webnovel

Fanfic Omniscient Reader's Viewpoints

Ini adalah fanfic yang kubuat untuk menemukan epilog yang kuinginkan untuk MC. Sebaiknya jangan membaca fanfic ini jika belum membaca novel aslinya sampai tamat karena mengandung spoiler. *** Han Sooyoung sampai di depan pintu itu lalu perlahan membukanya dengan harapan putus asa. Bagaimana jika itu harapan palsu? Bagaimana jika hal yang lebih buruk terjadi? Bagaimana jika sekeras apapun mencoba berharap itu mungkin, itu tidak terjadi? Saat pintu itu terbuka, ruangan terang dengan jendela terbuka lebar dan tirai berkibar terlihat. Semua kertas-kertas yang telah dia tulisi bertebaran dimana-mana. Han Sooyoung menyeringai seperti orang idiot lalu melangkah masuk sambil menyaksikan kesimpulannya. [Cerita ini hanya untuk satu pembaca itu] ***

Miharu2Tachi · Others
Not enough ratings
95 Chs

Epilog 17 : Penukaran Peran (3)

Pelukan lembut dan hangat, aku bisa melihat cahaya keemasan menyebar di antara kami. Dia memelukku dengan erat sambil menangis tersedu-sedu.

"Kim Dokja!"

Aku menepuk tangan yang memelukku dari belakang, tangan putih dan halus itu gemetar.

"Uriel,"sapaku.

"Hnm!"

Dia tampaknya mengusap kepalanya ke punggungku, aku menjadi gugup. Untungnya, bukan salah satu dari mereka yang menemukanku, tentu saja mereka akan kesulitan mengingat.

Uriel melepas pelukannya setelah beberapa saat, lalu aku berbalik untuk menatap mata emeraldnya yang berbinar-binar.

"Uriel, aku bukan Kim Dokja. Panggil aku sesuatu yang lain,"saranku.

Itu terasa tidak menyenangkan jika terus dipanggil dengan nama yang kupinjam, meski aku yakin setelah membaca cerita itu di perpustakaan, keraguan samar masih membayangi.

—Tidakkah kau bertanya-tanya, kenapa Tower Of Nightmares memberi kita nama dengan arti yang sama?

Tidak, aku menggeleng berusaha mengenyahkan pemikiran itu. Akan lebih baik jika aku tidak mengetahuinya.

Kyrgios tiba-tiba duduk di bahuku setelah pemukulan acak, dia memiliki ekspresi serius, begitu juga dengan Namgung Minyoung. Hanya Uriel yang masih sama, meskipun dia adalah gabungan dari Uriel putaran ke-999, tidak, ego Uriel yang lain sudah tercampur dengan Uriel yang kukenal.

Aku senang dengan itu, awalnya akan menjadi asing jika Uriel yang kukenal berbeda, mungkin ego Uriel putaran ke-999 sedang tertidur untuk saat ini. Bisa jadi, ketika dia bertemu Secretive Plotter, dia akan terbangun, mengingat betapa bencinya dia pada Secretive Plotter.

Uriel yang berhenti menangis memberikanku sesuatu.

"Apa ini?"

Kotak kecil, ketika aku melihat isinya, itu membuatku bergidik, tapi aku tidak sanggup menolak hadiahnya. Uriel terlihat senang setelah aku menyimpan kotak kecil itu ke saku mantel, sementara Namgung Minyoung tiba-tiba menyeretku.

"Ayo bicara di tempat lain," ucapnya.

Cafe dengan makanan yang manis, kami duduk di dekat jendela untuk mengawasi para pejalan kaki sambil memakan es krim. Pakaian santai mereka menurutku sedikit terbuka di tengah suhu dingin ini. Transenden tidak terpengaruh pada suhu dingin atau panas. Sementara, untuk Uriel dengan gaun lemonnya terlihat manis.

"Sebenarnya apa tujuanmu mengirim kami ke sana dengan skenario? Kau tahu, belum ada satu pun yang menerima kompensasinya."

Namgung Minyoung langsung menuju pokok persoalan. Itu tidak terlalu mengejutkan bagi mereka untuk tidak menerima kompensasi itu, itu karena mereka tak tahu alasan mendapatkannya.

Tempat kami berkumpul adalah sebuah ruangan tanpa pintu yang dibatasi dinding tipis dan setinggi jendela. Cafe yang nyaman sehingga aku bisa leluasa berekspresi dan berbicara tanpa takut diperhatikan.

Sebelum kami sampai di sini, perhatian menyebalkan diarahkan padaku, inikah yang selalu dirasakan Yoo Jonghyuk? Lain kali, aku harus membuat wajahku sedikit lebih jelek.

Mereka masih menunggu jawabanku, aku menghela napas lalu menjawab.

"Untuk memenuhi persyaratan."

Uriel menghentikan gerakannya pada kata-kataku. Dia yang duduk di seberang, menatapku.

Tentu saja selain Uriel, mereka takkan memahaminya. Ketika di Dark Stratum, setelah sebagian jiwaku kembali dan sebelum aku tahu tentang identitas Penjelajah, ada suatu tawaran yang dibisikkan ke telingaku. Tawaran untuk mengetahui kebenaran dan mengabulkan keinginanku.

Setelah ingatan sebagai Penjelajah kudapat, aku mengetahui darimana bisikan itu berasal, itu adalah Tower Of Nightmares, yang menciptakanku dan juga dapat melenyapkanku tanpa sisa seperti kotoran yang dibakar.

Namun, aku masih belum menerima hadiahnya karena aku tidak mau mengetahui kebenaran apapun lagi. Cukup untuk tahu bahwa aku adalah Penjelajah yang Tertinggal.

"Muridku menderita karenamu, dia seperti orang bodoh akhir-akhir ini," Namgung Minyoung mengalihkan pembicaraan.

Aku dengan senang hati membalas.

"Itu lebih baik, jika dia tahu, dia akan lebih tersiksa—"

Dia menyela.

"Dia sudah tahu, dia sudah menemuiku untuk mengkonfirmasinya,"lanjutnya.

"Apa?"

Aku terkejut, tidak mungkin dia masih memiliki kenangan tentangku... Kecuali novel—

Aku lupa satu hal, Han Sooyoung adalah seorang penulis, maka dia pasti menyimpan catatan tentangku terlepas dari ingatannya yang terhapus. Yah, itu tidak seperti diluar perkiraan, lagipula menghapus keseluruhan akan membuatku ditempatkan di penjara Tower Of Nightmares. Itu mengerikan hanya dengan membayangkannya, aku sudah mengalaminya setidaknya satu kali.

"Meskipun mereka tidak mengingatmu, mereka masih memiliki perasaan yang kuat padamu, jadi jangan bersikap sejahat itu, ini nasihatku."

Setelah mengatakan itu, Namgung Minyoung dan Kyrgios pergi, mereka selalu bisa menemukanku selama aku berada di dunia ini, jadi mereka tidak khawatir. Lagipula, perasaan mereka tidak sekuat teman-temanku.

Hanya aku dan Uriel yang tersisa, kami diam untuk waktu yang lama. Dan Uriel lah yang memecahkan kesunyian.

"Aku harus memanggilmu apa?"

Saat aku akan membalas—

Kerumuman orang datang ke tempat kami, gedebuk langkah kaki bisa terdengar. Aku menatap Uriel dan menyadari sesuatu. Baiklah, sudah saatnya untuk bertemu mereka.

"Apakah yang diceritakan Sooyoung-unni benar?"

"Tentu saja, tidakkah kau membaca novelnya?"

"Tapi, itu tampak tidak nyata. Bagaimana mungkin kita tiba-tiba melupakannya, kenapa bisa begitu?"

Aku bisa mendengar suara yang saling berdebat. Yang pertama muncul adalah Shin Yoosung dan di belakangnya Lee Gilyoung yang sekarang seperti aktor tampan.

"Eh?"

"Entah kenapa aku merasa ingin menangis.... "

Wajah Shin Yoosung memerah, sementara Lee Gilyoung menahan air mata yang akan keluar dari matanya yang memerah. Aku tersenyum ke arah mereka.

Mereka tetap berdiri di sana menghalangi yang lain untuk masuk.

"Minggir!! Kenapa kau selalu menghalangi jalan, nak?!"

Seseorang yang menjadi pedangku, dia datang setelah mendorong Lee Gilyoung. Jung Heewon tercengang setelah melihatku, lalu dia melihat Uriel.

"Pacar baru Uriel?!"

Sekilas, aku melihat Uriel cemberut.

"Halo."

Aku menyapa mereka seperti orang asing. Pasti aneh bukan? Seharusnya aku akan sangat senang sampai menangis setelah bertemu mereka, tapi aku tidak melakukannya. Emosi itu tidak muncul, sekuat apapun aku mencoba mengeluarkannya. Isi perjanjian dengan Yang Hebat di dimensi dunia asli melayang di kepalaku.

—Kau akan kehilangan semua emosimu.

Sebenarnya tidak semua, setidaknya emosi dasar masih ada. Aku tidak akan menjadi manekin dan kembali menjadi Penjelajah tanpa emosi.

"Namamu Kim Dokja-ssi?" tanya Jung Heewon.

Benar, mereka mengenalku dengan nama itu, bagaimana jadinya jika namaku bukan itu? Mungkin, bisakah aku meminjam namanya sekali lagi? Meski rasa pahit merayap dan membuat ekspresiku mendung.

"Ah, maafkan aku. Aku salah," ucap Jung Heewon setelah melihat ekspresiku.

Aku tidak bermaksud begitu, tapi ini tidak bisa membantu, mereka mengenalku sebagai 'Kim Dokja'.

—"Aku tidak peduli kau apa, tapi bagi kami kau adalah 'Kim Dokja' kami."

Pernyataan Han Sooyoung waktu itu membuatku sedikit goyah dalam kebencian pada nama itu, mungkin 'dia' akan menertawakanku saat ini karena berniat menggunakan namanya lagi.

Bagi mereka aku adalah Kim Dokja, begitulah adanya. Dan aku tidak ingin mereka tahu tentangku lebih dari itu.

Jadi, aku membalas setelah menata ekspresi.

"Tidak, aku memikirkan sesuatu tadi. Jung Heewon-ssi, Lee Gilyoung, Shin Yoosung, senang bertemu dengan kalian."

Inilah perkenalanku.

Tiba-tiba sebuah suara yang bukan salah satu dari mereka menyahut.

"Sampai kapan kau akan bersikap seolah tidak mengenal kami?"

Suara yang dingin dari seorang pria yang menjadi teman pertamaku melempar kesadaranku kembali ke kenyataan.

***