webnovel

Fanfic Omniscient Reader's Viewpoints

Ini adalah fanfic yang kubuat untuk menemukan epilog yang kuinginkan untuk MC. Sebaiknya jangan membaca fanfic ini jika belum membaca novel aslinya sampai tamat karena mengandung spoiler. *** Han Sooyoung sampai di depan pintu itu lalu perlahan membukanya dengan harapan putus asa. Bagaimana jika itu harapan palsu? Bagaimana jika hal yang lebih buruk terjadi? Bagaimana jika sekeras apapun mencoba berharap itu mungkin, itu tidak terjadi? Saat pintu itu terbuka, ruangan terang dengan jendela terbuka lebar dan tirai berkibar terlihat. Semua kertas-kertas yang telah dia tulisi bertebaran dimana-mana. Han Sooyoung menyeringai seperti orang idiot lalu melangkah masuk sambil menyaksikan kesimpulannya. [Cerita ini hanya untuk satu pembaca itu] ***

Miharu2Tachi · Others
Not enough ratings
95 Chs

Epilog 29 : Kutukan (2)

—Kutukan macam apa itu? Kau sudah tahu, kenapa masih bertanya?

Yah, aku pikir aku perlu memastikannya sekali lagi, di sini dalam kegelapan ruang terdalam Perpustakaan Abadi, aku sedang berbincang-bincang dengan seseorang yang sejak awal aku tak tahu wujudnya. 'Dia' hanya bersuara, terkadang bergema di sekitar dan juga di kepalaku seperti dering bel.

Aku tak tahu 'dia' apa, tapi anehnya aku merasakan rasa keakraban seakan 'dia' adalah seseorang yang terpenting bagiku di awal maupun akhir saat ini.

—Aku menahan kesadarannya sampai waktu penyegelan dimulai.

'Dia' menahan kembaranku karena tidak suka kekacauan yang terjadi sekarang, sejujurnya hal ini telah kuprediksi sehingga tidak terlalu mengejutkan.

Ngomong-ngomong, apakah mereka baik-baik saja di dunia ilusi itu? Dunia ilusi itu adalah cerita yang terlepas dariku berdasarkan apa yang 'dia' katakan, dan disimpan oleh The First Nightmares. Bisa dibilang meskipun aku tahu identitas diriku sendiri sebagai Nightmares, aku sama sekali tidak tahu proses awalnya. Semua proses itu diambil sebagai ganti menjadi Nightmares.

Obsesi kuat untuk mengakhiri semua ini berakar dalam hati dan pikiranku, terus-menerus menggerogoti sampai aku pikir akan menyerah. Tetapi, aku tidak bisa menyerah sekarang, waktunya sudah dekat seperti yang 'dia' katakan.

Setelah kami berpisah menjadi dua di penjara Tower Of Nightmares, aku menjadi wadahnya sementara Yang Hebat menjadi pembawa emosi kekacauannya, mulai saat itu 'dia' tidak bersuara lagi karena tersegel. Dan sekarang segelnya terlepas, jadi aku mengucapkan selamat datang padanya, mungkin aneh menyebutnya 'jiwa yang asli' tapi itu benar. Itu karena 'dia' memproklamirkan diri sebagai 'jiwa yang asli' dengan sifat labil namun misterius.

—Dan biarkan aku bermain-main sebentar, tenang saja. Selama mereka masih menganggap kau dikendalikan sebagai boneka, aku tidak akan membunuh mereka.

"Jangan menipuku, aku merasa kau sama-sama penipu sepertiku," bantahku.

—Haha, kau benar. Tapi, kau selalu sangat tenang, bukan? Apa kau begitu mempercayaiku?

"Tidak, aku percaya pada diriku sendiri."

—...… kau secara mengejutkan sangat pintar.

"Baik, aku menganggap itu pujian meskipun nadamu terdengar mengejek."

Aku terkekeh, dalam situasi semacam ini aku masih bersikap sangat tenang, itu karena segalanya akan berjalan seperti yang 'dia' katakan. 'Dia' yang menanggung semua cerita mengerikanku dan memberitahu bahwa itu perlu agar aku bisa mencapai akhir yang kuinginkan.

Pada saat berikutnya —

(Nightmares)

Kata-kata itu berasal dari luar, aku tahu itu siapa, seseorang yang aku bersedia melayaninya sebagai ganti dia menerima apapun permintaanku, dia yang terus mendesakku untuk mengetahui alasan sebenarnya diriku menjadi Nightmares. Namun, itu aneh bahwa dia tahu sesuatu yang tidak kuketahui, siapa dia? Siapa aku... aku...

(Kau yakin membiarkanku menyimpan cerita terpentingmu? Aku tahu, aku tidak bisa mengubahnya meskipun berulang kali kembali, tapi apa kau tidak mau mengambilnya?)

Apa maksudnya?

—Ck, dia menyebalkan. Kau tidak perlu mendengarkannya!

Suara itu memerintah, selanjutnya aku tahu apa yang akan dia lakukan. Meskipun aku mau, 'dia' tak bisa dihentikan. Secara perlahan 'dia' menidurkanku di sini untuk mengambil alih.

(Hei, seharusnya kau tidak menerima tawaran iblis itu, Dokja.)

Berhenti untuk sesaat berkat kata-kata itu. Apa?! Tawaran iblis?! Sebelum aku sempat bertanya, 'dia' menidurkanku dengan paksa kali ini. Sepertinya aku telah melakukan kesalahan besar....

***

"Kim Dokja, kau tidak perlu mati."

Yoo Jonghyuk berdiri di ambang pintu flat kecil 'Kim Dokja' sambil menyemburkan keyakinannya. 'Kim Dokja' menyipitkan mata lalu menyilangkan tangannya tepat di depan Yoo Jonghyuk dengan sikap angkuh.

"Kau masih di sini? Kau bilang ini dunia ilusi, jadi kenapa kau tidak pergi? Aku mengizinkanmu pergi."

Yoo Jonghyuk tercengang dengan betapa berbedanya sikap 'Kim Dokja' sebelumnya dan yang sekarang. Sangat kontras.

—Berapa banyak kepribadian yang dia miliki?

Kekhawatiran Yoo Jonghyuk meningkat, tapi ada satu masalah. Itu adalah pernyataannya 'aku mengizinkanmu pergi' seolah jika dia 'tidak mau', Yoo Jonghyuk akan terjebak selamanya di sini, di dunia ilusi.

Walaupun ada sedikit keinginan untuk tetap tinggal, Yoo Jonghyuk harus bersikap tegas. Rekan-rekannya ada di sana dalam bahaya dan mungkin mengalami ilusi seperti ini. Bertemu 'Kim Dokja' lain yang dia tak bisa memperkirakan ada berapa, lalu mendapatkan sedikit penghiburan kemudian ditendang pergi.

—Ada tiga cara untukmu selamat dan mendapatkan kesimpulanmu.

Dia merasa suara itu masih terngiang sampai saat ini. Apapun yang disarankan, Yoo Jonghyuk menolak semuanya. Pemilik suara itu tampaknya seorang psikopat sadis yang memberikan metode luar biasa mengerikan.

—Pertama, bunuh 'Kim Dokja'.

Wajah Yoo Jonghyuk mengerut dalam kemarahan, dia memutuskan untuk mengabaikan semua saran itu. Yang pertama sudah tak bisa diterima, apalagi sisanya. Selain semua saran itu, informasi yang disampaikan pemiliknya sangat mengejutkan.

Namun, dia harus menenangkan diri.

Melihat tak ada tanggapan, 'Kim Dokja' menghela napas lalu berbalik.

"Masuklah," ucapnya.

Yoo Jonghyuk mulai mencatat di benaknya berapa kali perubahan sikap 'Kim Dokja' terjadi ketika dia mengikuti yang terakhir ke dalam flat.

Ini masih di hari yang sama, tanggal 14 Februari di musim dingin, sore hari. Waktu berjalan sangat cepat di dunia ilusi.

"Jadi, karena kau mengizinkanku pergi. Kau menghilangkan mereka, kan?" tanyanya dengan yakin.

Keluarganya yang baru dia temui selama sehari menghilang, kemudian yang paling aneh adalah orang-orang lain juga sama. Dia akhirnya yakin apa dunia ilusi ini.

'Kim Dokja' membalik tubuhnya lalu menatap secara intens sebelum menjawab.

"Kau tidak mau aku mati, tapi kau tidak bisa mengubah apapun, protagonis."

Deg!

Yoo Jonghyuk membelalakkan matanya terkejut.

"Kau mau tinggal sampai besok? Bagaimana kalau kita membuat kue perayaan sekarang?" tawar 'Kim Dokja' yang tersenyum pahit.

"Kue?" ulang Yoo Jonghyuk.

Yang pertama mengangguk lalu menunjuk tanggal yang berada di sudut di ruangan dapur ini.

"Besok ulang tahunku," ucapnya.

"Itu…"

Yoo Jonghyuk tidak tahu harus merespon seperti apa, dia merasakan ketidakberdayaan di depan 'Kim Dokja'.

"Kau tidak mau?" tawar 'Kim Dokja' lagi.

Yoo Jonghyuk memasang ekspresi rumit menunjukkan sangat sulit menerima situasi ini.

Akhirnya dia membalas. "Ayo buat bersama."

Dia bisa melihat sedikit senyuman tulus dari wajah putih itu.

Malamnya, mereka berhasil membuat kue kecil yang manis dan memakannya bersama.

"Selamat ulang tahun, Kim Dokja," ucap Yoo Jonghyuk sambil menahan perasaan tercekik. Dia setidaknya harus memenuhi permintaan temannya.

"Terimakasih, Jonghyuk. Kau protagonis dan pahlawan-ku," balas 'Kim Dokja' yang tersenyum cerah.

Balasan itu semakin memperburuk perasaannya yang sudah rumit, mungkin saja jika dia menyadarinya lebih awal, dia tidak akan memakan kue itu.

Detik berikutnya, matanya yang berat menutup.

Kelembutan dan keempukan sofa membungkus tubuhnya saat dia kembali sadar, Yoo Jonghyuk merasa kosong karena dia tahu 'Kim Dokja' memasukkan sesuatu ke dalam kue yang dia makan, dia tertidur berkat itu.

Dengan perasaan berat, dia bangun untuk menemukan keheningan dalam flat ini. Jantungnya berdetak kencang, rasa takut mulai membanjirinya.

"Kim Dokja?"

—Sial! Aku seharusnya tidak tertidur!

Sambil menyalahkan diri sendiri, Yoo Jonghyuk memeriksa semua ruangan. Dapur, kamar mandi, dan terakhir kamar tidur. Tangannya gemetaran ketika mendorong pintu kamar tidur yang sedikit terbuka seakan sengaja dibiarkan seperti itu.

Cahaya hangat mentari pagi menerobos jendela kecil di sisi lain darinya, dengan pencahayaan yang terang, pemandangan itu terukir sebagai teror dalam benaknya.

Dia jatuh terduduk dalam genangan darah, air mata menggenang lalu mengalir satu per satu. Kemudian dia teringat.

—Kau tidak bisa mengubah apapun, protagonis.

"I…ni…kutukan."

Dia gagal menghentikannya. Dunia ilusi ini berakhir. Sebelum dia sepenuhnya diselimuti cahaya putih, dia melihat sekilas ekspresi damai di wajah itu.

***