webnovel

Camellia

Empat hari mereka berjalan, mereka akhirnya sampai di perbatasan Dragnite dan Ceres.

"Tunggu sebentar, Alvaros." Kata Rashuna.

"Ada apa?" Tanya Alvaros.

"Hentikan dulu kudanya." Kata Rashuna.

Alvaros menghentikan kuda yang mereka tunggangi, mereka saat itu berada di hutan dekat gerbang perbatasan.

"Oculis video." Rapal Rashuna.

"Penjaganya prajurit Ceres. tiga... empat... Ada enam orang yang berjaga di sekitar gerbang." Kata Rashuna.

"Bagus, tinggal kita hajar saja mereka." Kata Alvaros.

"Enak saja, mereka itu orang-orang negeriku. Aku punya rencana, sekarang turun dulu." Kata Rashuna.

Mereka turun dari kuda, Rashuna mengeluarkan seutas tali dari dalam tas yang mereka bawa.

"Sini tanganmu." Kata Rashuna.

"Apaan?" Tanya Alvaros yang tidak mengerti.

"Udah, sini tanganmu, dua-duanya!" Kata Rashuna.

Alvaros menurut, ia mengulurkan kedua tangannya. Rashuna lalu mengikat kedua tangan Alvaros.

"Hei, apa-apaan...?" Kata Alvaros.

"Sssstt! Udah, nurut aja! Terus, jangan terlalu keras bicaranya." Kata Rashuna.

Alvaros menurut pada Rashuna meski ia tidak mengerti apa yang Rashuna lakukan.

Rashuna lalu mengikatkan tali yang menyambung dengan tangan Alvaros pada kuda.

"Hei, apa yang..." Rashuna menyela Alvaros sebelum ia menyelesaikan kata-katanya.

"Sekarang, usahakan kau bisa mengikuti langkah kuda ya." Kata Rashuna sambil mengedipkan matanya.

Alvaros akhirnya mengerti apa yang hendak Rashuna lakukan.

Rashuna naik ke atas kuda lalu menjalankannya dengan tidak terlalu cepat supaya Alvaros bisa mengikutinya.

Sesampainya mereka di gerbang...

"Berhenti!" Kata penjaga gerbang.

Rashuna menghentikan kuda, beberapa penjaga langsung mendekati mereka.

"Tuan-tuan sekalian, saya salah satu penyihir yang ikut dalam penyerangan Arcto. Saya diperintahkan untuk kembali ke Strondum untuk melaporkan sesuatu, tolong biarkan saya lewat." Kata Rashuna.

"Maaf, tapi siapa orang ini?" Tanya salah satu penjaga ketika melihat Alvaros.

"Dia ini mata-mata Dragnite yang menyamar. Aku hendak membawanya ke Ceres untuk diinterogasi lebih lanjut." Jawab Rashuna.

"Heh, dasar manusia barbar... Rasakan kau sekarang, aku yakin kau akan mendapatkan pengalaman yang mengerikan." Kata penjaga itu sambil meludah ke arah Alvaros.

"Apakah anda yang terakhir, nona?" Tanya penjaga yang lain.

"Maksudmu?" Balas Rashuna.

"Beberapa pasukan dari Arcto sudah kembali beberapa hari yang lalu setelah menjatuhkannya, apakah ada yang lain yang akan kembali?" Kata penjaga itu.

Mendengar perkataan penjaga itu, Alvaros sedikit terkejut dan mulai merasa bersalah kembali.

"Hmm... Masih ada beberapa orang yang di sana. Mungkin mereka juga akan kembali tidak lama lagi." Jawab Rashuna

"Baiklah kalau begitu, silakan lewat nona. Semoga anda sampai dengan selamat." Kata penjaga itu.

"Terima kasih, semoga kalian juga selalu sehat ketika berjaga." Kata Rashuna sambil tersenyum.

Mereka berhasil melewati perbatasan.

Setelah melangkah cukup jauh dari gerbang, Rashuna turun dari kuda.

"Hehehe... Bagaimana aktingku tadi?" Kata Rashuna sambil melepaskan ikatan Alvaros.

"Jadi... Arcto sungguh-sungguh sudah jatuh..." Kata Alvaros.

Mendengar itu Rashuna terdiam, ia mengerti Alvaros sangat merasa bersalah karena gagal menyampaikan informasi mengenai pasukan dari negerinya.

"Sudah, tidak apa-apa. Maka dari itu, kita harus secepat mungkin menuntaskan penyelidikan ini supaya tidak ada lagi korban yang jatuh baik dari negerimu maupun negeriku." Hibur Rashuna.

"Kau benar, ayo kita selesaikan ini sesegera mungkin." Kata Alvaros.

Mereka mengecek peta untuk menentukan rute perjalanan.

"Pheredill ada di timur laut, di sekitar pantai laut Agren." Kata Rashuna.

Ketika dihitung-hitung, itu akan memakan waktu sekitar sepuluh hari jika mereka menggunakan kuda.

"Lama juga, sepuluh hari...." Kata Alvaros.

"Memang, karena ibukota itu letaknya jauh di utara." Kata Rashuna.

"Ya sudahlah, kuharap setelah kita bertemu gurumu itu kita tidak disuruh ke selatan Dragnite." Kata Alvaros.

"Kuharap juga begitu." Kata Rashuna.

Mereka lalu naik ke atas kuda lagi, Alvaros memacu kuda menuju Baer, kota persinggahan mereka yang pertama.

...

Hari mulai gelap, Rashuna dan Alvaros belum mencapai Baer.

"Sudah mau malam, ayo kita cari tempat untuk istirahat dulu. Kalau bisa di dekat sungai, air kita mulai menipis." Kata Alvaros.

"Sebentar ya." Rashuna mencari perairan di dekat situ menggunakan sihirnya.

"Di depan kita ada sungai kecil. Tinggal maju beberapa ratus langkah kita bakal sampai." Kata Rashuna.

"Praktis sekali ya sihirmu itu." Kata Alvaros.

"Hoo, jelas dong." Kata Rashuna bangga.

Mereka sampai di sungai yang dimaksud, airnya sangat jernih.

Mereka berdua lalu memutuskan untuk bermalam di dekat sungai itu.

Alvaros mengumpulkan beberapa ranting dan batang kayu kering untuk mereka bakar menjadi api unggun.

"Ignis" Rapal Rashuna, menghasilkan api untuk membakar kayu yang telah ditata oleh Alvaros.

Alvaros memeriksa bekal mereka, rupanya roti yang mereka beli dari sebuah desa di Dragnite telah menjamur.

"Kita tidak bisa makan ini." Kata Rashuna.

"Aku sih tak masalah memakannya." Kata Alvaros.

Rashuna menurunkan alisnya, mengambil roti-roti berjamur itu lalu membakarnya di api unggun.

"Ahhh... Sayang sekali..." Kata Alvaros.

"Akan susah bagiku kalau kau sakit, aku nggak mau kita harus sering-sering berhenti karena kau mau buang air." Kata Rashuna.

"Huh... Baik, ibunda!" Kata Alvaros kesal sambil pergi ke arah sungai.

"Hei! Apa maksudmu memanggilku begitu!?" Seru Rashuna.

Terlihat Alvaros terjun ke sungai itu, mencari ikan.

Sungai itu ternyata tidak ada ikannya. Kalaupun ada, hanya ikan-ikan kecil yang bahkan tidak layak disebut makanan.

Alvaros melihat seekor ikan yang lebih besar daripada ikan-ikan lainnya, meski sebenarnya itu tergolong ikan yang berukuran kecil. Alvaros berusaha menangkapnya dan ia berhasil.

"Nih." Kata Alvaros menyerahkan ikan itu pada Rashuna.

"Lah, apaan nih?" Keluh Rashuna.

"Adanya. Udah, makan aja." Kata Alvaros.

Mereka lalu membakar ikan itu di api unggun.

Setelah matang, mereka membagi ikan berukuran tidak lebih dari jari telunjuk itu menjadi dua.

Mereka makan ikan itu dan tentu saja sama sekali belum kenyang.

Terdengar perut mereka yang keroncongan.

"Memangnya tidak ada ikan lagi di situ?" Tanya Rashuna.

"Nggak, ini aja yang paling besar." Jawab Alvaros.

"Duh..." Rashuna masih sangat lapar karena seharian itu ia belum makan.

Mereka memang sengaja makan sehari sekali untuk menghemat persediaan.

Namun karena terlalu berhemat, bekal roti mereka malah keburu berjamur sebelum mereka memakannya.

"Yaudah, minum aja yang banyak biar terasa kenyang." Usul Alvaros.

Rashuna meminum air sebanyak mungkin, perutnya jadi kembung karena terlalu banyak minum air.

Demikian pula Alvaros juga meminum air untuk mengganjal perutnya.

Malam itu berlalu dengan mereka yang tidak bisa tidur karena harus bolak-balik buang air kecil.

Keesokan harinya, mereka melanjutkan perjalanan dengan lesu karena kelaparan dan kurang tidur.

Wajah Alvaros dan Rashuna sama-sama pucat dan terlihat tidak bertenaga.

"Ayoo... Cepat... Menuju... Baer..." Kata Alvaros.

"Pokoknyaa... Harus... Sampai..." Kata Rashuna.

Meski dengan keadaan demikian, mereka akhirnya sampai di Baer pada siang hari.

Berbeda dengan saat Alvaros terakhir kemari, Baer tidak lagi dijaga ketat oleh prajurit.

Sebelum mereka masuk, Rashuna menyerahkan mantelnya pada Alvaros untuk menutupi kepalanya.

Mereka lalu masuk ke kota dan langsung mencari penginapan untuk beristirahat.

"Makaaannn...." Kata Alvaros pada pemilik penginapan.

"Beri kami makaaannn..." Sambung Rashuna.

Orang-orang di situ melihat ke arah mereka berdua.

"Ini silakan dimakan." Kata pemilik penginapan sambil menyerahkan seporsi lengkap makanan.

Mereka berdua makan dengan lahap, bahkan Rashuna yang biasanya makan dengan perlahan untuk menjaga kesopanan sudah tidak peduli dengan hal itu.

Alvaros menghabiskan tiga porsi makanan, Rashuna lima porsi.

"Huuuhhh!! Kenyaanng!" Seru Rashuna."

Mereka benar-benar menjadi perhatian orang-orang di situ.

"Bibi, kami minta kamar untuk tidur!" Kata Alvaros.

"Siang-siang begini kalian mau melakukannya? Dasar anak muda penuh gairah ya." Kata pemilik penginapan tersenyum lebar.

"Sudahlah, kami sangat lelah karena perjalanan yang panjang." Kata Rashuna.

"Ya sudah, silakan naik." Kata pemilik penginapan.

Mereka diberikan sebuah kamar yang berisikan ranjang untuk dua orang.

Melihat kamarnya, mereka mematung.

"Anu... Apa ada kamar lain? Yang sekamar rame-rame." Kata Alvaros.

Pemilik penginapan mengernyitkan dahi.

"Ah, rupanya selera kalian yang seperti itu ya." Kata pemilik penginapan.

"Tapi maaf, aku tidak mau membuat tamu yang lain tidak nyaman, gunakan saja kamar ini. Tenang saja, khusus kalian yang dipenuhi gairah muda akan kuberikan harga spesial." Lanjut pemilik penginapan.

"Nah, silakan menikmati waktu kalian berdua. Kalian bayar nanti saja waktu sudah mau pergi." Kata pemilik penginapan meninggalkan mereka di situ.

"Sepertinya bibi itu salah paham mengenai kita." Kata Alvaros.

"K... Kurasa juga begitu." Sahut Rashuna, wajahnya memerah karena baru sadar apa yang dimaksud oleh si pemilik penginapan.

"Ya sudahlah, kita tidur saja. Toh malah dapat lebih murah." Kata Alvaros.

Rashuna menghela napas.

"Yah, kau ada benarnya juga sih. Uang yang kubawa juga cuma sedikit." Katanya sambil menaruh barang.

"Oke, seperti biasa aku di lantai ya." Kata Alvaros.

"Ya terserah kau sajalah, aku capek." Kata Rashuna.

Alvaros merebahkan badannya di lantai.

"Ngg? Apa ini?" Alvaros melihat sesuatu yang berkilau di bawah ranjang.

"Ada apa?" Tanya Rashuna.

Alvaros mengulurkan tangannya ke bawah ranjang.

"Ini koin emas!" Kata Alvaros.

"Serius?" Kata Rashuna girang.

"Lihat." Alvaros memperlihatkan koin temuannya kepada Rashuna.

Sebuah koin emas yang berdebu.

"Wah, ini kan Gull! Kita bisa membeli bermacam-macam barang dengan itu! Nilainya sama dengan 2000 Kronos!" Kata Rashuna.

"Serius?" Kata Alvaros setengah tidak percaya.

Rashuna mengangguk senang.

"Kau simpan saja dulu, nanti bisa kita gunakan." Kata Rashuna.

Alvaros lalu menyimpan koin tersebut di saku celananya.

Tak lama setelah itu, mereka berdua tertidur lelap.

Beberapa saat kemudian...

TIba-tiba pintu dibuka dengan keras.

"I... Itu mereka tuan!" Seru seseorang.

Alvaros dan Rashuna terkejut dengan suara keras itu.

Alvaros langsung mencari-cari mantel yang ia copot sebelum tidur lalu buru-buru mengenakannya.

Seorang penyihir masuk ke dalam.

"Hmm... Kenapa ada orang Dragnite dan orang Ceres tidur dalam satu kamar seperti ini?" Kata penyihir itu.

"Baiklah, cukup. Kalian, pergilah." Kata penyihir itu pada beberapa orang di belakangnya.

"T... Tapi tuan..." Kata salah satu orang di belakang.

"Kenapa? Apa ada yang salah dengan perkataanku?" Kata penyihir itu menatapnya tajam.

Seketika orang-orang yang datang bersamanya pergi semua menyisakan penyihir itu sendiri.

"Aku berhutang padamu dua kali sekarang, Agim." Kata Alvaros.

"Apa aku mengenalmu?" Tanya Agim.

"Aku Alvaros, teman Cliff. Kau ingat saat kami berada di sini beberapa hari yang lalu?" Jawab Alvaros.

"Oh, kau ternyata. Lalu, apa yang kau lakukan bersama wanita ini?" Tanya Agim datar.

"Anda Kak Agim kan? Anda tidak ingat saya?" Kata Rashuna.

Agim mengingat-ingat siapa kira-kira Rashuna.

"Tunggu... Kristal ungu sebesar itu..." Kata Agim ketika melihat kristal kelahiran Rashuna.

"Kau ini Rashuna si ceroboh itu?" Kata Agim.

Mendengar perkataan Agim, Alvaros menahan tawa, wajah Rashuna memerah.

"Iya kan? Kau itu Rashuna yang katanya punya kekuatan besar tapi pengendalian energinya payah, kan? Wahh, sudah lama sekali ya! Aku ingat dulu kau hampir membakar satu akademi karena mengeluarkan ignis terlalu besar!" Kata Agim senang.

Alvaros tidak bisa menahan tawanya lagi, ia tertawa cukup kencang.

Wajah Rashuna semakin memerah karena malu.

"Eh, iya lho. Dulu juga aku ingat waktu mentoring adik kelas, ada seorang siswa dari tahun pertama yang membuat angin topan waktu praktikum sihir terbang, itu kau kan?" Kata Agim lagi.

"Kak Agiiimmm!! Sudah cukup!" Kata Rashuna menghentikan Agim agar Agim tidak menceritakan kejadian-kejadian memalukan yang dulu Rashuna lakukan.

Alvaros tertawa terbahak-bahak hingga terbatuk-batuk.

"KAU JUGA DIAM! SILENTIUS!" Kata Rashuna, membuat Alvaros tidak bisa membuka mulutnya karena disihir.

Selang beberapa saat kemudian...

"Jadi, bagaimana kalian bisa bertemu?" Tanya Agim.

"Uhh... Ceritanya panjang..." Kata Alvaros.

"Ceritakan saja, kita punya banyak waktu kok, lagipula tempat ini sudah kumantrai. Tidak akan ada yang bisa mendengar kita." Kata Agim.

"Hee... Kakak bisa mantra yang begituan? Bukannya itu tidak diajarkan di akademi?" Kata Rashuna.

"Tidak semua mantra diajarkan di akademi, terkadang kau harus melakukan penelitian sendiri untuk mengembangkan kemampuanmu." Kata Agim.

"Wahh... Kau pasti hebat ya kak." Puji Rashuna.

"Ah, tidak kok. Biasa saja. Kau suatu saat juga pasti akan menjadi hebat, melihat potensi kekuatanmu yang cukup besar. Kau juga kan baru saja lulus, wajar kalau kau belum begitu banyak tahu sihir di luar akademi." Kata Agim.

Alvaros dan Rashuna saling bertatapan, lalu mengangguk bersamaan.

"Anu, Kak Agim. Begini, apa aku boleh bertanya sesuatu?" Kata Rashuna.

Agim mengernyitkan dahinya, "Silakan, apa yang mau kau tanyankan?"

"Begini..." Rashuna menceritakan apa yang terjadi di Doveport.

Agim memegang dagunya, ia berpikir setelah mendengar cerita Rashuna.

"Kemungkinan itu adalah sihir tipe pengunci. Jujur saja aku juga belum pernah menjumpai yang seperti itu. Aku rasa tidak banyak yang bisa melakukannya, hanya penyihir handal yang bisa melakukan sihir pengunci karena itu memanipulasi manusia, bukan sekedar energi alam." Jelas Agim.

"Menurutmu, siapa yang bisa melakukannya?" Tanya Rashuna lagi.

"Kalau sihir pengunci, aku hanya tahu beberapa orang yang bisa melakukannya. Beberapa penyihir agung yang aku kenal bisa melakukannya." Kata Agim.

"Siapa saja?" Tanya Rashuna lagi bersemangat.

"Umm... Tuan Aemis, Tuan Rodler, Nyonya Hashvik lalu Tuan Brene." Kata Agim.

Seketika wajah Rashuna terlihat sedikit muram begitu mendengar nama yang terakhir.

"Ada apa?" Tanya Alvaros saat melihat ekspresi Rashuna.

"Ah, tidak, tidak apa-apa!" Kata Rashuna langsung berusaha tersenyum kembali.

"Oh iya, kalian belum menjawab pertanyaanku tadi kan?" Kata Agim.

"Ahh... Kau yakin mau mendengarnya?" Kata Alvaros.

Agim mengangguk.

Alvaros menghela napas, ia lalu menceritakan kisah bagaimana mereka bisa bertemu, sesekali Rashuna juga menambahkan atau menyanggah cerita Alvaros.

"Hahaha, menarik sekali cerita kalian. Padahal baru beberapa hari kenal tapi kalian sudah akrab begitu, sampai tidur sekamar berdua." Kata Agim.

Wajah mereka berdua memerah.

"KAMI INI CUMA TERPAKSA TIDUR SEKAMAR BERDUA!" Kata mereka bebarengan.

"Tuh kan, ngomongnya aja bareng." Kata Agim lalu tertawa.

Wajah mereka berdua semakin merah, lalu memalingkan wajah satu sama lain.

"Hahaha, sudah, sudah. Maaf aku menggoda kalian. Syukurlah aku tidak bertemu dengan orang-orang yang berbahaya di sini." Kata Agim.

"Maksudmu?" Tanya Alvaros.

"Tadi salah seorang warga melapor kalau ada beberapa orang yang mencurigakan di penginapan. Ternyata kalian." Jawab Agim.

"Oh iya, ngomong-ngomong di sini kakak sebagai apa?" Tanya Rashuna.

"Aku cuma kepala keamanan biasa kok, tugasnya mirip-mirip sepertimu." Jawab Agim sambil tersenyum.

"Oh iya, apakah tidak apa-apa berlama-lama di sini? Bukankah kau diminta untuk menangkap kami? Kalau kami tidak segera keluar dari sini dengan kondisi tertangkap bukankah akan mencurigakan?" Tanya Alvaros.

"Tenang saja, sudah kumanipulasi ingatan mereka." Kata Agim.

"Maksudmu?" Tanya Alvaros lagi.

"Ya aku menggunakan sihir manipulasi pikiran pada orang-orang tadi." Jawab Agim.

"Hah? Kakak sampai bisa sihir seperti itu?" Rashuna terkagum-kagum.

"Bukan hal yang sulit kok." Kata Agim merendah.

"Kakak ini sukanya merendah! Sihir manipulasi pikiran kan bukan sihir yang mudah digunakan!" Kata Rashuna.

"Tunggu..." Alvaros menyela mereka berdua.

"Agim, siapa kau sebenarnya? Tidak mungkin seorang penyihir berkemampuan hebat sepertimu hanya ditugaskan sebagai kepala keamanan." Kata Alvaros.

Mereka bertiga terdiam.

"Memangnya kenapa kalau hanya kepala keamanan? Mengurus hal itu cukup sulit lho." Kata Agim agak gugup.

"Aku setuju dengan Alvaros, kak. Tidak mungkin seseorang yang bisa melakukan sihir manipulasi pikiran hanya ditugaskan sebagai kepala keamanan untuk kota kecil seperti Baer." Kata Rashuna.

"Kau juga mengenal beberapa penyihir agung." Tambah Rashuna.

Agim memegang kepalanya.

"Ahh... Jadi kalian menyadarinya ya? Ya sudah, apa boleh buat. Padahal baru nanti mau kulakukan." Kata Agim sambil berdiri.

Tiba-tiba Agim memegang kepala Rashuna.

Seketika Rashuna tidak bergerak sedikitpun, tatapannya kosong, bagaikan tubuh tanpa jiwa.

"A... Apa yang kau lakukan!?" Seru Alvaros.

Agim tidak mengatakan apapun, ia mengarahkan jari telunjuknya ke Alvaros.

Seketika Rashuna merapalkan sebuah mantra yang diarahkan ke Alvaros.

"Ventus Ignum" Kata Rashuna, disusul api yang bertiup dari tangannya.

Dengan cepat, Alvaros keluar melalui jendela kamar, ia terjun ke bawah.

DUK!

Alvaros mendarat dengan selamat, ia langsung berlari dari Rashuna yang mengejarnya.

"Apa-apaan itu tadi!?" Pikir Alvaros.

Alvaros berlari menuju kandang kuda, ia mencari kuda pemberian Robert.

"Itu dia." Kata Alvaros ketika menemukan kudanya.

Ia segera melepaskan tali pengikat kudanya, untunglah saat itu pelana kudanya masih terpasang sehingga ia bisa langsung naik.

Rashuna masuk ke dalam kandang kuda, tatapannya masih kosong, namun bersiap untuk menyerang lagi.

"Sialan..."

Alvaros memacu kudanya secepat mungkin hingga keluar dari kandang, ia melompati Rashuna yang sedang merapalkan mantra.

Iapun pergi keluar dari kota.

Setelah cukup jauh, Alvaros berhenti lalu melihat ke belakang.

Ia sama sekali tidak diikuti.

"Apa-apaan tadi itu...? Kenapa dia malah menyerangku?" Pikir Alvaros.

Ia lalu kembali memacu kudanya menjauh dari situ.