webnovel

Fanfic Omniscient Reader's Viewpoints

Ini adalah fanfic yang kubuat untuk menemukan epilog yang kuinginkan untuk MC. Sebaiknya jangan membaca fanfic ini jika belum membaca novel aslinya sampai tamat karena mengandung spoiler. *** Han Sooyoung sampai di depan pintu itu lalu perlahan membukanya dengan harapan putus asa. Bagaimana jika itu harapan palsu? Bagaimana jika hal yang lebih buruk terjadi? Bagaimana jika sekeras apapun mencoba berharap itu mungkin, itu tidak terjadi? Saat pintu itu terbuka, ruangan terang dengan jendela terbuka lebar dan tirai berkibar terlihat. Semua kertas-kertas yang telah dia tulisi bertebaran dimana-mana. Han Sooyoung menyeringai seperti orang idiot lalu melangkah masuk sambil menyaksikan kesimpulannya. [Cerita ini hanya untuk satu pembaca itu] ***

Miharu2Tachi · Others
Not enough ratings
95 Chs

Epilog 14 : Bagaimana Jika Ways Of Survival Tidak Pernah Ada? (1)

Di tepi laut, pantai berpasir Haeundae. Kedua pemilik wajah yang sama bertemu.

"Kau di sini."

Iris obsidian itu menyala, wajah kecil imutnya menampilkan ekspresi keyakinan. Dia meraih ke depan, ke tangan eksistensi di depannya, eksistensi yang memiliki wajah mirip dengannya tapi bertubuh dewasa.

[Apa kau menungguku?]

"Ya."

Sulit untuk menyebutkan nama mereka karena yang satu tidak memiliki nama, sementara yang lain tidak yakin dengan namanya. Mereka saling memandang sesaat lalu tatapan mereka beralih ke langit, Aula Besar mulai mendekati tanah.

[Tolong lakukan]

Permintaan putus asa dari sosok itu menyebabkan percikan listrik di sekitarnya, dia pemilik probabilitas. Rantai-rantai emas muncul dari belakang tubuhnya lalu mengarah ke Aula Besar.

"Kim Dokja."

[Aku bukan Kim Dokja]

"Tidak, itu kau."

Sosok itu bingung dengan jawaban yang penuh keyakinan dari tubuh kecil di depannya.

Anak itu, atau apakah dia bisa disebut seorang anak?

Dia menggenggam tangan sosok berpakaian hitam dengan rantai emas yang ditautkan ke Aula Besar.

"Kau tidak harus melakukan ini, kenapa seorang Penjelajah sepertimu yang seharusnya tak memiliki emosi khusus selalu melakukan pengorbanan?"

[…]

Sosok itu menunduk.

[Tidak ada waktu, dunia asli ini akan hancur]

"Jika aku melakukannya, semua sejarahmu akan terhapus, Kim Dokja."

Sosok itu terlihat jengkel.

"Apa kau bersenang-senang menganggap dirimu bukan Kim Dokja dan beranggapan menyalin Kim Dokja yang asli? Itu konyol. Egomu tampaknya terbagi. Ini kasus langka untuk Penjelajah. Tentu saja, itu mungkin untukmu. Penjelajah yang Tertinggal."

[Aku tidak mengerti. Kau adalah Yang Hebat, kenapa kau seperti pernah mengenalku sebelum perjanjian dibuat?]

Anak itu terkekeh.

"Kau adalah anak yang malang. Tidak aneh bagi God Of Stories untuk mengasihanimu dan memberimu kesempatan untuk hidup di ruang yang tak hampa. Namun, fana."

[Anak, itu lebih cocok untukmu]

Grrrrrrr!!!

Langit seperti akan runtuh, tak ada cahaya tersisa yang bisa terlihat di langit. Semua ditelan kegelapan, badai yang dahsyat menyebar, sosok itu menjadi tergesa-gesa dengan mengeluarkan lebih banyak rantai.

"Kau ingin menghentikannya? Itu artinya perjanjian kita selesai dan kau harus kembali, demikian juga diriku. Kau tahu artinya, kan?"

Sosok itu mengangguk.

[Sejak awal aku harus kembali]

"Bagaimana dengan skenario paksa yang kau berikan pada teman-temanmu?"

Wajah sosok itu berubah, itu ekspresi kesedihan dan kesepian.

[Tentu saja, aku sudah mempersiapkan sejumlah probabilitas untuk itu]

"Tidak, bukan itu."

Anak itu mengangkat kepalanya lalu menyentuh wajah entitas yang tunduk di depannya. Yang terakhir memejamkan matanya lalu menghilangkan rantai itu, tubuhnya menyusut. Asap hitam menelan mereka sesaat.

"Kita berbagi cerita, semuanya, bahkan aku mengira bahwa aku adalah Kim Dokja. Namun, aku seorang juri yang netral, aku tidak akan merebut apa yang seharusnya menjadi milikmu."

[Tidak, perjanjian itu. Bagaimana.…]

Tak!

Mereka menoleh ke asal suara.

"Kim Dokja!!!"

"Apa? Ada dua Kim Dokja?"

"Sial! Yang mana dari kalian yang bernama Kim Dokja?! Tidak, tunggu... Ini pertanyaan konyol. Hei, pasti itu kau."

Lee Jihye, Lee Hyunsung, dan Kim Namwoon menemukan mereka.

Lee Jihye menunjuk anak berpakaian hitam. Sebelum mereka tiba, sosok itu berubah menjadi anak kecil. Yang satu berpakaian hitam, yang lain berpakaian putih. Lebih tepatnya itu jubah.

Dua kembaran itu bertatapan sejenak untuk komunikasi tanpa suara lalu menoleh bersamaan.

"Wuah, kalian mirip sekali. Jika Plotter di sini, dia pasti langsung mengenali yang mana."

Lee Jihye merengek dalam kepanikan.

"Kita harus menyeret keduanya kalau begitu."

Kim Namwoon  menyarankan sambil melepas perbannya.

"Hyunsung-ssi."

Lee Hyunsung memasang tembok baja di sekeliling mereka semua untuk mencegah kedua kembaran kabur.

Lee Jihye menarik pedangnya lalu berseru, "Aku tahu kau berbahaya sejak awal meski terlihat seperti domba manis yang polos."

Kedua kembaran menggangguk seolah mengkonfirmasi sesuatu. Yang hitam maju ke depan dan menghadapi pedang Lee Jihye yang menekan lehernya.

"Nak, aktingmu luar biasa. Jika kita hidup di dunia sebelum kehancuran, kau pasti menjadi aktor terbaik."

Darah menetes dari lehernya, tapi bocah dengan mantel hitam tetap tenang.

Kedua kembaran tak mengatakan apapun dan hanya melihat dan mendengarkan ancaman, rengekan, dan keluhan mereka.

Ttang!

Sebuah pedang hitam melesat menabrak pedang Lee Jihye dan terlempar ke bersamaan ke tanah berpasir.

Kedua kembaran melebarkan matanya pada kehadiran kerumunan orang yang mereka kenal.

Pria itu, Yoo Jonghyuk memandang bolak-balik antara keduanya lalu mengerutkan kening dengan tatapan kemarahan. Dia berhasil mengatasi kehancuran mentalnya setelah mendengar cerita dari Secretive Plotter tentang identitas sebenarnya kedua Kim Dokja. Namun, itu sulit untuk menentukan yang mana Kim Dokja yang mereka kenal.

"Mana Kim Dokja yang asli?"

Dia bertanya sambil melepaskan niat membunuh.

Yang hitam tersenyum main-main lalu merentangkan kedua tangannya.

"Itu aku. Yoo Jonghyuk, kau datang."

Yoo Jonghyuk tercengang, dia memperhatikan dengan cermat wajah bocah dengan jubah hitam itu. Kemudian, dia teringat sebelum datang ke sini, pakaiannya berubah hitam.

—Apa itu benar-benar dia?

Keraguan masih menghantuinya, dia takut jika bocah itu bukan temannya dan dia membawanya pergi, apa yang akan terjadi pada yang satunya?

Jadi, Yoo Jonghyuk mengalihkan perhatiannya ke bocah yang memakai mantel putih yang diam-diam menatapnya dengan gelisah.

"Ahjussi?"

Shin Yoosung menginterupsi dan langsung berlari ke bocah berpakaian hitam itu. Sisa kelompok mengikutinya.

"Dokja-hyung!"

"Dokja-ssi."

"Huah, Dokja-ssi, kenapa kau melakukan ini pada kami?"

"Tak tahukah kau bahwa kami semua kesulitan karenamu? Jadi, tolong berhenti dengan pengorbanan anehmu lagi."

"…"

Lee Gilyoung, Lee Hyunsung, Jung Heewon, Han Sooyoung dan Yoo Sangah mengerubungi Yang Hitam. Tembok baja dilepaskan oleh Lee Hyunsung putaran ke-999. Sementara, Lee Jihye dan Kim Namwoon dari putaran ke-999 menatap mereka dengan perasaan rumit.

Ombak menjadi latar belakang reuni mereka, untuk sesaat Yoo Jonghyuk dapat melihat ekspresi iritasi di wajah Yang Putih.

Dia akhirnya yakin yang mana Kim Dokja yang asli.

Dia mengambil pedangnya saat menuju ke tempat Yang Putih berdiri.

Akan aneh jika dia dan kelompoknya tidak menyadari itu, mereka sengaja bersikap begitu untuk memastikan bahwa keyakinan mereka benar.

Namun, pada saat Yoo Jonghyuk hanya berjarak beberapa langkah dari Yang Putih —

"Oh, juri. Aku sudah mencarimu!"

Suara yang mereka benci itu terdengar.

Pria berambut perak berlari melewati Yoo Jonghyuk lalu melompat dan berhenti tepat di depan Yang Putih.

Ekspresi Yoo Jonghyuk dan kelompoknya menegang. Mulut mereka membuka untuk menghirup udara agar tetap tenang.

"Jadi, yang mana yang asli?"

Han Sooyoung tampak kehilangan jiwanya.

Pria berambut perak itu membungkuk di depan Yang Putih sambil menyembunyikan seringai liciknya.

***