webnovel

Fanfic Omniscient Reader's Viewpoints

Ini adalah fanfic yang kubuat untuk menemukan epilog yang kuinginkan untuk MC. Sebaiknya jangan membaca fanfic ini jika belum membaca novel aslinya sampai tamat karena mengandung spoiler. *** Han Sooyoung sampai di depan pintu itu lalu perlahan membukanya dengan harapan putus asa. Bagaimana jika itu harapan palsu? Bagaimana jika hal yang lebih buruk terjadi? Bagaimana jika sekeras apapun mencoba berharap itu mungkin, itu tidak terjadi? Saat pintu itu terbuka, ruangan terang dengan jendela terbuka lebar dan tirai berkibar terlihat. Semua kertas-kertas yang telah dia tulisi bertebaran dimana-mana. Han Sooyoung menyeringai seperti orang idiot lalu melangkah masuk sambil menyaksikan kesimpulannya. [Cerita ini hanya untuk satu pembaca itu] ***

Miharu2Tachi · Others
Not enough ratings
95 Chs

Epilog 35 : Rahasia Langit (2)

—Dikatakan bahwa itu adalah petunjuk untuk mengetahui rahasia langit yang terlarang.

—Salah satu anak dari Dewa Naga memiliki atribut waktu.

—Dan klan kita membuat sumpah kematian untuk melindunginya.

Seorang anak lelaki berambut gelap dan memiliki mata yang sama gelapnya serta tubuh yang sedikit kurus dibandingkan anak seusianya dalam klan mengamati tempat tertutup di depannya.

Anak itu sering mendengarnya dari orang-orang klannya di desa yang sama, desa yang sangat tersembunyi karena penghuninya merupakan keabnormalan dari manusia lainnya. Anak itu diam-diam pergi untuk mengintai anak dari Dewa Naga yang harus dilindungi oleh semua anggota klannya.

Yang mengejutkan adalah yang dia temui bukan makhluk naga seperti yang digambarkan melainkan seorang anak kecil yang meniru wajahnya, sangat mirip. Ar, anak itu sering dipanggil begitu dan dia tak punya alasan untuk menolak nama panggilannya yang singkat.

Peniru itu sekarang berhadapan dengannya sambil menyeringai cerah. "Halo," sapanya ramah.

Ar tercengang dan bersikap waspada.

"Jangan terlalu waspada, aku tidak akan menyakitimu, kok," lanjut peniru itu dengan lembut. Namun, Ar tahu bahwa itu dibuat-buat.

Akan tetapi, Ar tidak akan jatuh pada tipuan seorang peniru dengan mudah.  Dia menggeram. "Berhenti meniru wajahku!"

Si peniru tertawa kosong. "Tapi, aku suka wajah ini, imut dan tidak terlalu tampan sehingga takkan jadi menyebalkan," jelasnya.

Kemarahan naik ke ubun-ubun, dan urat kepala Ar menonjol. "KAU!!!" Ar menerkamnya dan mengajaknya berkelahi.

Naga peniru menanggapi ajakannya berkelahi seperti kucing, saling mencakar. Entah siapa yang memulai duluan, tetapi mereka bergelut di tanah dan timbul lecet-lecet di beberapa bagian tubuh Ar.

Sayangnya, luka Ar tidak sembuh sementara si naga peniru langsung sembuh seketika. Itu tidak adil, hanya karena dia naga yang menjadi simbol kekuatan, dia terlahir kuat secara alami berbeda dengan Ar yang lemah.

Ar semakin geram, tangannya mencakar-cakar lagi sampai si peniru mengerutkan kening. "H-hei, sudah, hentikan. Maafkan aku, oke?" pinta yang terakhir.

"Tidak, seorang lelaki harus menyelesaikan pertarungannya!" teriak Ar dengan percaya diri.

Naga menghela napas, mau tidak mau dia harus melawan Ar. Untungnya, itu tidak akan terjadi untuk saat ini karena teriakan panik orang-orang datang dari belakang Ar.

"Oi! Idiot! Apa yang kau lakukan pada Yang Mulia?!"

Seorang pria paruh baya menarik Ar kemudian akan memukulnya, namun dihentikan oleh naga peniru. "Hentikan."

Pria paruh baya itu menurut dan membungkuk bersamaan memaksa Ar ikut serta. Orang-orang di belakang memandang ketua mereka dengan hormat, mereka mengikuti teladan ketua klan.

Si naga mendengus jengkel sambil menunjuk. "Dia akan jadi temanku mulai sekarang, jadi jangan sampai kalian melakukan sesuatu yang buruk padanya!" ancamnya.

Orang-orang itu mengangguk patuh. "Saya berjanji, Yang Mulia."

Ketua klan mewakili, sekilas sudut matanya melirik tajam ke wajah Ar yang tercengang. Permusuhan diam-diam mulai tumbuh dalam hati mereka, betapa beraninya dia mengganggu Yang Mulia mereka dan malah mendapatkan kehormatan menjadi temannya!  Itulah pikiran penuh dendam mereka.

"Pergi, jangan ganggu kami!" usir naga peniru.

Ketua klan memimpin orang-orangnya menyingkir dari pandangan Yang Mulia mereka. Setelah semuanya pergi, Ar memelototinya. "Aku tidak mau jadi temanmu!"

"Oh ya? Kau tidak perlu jadi temanku jika tidak mau, aku tidak memaksa, kok," sahut si naga. Dia masih meniru wajah Ar.

Dan selama beberapa hari, Ar masih terus menemuinya meski tidak mau jadi temannya. Mereka sering berdebat, berkelahi, dan kadang-kadang saling bercerita. Mungkin tanpa keduanya menyadari, itu adalah hubungan pertemanan.

***

Ketika Ar dewasa, dia tumbuh menjadi pemuda yang terlalu lemah bagi klannya sehingga dia dikecualikan saat masa berburu binatang ajaib tiba. Namun, dia justru senang karena bisa bersama naga peniru yang dia panggil Cale, sama seperti nama depannya. Sampai Ar dewasa, si naga peniru, Cale, masih meniru penampilan Ar bahkan terlihat bahwa dia akan menggunakan bentuk itu selamanya.

Seekor naga dapat berubah bentuk menjadi apapun yang mereka mau, namun Cale adalah kasus berbeda. Dia istimewa karena atributnya.

Suatu hari, Cale mulai menceritakan rahasia atributnya secara samar. "Kau tahu, aku bisa kembali ke masa lalu atau menuju masa depan kapan saja."

Ar terbengong-bengong sebelum merespon. "Tidak mungkin ada hal semacam itu, maksudku tak ada yang bisa kembali ke masa lalu!" sangkalnya keras kepala.

Cale hanya menggeleng dan tersenyum. Setelah itu, Cale tak pernah mengungkit tentang atributnya lagi demi kenyamanan hubungan mereka yang resmi menjadi teman.

Untuk beberapa alasan yang tidak diketahui, Ar merasa Cale semakin menjauhinya hari demi hari ketika masa perburuan hampir selesai. Ar gelisah sebab dia takut Cale akan seperti warga klannya yang mengucilkannya.

Masa perburuan selesai dan warga klan kembali sambil memanggul berbagai binatang ajaib yang berhasil diburu. Berita mengejutkan lainnya adalah datangnya anak tertua Dewa Naga yang terlihat berwibawa dan baik hati. Ketua klan menyambutnya lebih meriah daripada merayakan pesta di Istana Naga Peniru itu. Ar tidak menyukainya, jadi dia diam-diam menyelinap pergi menuju tempat Cale biasanya berada.

"Cale!" teriak Ar yang ingin menemuinya. "Cale!" Namun, yang dipanggil tak kunjung muncul. Ar meringkuk di luar dinding Istana menunggunya.

"Hei, kau!"

Ar mendongak untuk mendapati anak tertua Dewa Naga yang berkarisma berjongkok di depannya. Dia memakai penampilan yang rupawan dengan rambut merah dan auranya yang tenang.

"Kau pasti kesulitan karena adikku yang aneh, nah kenapa kau tidak ikut pestaku?" tanya anak tertua Dewa Naga itu.

Ar tidak menjawab, dia memang bersikap sangat kurang ajar, dia tak peduli karena Cale belum pernah menghukumnya. Dalam anggapan Ar, Cale lah yang terkuat, ada sesuatu dalam diri Cale yang membuat Ar anehnya takut namun nyaman pada saat yang sama. Berbeda dengan naga dalam bentuk manusia berkarisma di depannya.

"Jika kau mau menemui adikku, kau harus masuk ke dalam," saran naga itu. Ar berkedip beberapa kali kemudian berseru. "Benar, aku akan masuk!"

Akan tetapi, naga itu memegang lengannya. "Tunggu, Istananya dilindungi oleh penghalang penyusup, jika kau masuk sembarangan kau akan langsung mati!" peringatnya.

Ar membeku di tempatnya. "Lalu, bagaimana caraku menemuinya," tanyanya polos.

Pada saat ini Ar benar-benar bodoh karena dia mempercayai naga di depannya tanpa meragukan apapun, mungkin itu karena dia sangat ingin bertemu Cale yang dingin.

"Ambil ini dan minumlah!" bujuk naga itu seolah menghipnotis. Ar menurut dan langsung meminumnya.

Dia akan sangat menyesalinya sampai saat terakhir.

***

"Pengkhianat!!!!!"

Ketua klan meneriakkan kutukan pada sosok pembantai keji di depannya, di tengah kemabukan warga klan di sela pesta, sosok itu membantai satu per satu tanpa mengedipkan kelopak matanya.

Srak!

Sosok itu langsung menebas lehernya dengan pedang yang dia curi dari ruang artefak dalam kuil Dewa Tersegel. Mata hitamnya hanya terlihat setengah, setengahnya adalah area putih, kelopak matanya menurun seperti orang yang akan tertidur. Namun, sosok itu merupakan orang terkutuk.

Pembantaian berlangsung, tanpa memandang pria wanita ataupun anak-anak tak bersalah. Semuanya terbunuh, dan yang lebih buruk adalah sosok itu menjilat setetes darah dari tiap warga klan yang dia bunuh.

Perlahan tapi pasti, dia mengumpulkan kekuatan seperti balon yang membengkak, siap meledak kapan saja, hanya butuh sedikit duri untuk memicunya. Dan tentu saja, ledakannya akan memusnahkan duri itu.

<Dewa Dunia memperingatkanmu>

Sosok itu mengabaikan peringatan dan terus melanjutkan aksinya, pedang artefak bersinar cerah seolah sangat senang akan pertumpahan darah yang keji.

"Kurang satu," gumamnya sebelum pergi menuju tempat yang seharusnya tak dia datangi.

***

"Ar, sadarlah!" teriak Cale yang tiba-tiba diserang ketika sedang tertidur. Dia selalu mengizinkan Ar untuk memasuki Istananya, namun Ar masih belum mengetahui itu.

Saat ini, dia mengutuk karena lengah, dia lupa bahwa saudara yang takkan pernah dia anggap saudara itu datang. "Ar! Hentikan ini! Keluar dari hipnotisnya!!!"

"Itu tidak mungkin!"

Suara lain menimpalinya. "Kau!!!" geram Cale ketika melihat naga keji itu.

"Dia takkan lepas dari hipnotis untuk selamanya sampai dia membunuhmu!" ujar naga jahat itu. "Bukankah kau sudah tahu ini akan terjadi, saudaraku? Kau pasti tahu ini akan terjadi, Time Controller," lanjutnya dengan seringai menyeramkan.

Cale tersentak.

"Apa yang kau tunggu, bunuh yang terakhir, anak baik!"

Naga jahat memerintahkan Ar yang segera melaksanakannya.

"Ar, jangan lakukan. Kau akan menyesalinya tanpa ada akhir untukmu. Dengarkan, Ar! Kita teman, kan? Kita... kau tahu, aku tidak bermaksud menghindarimu. Ada beberapa hal yang harus kulakukan dan aku tidak sempat menemuimu. Maaf, Ar...…" rengek Cale yang menahan serangan itu.

Sabetan pedang artefak Dewa Tersegel menggores dada Cale tanpa ampun. "Ugh!" Dia tidak mau menyakiti Ar, dia tidak bisa....

"Ada penghitung waktu untuk Ar mu tersayang, saudara, ah bukan, kau bukan saudaraku. Kau Time Controller yang seharusnya tak perlu hidup, jadilah benda mati sana!!!" lengking naga jahat itu sambil membantu Ar dari belakang.

"The First Nightmares, dengarkan aku."

Cale bersenandung saat membulatkan tekadnya. "Awasi dunia ini sampai aku kembali!" pintanya.

{Sesuai keinginanmu, Anakku}

Srak!

Krak!

Pedang terkutuk itu menembus tubuhnya namun dia tersenyum. Simbol Time Controller berpindah.

Cahaya di mata Ar kembali, air matanya tak bisa berhenti.

<Selamanya Sumpah Kematian yang kau langgar akan menggerogoti jiwa terkutukmu>

<Jika kau merasakan sedikit saja kasih sayang terhadap seseorang, maka jiwa orang tersebut akan musnah>

Kutukan dari pelanggaran sumpah mendengung dalam jiwanya. Ar jatuh terduduk, pedang artefak Dewa Tersegel masih berada di tangannya.

***

"Aku akan menemukan rahasia langit dan mencari cara kembali ke masa lalu, jadi berikan aku sebagian artefakmu yang lain, oh Dewa Tersegel," pinta seorang pria yang telah kehilangan kebahagiaan dan perlahan jiwanya terkikis dalam penderitaan tanpa akhir.

[Tak tahu malu, kau masih berniat menargetkan langit? Beraninya kau! Tak ada siapapun yang bisa kembali ke masa lalu!!!!]

Pria itu merespon tanpa emosi. "Tidak, aku pasti akan menemukan kebenarannya. Aku harus merubahnya," ucapnya.

Dan mulai saat itu, dia berjalan di jalur kehancuran dan kekacauan sampai The First Nightmares memberinya gelar utusan keabadian dan epilog.

***