webnovel

Perjalanan & Kebijaksanaan

Kapten Steven berdiri di depan barak dengan tongkat komando di tengan kirinya. Sementara para prajurit berkumpul tepat di hadapannya, guna bersiap siap untuk mendengarkan perintah.

"Para prajurit, hari ini kita memiliki tugas yang penting. Helena akan pergi ke Ibukota Ignea untuk menyampaikan surat kepada Raja Arthur. Dalam perjalanan ini tidak mudah, namun saya percaya bahwa dengan keberanian dan kesetiaan kalian, Helena akan sampai ke tempat tujuan dengan selamat," ujar Kapten Steven dengan suara yang menggelegar.

Para prajurit mendengarkan dengan penuh perhatian, siap untuk melaksanakan perintah Kapten Steven dengan setia. Mereka tahu betapa pentingnya misi ini dan mereka bersumpah untuk melindungi Helena selama perjalanan mereka.

"Sekarang, saya meminta setiap prajurit untuk menjaga dan mendukung Helena selama perjalanan di berlangsungkan. Kepatuhan dan disiplin adalah kunci kesuksesan kita. Ingatlah, kita adalah prajurit yang setia kepada kerajaan, dan tugas kita adalah melindungi kedaulatan negara dan mengabdi pada sang Raja," lanjut Kapten Steven dengan suara yang penuh otoritas.

William dan Nirwana, yang juga hadir di antara para prajurit, mengangguk sebagai tanda persetujuan. Mereka siap untuk mendukung misi ini dengan keberanian yang mereka miliki.

Setelah dialog sang Kapten usai, rombongan prajurit berkuda tengah bersiap meninggalkan barak yang terletak di lereng pegunungan Alpine. Suara sepatu besi kuda berdentum dengan gagahnya ke dasar tanah, mengawali perjalanan panjang Helena menuju ibukota megah Ignea.

Helena melangkah dengan penuh tekad, menembus hutan belantara yang dipenuhi pepohonan rimbun yang misterius. Cahaya matahari bermain-main di antara dedaunan yang bergoyang pelan oleh terpaan angin, menciptakan bayangan yang menari di jalan setapak yang di laluinya. Suara riak air sungai kecil yang jernih memecah keheningan hutan, memanggil Helena untuk menyeberanginya dengan hati-hati.

Di setiap langkah, Helena merasakan keberanian yang tumbuh dalam hatinya. Gadis itu seakan merasakan kekuatan alam yang mengelilinginya. Di balik pepohonan yang lebat, Helena tahu bahwa perjalanannya akan membawanya pada petualangan yang tak terduga.

Cahaya mentari menyusup dengan lembut di sela-sela dedaunan yang berpadu dengan gemercik suara air yang mengalir deras di sungai. Dalam hutan belantara, Helena melihat reruntuhan kuno yang dipercayai sebagai peninggalan kerajaan Kyotama yang pernah berkuasa di wilayah tersebut. Batu-batu megah yang tertutup lumut dan tumbuhan liar, menandakan kejayaan masa lalu yang kini hanya tinggal kenangan.

Saat melewati desa kecil di pinggir hutan, Helena disambut oleh para penduduk yang mengenakan pakaian tradisional dengan corak yang khas. Mereka menawarkan buah-buahan lokal dan cerita tentang legenda tentang makhluk mitologi yang mendiami hutan tersebut, menambah misteri dan keajaiban dunia yang mereka tinggali.

Hingga pada akhirnya, salah seorang tertua dari penduduk desa mengajak Helena untuk bersantai di tempat yang tenang guna melepas penat dan dahaga.

Dengan penuh keramahan, sang tertua membimbing Helena ke sebuah pondok kecil yang tersembunyi di balik pepohonan. Suasana damai dan hening menyambut kedatangan mereka, sementara aroma harum dari bunga-bunga liar merayu indera penciuman Helena.

Duduk di atas kursi anyaman yang nyaman, Helena merasakan kelelahannya perlahan-lahan sirna seiring dengan gemerisik daun dan nyanyian burung-burung di sekitar. Sang tertua lalu menuangkan segelas air dari sumber mata air suci yang mengalir di dekat pondok, menawarkan kesegaran alami untuk meredakan dahaga Helena setelah perjalanan yang melelahkan.

"Kami merasa senang bisa bertemu dengan Anda, Nona Helena," ucap wanita paruh baya tersebut.

Helena tersenyum samar. "Dan kami berterima kasih atas kebijaksanaan Anda kepada rombongan kami, Nyonya."

Dengan tatapan penuh kebijaksanaan, sang tertua mulai bercerita tentang sejarah desa, serta legenda-legenda kuno. Helena terpesona oleh kehangatan penduduk desa, merasa bahwa ia telah menemukan kedamaian di tengah perjalanan yang penuh tantangan.

"Kami merasa senang bisa bertemu dengan Anda, Nona Helena," ucap wanita paruh baya tersebut.

Helena tersenyum samar. "Dan kami berterima kasih atas kebijaksanaan Anda kepada rombongan kami, Nyonya."

Dengan tatapan penuh kebijaksanaan, sang tertua mulai bercerita tentang sejarah desa, serta legenda-legenda kuno. Helena terpesona oleh kehangatan penduduk desa, merasa bahwa ia telah menemukan kedamaian di tengah perjalanan yang penuh tantangan.

"Nyonya, apakah Anda percaya dengan gerbang portal dimensi?" tanya Helena dengan penuh rasa keingintahuan yang besar.

Wanita tua tersebut mengangguk pelan padanya. "Tentu."

Gadis itu sontak menyangga dagu dengan sebelah tangannya di atas meja. "Bagaimana hal itu bisa terjadi?"

"Takdir kehidupan." Wanita itu menoleh ke luar jendela, membiarkan sepasang mata menatap senja yang mulai merayap di atas langit jingga.

Helena terdiam sejenak, merenungkan kata-kata wanita tua tersebut. Dalam keheningan yang mengalun, suara gemericik air sungai terdekat terdengar samar, menambah kesan magis dari percakapan mereka.

"Apakah gerbang portal dimensi itu membawa bahaya, Nyonya?" tanya Helena, matanya penuh dengan ketertarikan akan misteri yang tersembunyi di balik kata-kata sang wanita tua.

Wanita tua itu tersenyum lembut, memancarkan aura kebijaksanaan yang kental. "Gerbang itu adalah titik temu antara dunia kita dan dunia lain, tempat di mana takdir dan keajaiban bersinggungan. Bahaya dan keberuntungan, kegelapan dan terang, semuanya dapat ditemukan di balik gerbang itu. Namun, yang terpenting adalah hati yang membawa seseorang melalui gerbang itu."

Helena merenungkan kata-kata bijak tersebut, merasa getaran magis dari cerita yang baru saja didengarnya.

"Seseorang telah mengaku bahwasannya dirinya telah terseret oleh gerbang dimensi alam yang berbeda, dan aku merasa janggal dengan pengakuannya, Nyonya."

"Saya telah mendengar kabar bahwa ada seorang pemuda yang berhasil membunuh naga dengan kapaknya. Sebenarnya itu adalah hal yang lumrah, karena beliau adalah satu diantara mereka yang terpilih sebagai kesatria utusan Dewa untuk membawa kedamaian dunia," tuturnya.

"Saya kurang mengerti dengan maksud yang telah Anda sampaikan, Nyonya."

Wanita tua itu tersenyum ramah pada Helena, lalu menyodorkan satu lengan pada gadis di hadapannya. "Minumlah."

Helena menerima gelas yang disodorkan dengan penuh rasa hormat.

"Dalam dunia ini, terdapat banyak rahasia yang tersembunyi di balik tirai nyata dan gaib," ucap wanita tua itu dengan suara lembut. "Setiap langkah yang kita ambil, setiap pilihan yang kita buat, membawa kita lebih dekat pada takdir yang telah tertulis sejak zaman dahulu."

Helena menatap wanita tua tersebut dengan penuh kekaguman. "Apakah takdir kita benar-benar telah ditentukan sejak awal, Nyonya? Ataukah kita memiliki kekuatan untuk membentuk nasib kita sendiri?"

Wanita tua itu tersenyum bijaksana. "Takdir dan kekuatan manusia saling beriringan, seperti matahari dan bulan yang selalu berdampingan namun memiliki peran yang berbeda. Kita mungkin tidak dapat mengubah takdir yang telah ditetapkan, namun kita memiliki kekuatan untuk memilih bagaimana kita menjalani perjalanan menuju takdir itu."

Helena merenungkan kata-kata wanita tua itu, merasa hatinya dipenuhi dengan pemahaman yang dalam tentang kehidupan dan takdir. Di tengah suasana yang tenang dan penuh keajaiban, ia merasa dirinya semakin dekat dengan rahasia dunia yang lebih luas dan misterius.

"Dengan kata-katamu yang bijaksana, aku merasa terinspirasi dan dipenuhi dengan pemahaman yang lebih dalam tentang kehidupan dan takdir. Merenungkan kata-kata Nyonya, membuatku menyadari betapa pentingnya peran kita dalam menjalani perjalanan menuju takdir yang telah ditetapkan. Terima kasih atas wawasanmu yang menyejukkan dan memberikan cahaya dalam kegelapan."