama seminggu, mereka akan mengusir mu."

Wajahku menunduk. Rasa bersalah menyelimuti hatiku. Sedangkan pikiranku mengarah ke perkataan Airen, dimana aku akan dikeluarkan dari kerajaan, dihilangkan jabatan dari pahlawan, serta aku akan dipandang rendah oleh mereka semua.

Membayangkan itu saja sudah membuatku merinding apalagi jika itu terjadi, maka tamatlah sudah.

"Te-tenang saja, Airen. A-aku.. aku janji aku akan melakukan yang terbaik."

Menepuk kedua bahu Airen secara bersamaan. Terlihat wajahnya yang terkejut dengan apa yang aku katakan. Meski ia terkejut, namun secara perlahan ia mengubah wajahnya itu menjadi wajah tenang, bahagia, dan penuh senyum, sama seperti pertama kali kita bertemu.

*****

Aula Makan Kerajaan.

Suasana begitu ramai di tempat ini. Piring-piring putih, cangkir dengan dekorasi bunga di luarnya, meja-meja yang panjang, kursi-kursi yang banyak, dan juga lilin yang terpasang di setiap sudut meja ini, membuat nuansa makan ini layaknya orang-orang elegan, atau mungkin bisa saja ini sekelas dengan makanan para bangsawan kerajaan.

Meski aku sudah lama disini, tapi aku masih belum terbiasa dengan ruangan mewah seperti ini. Ditambah, aku selalu diperlakukan layaknya Raja di tempat ini. Tak hanya itu, mereka juga sangat akrab padaku dan mau berbagi cerita dengan ku.

"Hei, Hiragaki. Apakah kau mau minum ini?"

Airen yang berada di sebelah kiri ku mengambil sebuah teko berwarna perak. Dan juga, saat ia mengatakan itu, wajahnya tiba-tiba tersenyum kepadaku. Entah apa yang membuatnya bahagia, yang jelas, aku rasa dia sudah agak baikan sejak tadi.

"Ba-baiklah."

Menuangkan teh di cangkir milikku. Wangi dari teh tersebut menerpa hingga ke hidungku. Rasanya harum, nikmat, dan terasa tenang.

"Jadi, bagaimana latihan mu, Tuan Pahlawan?"

Ketika Raja itu menanyakan keadaan latihan ku, aku tersedak oleh minuman yang dituangkan oleh Airen tadi. Seketika mereka panik, namun aku dengan cepat menggerakkan tangan kananku kepada mereka agar mereka tidak panik.

"Y-yah, soal itu.. mu-mungkin aku sudah ada perubahan dibandingkan waktu itu."

Mengatakan itu pada Raja setelah tersedak. Raja terlihat senang atas jawaban dariku, lalu ia mengalihkan pandangannya dariku, dan meminum teh di cangkir miliknya.

Jujur, aku tidak ingin berbohong padanya. Tetapi, jika aku berkata jujur, itu berarti sama saja menyerahkan diri untuk keluar dari kerajaan ini.

Memikirkan itu sembari menatap cangkir berisikan teh. Setelah beberapa lama aku menatap teh, aku langsung meminumnya kembali.

Tenggorokan terasa hangat. Rasanya juga nikmat dan enak, teh disini hampir sama dengan teh di dunia ku dulu. Namun, duniaku tidak ada yang namanya perang, hanya ada kesibukan di dunianya masing-masing.

Bersambung...