webnovel

Fanfic Omniscient Reader's Viewpoints

Ini adalah fanfic yang kubuat untuk menemukan epilog yang kuinginkan untuk MC. Sebaiknya jangan membaca fanfic ini jika belum membaca novel aslinya sampai tamat karena mengandung spoiler. *** Han Sooyoung sampai di depan pintu itu lalu perlahan membukanya dengan harapan putus asa. Bagaimana jika itu harapan palsu? Bagaimana jika hal yang lebih buruk terjadi? Bagaimana jika sekeras apapun mencoba berharap itu mungkin, itu tidak terjadi? Saat pintu itu terbuka, ruangan terang dengan jendela terbuka lebar dan tirai berkibar terlihat. Semua kertas-kertas yang telah dia tulisi bertebaran dimana-mana. Han Sooyoung menyeringai seperti orang idiot lalu melangkah masuk sambil menyaksikan kesimpulannya. [Cerita ini hanya untuk satu pembaca itu] ***

Miharu2Tachi · Others
Not enough ratings
95 Chs

Epilog 7 : Impian Paling Kuno(1)

Itu adalah stasiun Daehwa, seorang anak lelaki sedang menyusun imajinasi mengerikannya di lembaran-lembaran kertas.

Dia memiliki wajah yang menggemaskan, iris hitamnya berkilauan, dan rambut hitam lurusnya tampak keren. Namun, ada luka-luka kecil di tangan, kaki, dan wajahnya. Meskipun begitu, anak itu tetap enerjik saat menulis pengaturan karakter dari novel yang menjadi obat hidupnya.

Baik, apakah dia akan mati? Aku berharap dia bahagia, tapi aku ingin regresinya terus berlanjut. Aku harus memberitahu Author-nim.

Anak itu dengan malu-malu berharap. Setelah dia selesai menyusun pengaturan di catatannya, dia menyadari ada beberapa orang yang mendekat.

Anak lelaki kurus yang pucat itu menjadi semakin pucat saat melihat orang-orang di depannya.

Tang!

Seorang wanita dewasa menjatuhkan pedang yang dibawanya dan menatap anak itu dengan tak percaya.

"I-ini.... "

"Ah... Uh..."

Anak itu ketakutan, dia entah kenapa merasakan perasaan akrab dengan mereka, tapi pada saat yang sama dia tidak ingin mengakuinya.

Jantungnya terasa berhenti saat tatapannya mendarat pada seorang pria yang memandangnya dengan tatapan frustasi. Pria itu, wajahnya mirip seperti apa yang anak itu bayangkan ketika dia dewasa.

Fitur wajah pucat, kurus, kulit putih dengan luka disana-sini lalu tubuh kecil yang gemetaran. Semua itu tercermin di mata hitam pria itu.

Ugh, tidak...

Ketika pria itu melangkah mendekatinya, dia menggeleng untuk menyangkal aliran pemikirannya.

Bang!

Pria itu menabrak penghalang transparan di depannya seolah sejak awal ada hal semacam itu untuk melindunginya.

Kenapa sebelumnya tidak ada?

Anak itu bertanya-tanya kenapa penghalang semacam itu tidak muncul ketika dia mengalami hal yang lebih buruk?

Namun, dia tak mau mengakui keberadaan pria itu. Seberapa mirip apapun wajahnya dengan bayangan dirinya dalam mimpi, dia menganggap itu mustahil.

Meskipun jauh di dalam sudut hatinya, ada suara yang berteriak-teriak bahwa imajinasi yang selama ini dia mainkan membentuk sebuah dunia yang mustahil ada.

Penghalang itu semakin tebal ketika pria itu berteriak,"Hanya aku yang paling memahamimu!"

Kata-kata itu semakin membuatnya takut, dia memejamkan matanya, tak mau menerima keberadaan pria itu. Tidak, dia tidak mau.

Pergi! Pergi! Kau hanya imajinasiku, itu mustahil. Tidak ada yang akan memahamiku.

Pria itu terus menggedor penghalang, tiba-tiba aliran listrik muncul dan anak itu tersengat sesaat.

"Ah!"

Anak itu berteriak dengan ekspresi ngeri.

Dia tak berpikir untuk meminta bantuan karena tak ada seorang pun yang mau membantunya.

Dia menangis, menambah rasa sakit dan menyebabkan wajah putih porselennya memerah.

"Ahjussi... Ini..."

Dia mendengar suara terengah-engah dari orang-orang itu termasuk pria yang masih terus menggedor penghalang transparannya.

"Kau harus mendengarkanku!"

Percikan listrik menari di udara dan membungkus pria itu dalam kesakitan. Namun, itu tak menghentikannya.

Anak itu masih terus memejamkan matanya, dia berharap ini hanya mimpi. Benar, mereka tidak nyata, mereka adalah bagian dari imajinasi konyolnya untuk melanjutkan hidupnya. Mereka membuatnya tetap hidup, tanpa mereka dia tak akan ada.

Ingatan aneh membanjirinya ketika arus listrik dari penghalang terus menyengatnya.

Teori film terputus.

Pada saat itu, dia....

"Kim Dokja."

Itu namanya, tapi pasti bukan dia yang dipanggil karena pria itulah yang menyahut.

"Jangan hentikan aku, kita harus menghentikannya, kita harus membunuhnya."

Ekspresi yang lain menjadi suram, mereka tak bergerak. Pria itu mengambil keputusan dan akan menusuk lehernya sendiri dengan pisau ketika sebuah tangan menghalangi, tetesan darah mengalir.

"Kim Dokja!"

Suara dingin yang berasal dari kesepian dan penderitaan terdalam dari seorang pria dengan wajah yang terpahat indah itu memperingatkan.

Wajah pria itu berubah, ada bekas luka di pipi kirinya dan bayangan-bayangan hitam di bawahnya membentuk sosok lain.

"K-kau."

Mata pria dengan wajah dingin setelah mengalami ribuan kehidupan menyala saat melihat anak itu.

Benar, dia adalah...

Penghalang itu tidak melawan dan membiarkannya masuk, dia berhenti tepat di depan sosok kecil yang gemetaran.

"Aku... Yoo Jonghyuk!!"

Anak itu berteriak.

"Tidak, kau bukan."

Pria dengan setelan hitam penuh darah itu membalas.

"Aku Yoo Jonghyuk."

Anak itu menutupi telinganya, kertas-kertas di pangkuannya jatuh dan pria dingin itu memperhatikan isinya.

Betapa tak tahu malu, isi dari coretan-coretan kasar itu. Sosok lain yang ikut bersama pria itu berkata,"jadi dia adalah sumber penderitaan kita?"

Fabel melayang dari tubuh anak itu, cahaya putih menampilkan cerita yang dialaminya tertangkap oleh mata mereka.

Salah satu dari orang-orang yang berdiri di depannya berkata dengan suara kesedihan mendalam.

"Kau meminta bantuan yang mengerikan, nak."

"Tidak, hentikan. Uriel!"

Pria yang menggedor penghalang itu berteriak.

"Apakah itu dia?"

Pria dengan rambut putih dan aura hitam bertanya pada pria yang menampakkan ekspresi sangat kelelahan.

"Ya, dia sponsorku."

"Secretive Plotter, dia harus dibunuh!"

Pria itu berbalik untuk menanggapi teriakannya.

"Kim Dokja, apa kau ingat isi skenario pertama?"

Kim Dokja di luar penghalang terdiam.

Bunuh lebih dari satu makhluk hidup bukan seseorang.

Pencerahan datang. Namun, itu tak mengubah kenyataan.

Secretive Plotter mengalihkan perhatiannya ke anak itu lagi.

"Bukankah kau dewa paling tak berdaya?"

Dia mengangkat pedang hitam dengan aura iblis yang membantai ratusan rasi bintang. Dia menebas anak itu, tidak, dia menebas fabel yang keluar dari tubuh anak itu.

Aliran cahaya berhenti, tapi anak itu masih gemetaran.

"Buka matamu, Kim Dokja."

Mata hitam anak itu terbuka perlahan.

"Benar, seperti itu."

Kim Dokja di luar penghalang jatuh terduduk tak percaya pada pemandangan di depannya.

Dia membuka mulutnya tapi tak satupun suara keluar.

Sungguh?

Mata anak itu berubah penuh harapan, dia masih menangis, tapi sudut hatinya terhibur.

Pria itu menggendongnya dengan hati-hati, pelukannya hangat dan anak itu sangat senang.

Dia merasa mendapatkan sesuatu yang selama ini dia inginkan ketika membaca Ways Of Survival.

Bagaimana jika mereka hidup di suatu tempat di dunia lain? Apakah aku bisa bertemu mereka?

Dia menempelkan kepala kecilnya di dada pria itu dan seperti hewan peliharaan, dia mengendus dan mengusap-usap kepalanya mantel hitamnya.

Baginya kenyataan adalah novel dan novel adalah kenyataan, dia tak peduli apakah itu realistis atau fantastis. Dia hanya ingin setidaknya ada satu orang di dunia yang peduli padanya dan itu adalah penyelamatnya, Yoo Jonghyuk.

Hal terakhir yang dia lihat sebelum pria itu membawanya pergi dari stasiun adalah dirinya yang dewasa ada di sana dengan ekspresi tak berdaya.

Anak itu tahu, tapi dia tak mau mengakuinya.

Tidak, mungkin bukan seperti itu...

Dia perlahan menutup matanya dan berharap bahwa dirinya yang dewasa mendapatkan apa yang dia inginkan.

***