webnovel

Fanfic Omniscient Reader's Viewpoints

Ini adalah fanfic yang kubuat untuk menemukan epilog yang kuinginkan untuk MC. Sebaiknya jangan membaca fanfic ini jika belum membaca novel aslinya sampai tamat karena mengandung spoiler. *** Han Sooyoung sampai di depan pintu itu lalu perlahan membukanya dengan harapan putus asa. Bagaimana jika itu harapan palsu? Bagaimana jika hal yang lebih buruk terjadi? Bagaimana jika sekeras apapun mencoba berharap itu mungkin, itu tidak terjadi? Saat pintu itu terbuka, ruangan terang dengan jendela terbuka lebar dan tirai berkibar terlihat. Semua kertas-kertas yang telah dia tulisi bertebaran dimana-mana. Han Sooyoung menyeringai seperti orang idiot lalu melangkah masuk sambil menyaksikan kesimpulannya. [Cerita ini hanya untuk satu pembaca itu] ***

Miharu2Tachi · Others
Not enough ratings
95 Chs

Epilog 37 : Kaleidoskop (1)

Itu adalah bola kaca kecil seukuran telapak tangan, ataukah mungkin itu adalah mainan? Dari jauh memang terlihat seperti mainan, namun ketika melihatnya dari dekat, sensasi aneh membayangi sehingga seseorang tak bisa fokus melihat bentuk sebenarnya. Kim Dokja saat ini merasakannya untuk ke sekian kalinya.

Dia ragu-ragu saat mengulurkan tangannya ke bola kaca itu secara perlahan dalam ruangan gelap bernuansa menyeramkan ini, kamar Ayahnya. Jantungnya berdetak kencang tidak teratur akibat rasa takut yang aneh dan pikiran berantakan. Berkat ocehan kedua orang tadi, dia memberanikan diri menyentuh benda ini untuk pertama kalinya.

Ibunya bilang itu adalah warisan kakeknya atau apapun semacam itu, sementara Ayahnya sangat melarangnya berani bahkan melihat benda ini dalam pandangannya. Sekali lagi dia melirik pria paruh baya yang tertidur pulas di ranjang di samping meja tempat bola kaca ini, aneh bahwa hanya satu barang inilah yang tampak seperti mutiara di antara tumpukan kotoran bekas botol minuman di sekitar.

Satu, dua, tiga.... Dia menyentuhkan ujung jarinya ke bola kaca itu dan melihat hasilnya, rasa dingin merambat ke punggung dan bulu kuduknya berdiri.

"Apa yang kau lakukan?!!!"

Seperti horor, suara menggelegar itu membuat Kim Dokja tersentak dan menarik napas dalam-dalam sambil menghadap ke asal suara, dengan ketidakpercayaan terpampang jelas di wajahnya, mata hitamnya memantulkan bayangan seorang pria yang jelas bukan pemabuk. Tubuh Kim Dokja gemetaran di bawah tatapan menusuk pria itu.

Pria itu, Ayahnya, meraih kedua bahunya lalu mengguncang dengan keras sambil berteriak nyaring. "Kau... apa yang barusan kau lakukan, anak nakal?!!!!"

Plak!!!

Kim Dokja mendapat tamparan sangat keras di pipi kirinya, sakit berdenyut-denyut menyebabkan gemetaran tubuhnya berhenti. Mengapa? Kim Dokja bertanya-tanya alasan pria itu tampak takut akan sesuatu saat memukulnya? Dia yang selalu memperhatikan perubahan ekspresi orang lain lebih baik dari siapapun dapat menyatakan bahwa dia belum pernah melihat orang ini seperti itu.

Ada apa dengan bola kaca itu?

Plak!!!

Tamparan berlanjut, Kim Dokja meringkuk menutupi wajahnya hanya untuk diseret keluar.

"Jangan berani-berani mendekati kamarku lagi!!!"

Pria itu mendorongnya sampai membentur dinding di sisi lain kamarnya, pintu kamar tertutup setelah itu. Kim Dokja memiliki ekspresi kosong di wajahnya yang membengkak.

***

"Sampai kapan kau mau terus mengikutiku, Yoo Jonghyuk?" tanya Time Controller yang saat ini adalah Kim Dokja. Dia berada di celah dimensi waktu yang menghubungkan masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Ditemani oleh seekor kunang-kunang cahaya yang terus berkedip dan memutarinya, itu lebih tepat disebut bola cahaya kecil seukuran telapak tangan dan anehnya terasa hangat.

Bola cahaya berkedip sekali lagi kemudian mengirimkan pesan secara langsung ke pikiran Kim Dokja.

—Aku akan terus menemanimu.

Kim Dokja terkekeh sambil menepuk bola cahaya yang berada di tangannya. "Yah, karena kau bukan bagian dari yang diasuh The First Nightmares, kau selalu bisa mengikutiku. Apakah Dewa Cahaya mengizinkanmu berkeliaran seperti ini? Tetapi, sayangnya kau tidak bisa mengikutiku dalam perjalanan waktu ke masa lalu dan masa depan," ucapnya dengan lembut.

Kunang-kunang itu bergetar sesaat.

—Aku pikir kau pasti bosan dengan pertanyaan kenapa, jadi aku tidak akan bertanya.

Kim Dokja membiarkannya melayang dan memutarinya saat dia memperhatikan perubahan sesaat Celah Dimensi Waktu, ruang setengah gelap ini menggembung dan jarum-jarum jam yang mengapung tak beraturan berputar-putar.

"Hei, Yoo Jonghyuk. Apa kau tidak marah?" tanya Kim Dokja tiba-tiba.

Kunang-kunang itu berhenti memutarinya dan duduk di pundaknya.

—Aku marah, tetapi kau takkan peduli hal itu.

"Mungkin, aku hanya simbol, kau tahu itu, kan? Mungkin aku akan melupakanmu..." Kim Dokja menatap satu per satu jarum jam yang berjumlah ratusan itu dengan cermat. Ruang setengah gelap, lantai di bawah bahkan tak terlihat karena sejak awal tak ada lantai, mereka melayang dan berpijak di ruang kosong.

—Justru karena kau mengatakan itu, kau tidak bisa melupakanku, kau menggesek lidahmu lagi. Tidak ada satu pun yang bisa kau lupakan meskipun kau mau, benar?

Kunang-kunang itu memancarkan kehangatannya lagi untuk menyampaikan maksudnya.

"Kau bisa pergi dan mendapatkan tubuhmu sendiri di tempat lain daripada seperti ini, kutukan itu tidak berpengaruh padamu. Ngomong-ngomong, apakah kau tidak menyukai tubuh protagonis, Yoo Jonghyuk?" Kim Dokja bertanya dengan ekspresi rumit yang terlihat sekilas, namun kunang-kunang itu tidak melewatkannya.

—Bah, tubuh itu terlalu kuat dan tidak sesuai denganku. Apa seleramu begitu tinggi, aku tidak mengira gumaman kecil 'seandainya aku memiliki tubuh yang kuat' benar-benar kau dengarkan dan lihatlah hasilnya sekarang.

Kunang-kunang itu tampak marah sehingga bagian pundaknya panas. "Baik, yah memang sedikit berlebihan, tetapi bukan aku yang mengaturnya, The First Nightmares yang mengurusnya," ujar Kim Dokja sambil mengelus bola cahaya di pundaknya sampai panasnya mereda.

—Kau tidak mau lepas dari semua hal ini dan berkeliaran sepertiku? Kita bisa bersama-sama.

Ajakan yang sesat, tentu saja Kim Dokja menolak secara halus. "Aku tidak bisa meski aku mau."

—Jawaban pamungkas untuk menyatakan tidak.

"Ayolah, Yoo Jonghyuk ... kau." Namun, ucapannya disela.

—Kau lebih menyukainya daripada aku... aku mengerti, aku ingin melihatmu untuk sekali saja bahagia.

Kali ini tawa menyegarkan keluar secara alami dari Kim Dokja, dengan menahan tawa lebih lanjut, dia membalas. "Aku lebih menyukaimu, lihat! Kau membuatku tertawa. Dan aku tidak menyangka kau begitu blak-blakan." Kim Dokja dapat merasakan rasa malu meluap dari kunang-kunang itu.

—Hanya ada satu Yoo Jonghyuk, Kim Dokja.

Ekspresi Kim Dokja mengeras pada kalimat itu. Kunang-kunang itu berbicara duluan sebelum dia sempat membalas.

—Dan jelas itu bukan aku, dan bukan Plotter. Sama seperti hanya ada satu Kim Dokja, yaitu kau dan bukan kembaranmu.

Kim Dokja sangat tahu hal itu. Oleh karena itulah, dia sedikit ragu-ragu saat meninggalkan mereka di dunia cerita khusus itu dengan memelintir waktu untuk sementara yang berakibat padanya yang harus terkurung dalam Celah Dimensi Waktu, yang selalu dia rasakan sungguh sangat lama dulunya sebagai simbol.

Berbincang-bincang bersama Yoo Jonghyuk (Saint) tidak begitu buruk, walau kegelisahan masih sedikit membayanginya.

—Bagaimana caramu membunuh naga jahat itu? Sebenarnya kau bodoh karena mengambil jalan yang sulit dan lama daripada usaha tercepat. Lalu, Ar mu... apa dia mendapatkan kedamaiannya?

"Ya, dia mendapatkannya," jawab Kim Dokja yang mengabaikan pertanyaan pertama tentang cara membunuh musuhnya yang ingin dia berhenti berbaur dengan bentuk kehidupan. Dan sampai sekarang, musuh itu masih ada dari balik bayang-bayang.

"Hei, Yoo Jonghyuk. Kenapa kau menyukaiku? Apa kau tidak berpikir bahwa seharusnya sejak awal aku tidak berbaur dan membusuk di sini?"

Butuh beberapa saat lamanya untuk jawaban yang enggan tiba.

—Aku tidak punya alasan untuk menjelaskannya dan aku tak pernah berpikir begitu, jadi hentikan saja pertanyaan konyol ini.

Roda penggerak Celah Dimensi Waktu bergemeretak, dan sebuah lubang hitam yang menyedot sekitar muncul di sudut yang jauh dari mereka. Kim Dokja berkedip beberapa kali kemudian menyadari bahwa ini sudah saatnya untuk memulai tugasnya kembali.

Dia melihat kunang-kunang itu terbang ke arah lubang hitam, namun terpental kembali ke arahnya. Dengan sedikit seringai, Kim Dokja menanggapi perilakunya. "Sudah kubilang kau tidak bisa ikut, tunggulah di sini dan sampai jumpa."

Kepakan mantel putihnya sebagai Kim Dokja menghalangi bola cahaya yang berniat menempel. Tangan putih, namun tidak seputih manusia albino itu perlahan menyentuh lapisan pelindung lubang hitam. Dengan sangat cepat, dia tersedot ke dalamnya dan yang tersisa adalah kunang-kunang yang sendirian dengan kedipan cahaya yang meredup.

Dia akan menunggunya kembali, berapa lama pun itu.

***