webnovel

Fanfic Omniscient Reader's Viewpoints

Ini adalah fanfic yang kubuat untuk menemukan epilog yang kuinginkan untuk MC. Sebaiknya jangan membaca fanfic ini jika belum membaca novel aslinya sampai tamat karena mengandung spoiler. *** Han Sooyoung sampai di depan pintu itu lalu perlahan membukanya dengan harapan putus asa. Bagaimana jika itu harapan palsu? Bagaimana jika hal yang lebih buruk terjadi? Bagaimana jika sekeras apapun mencoba berharap itu mungkin, itu tidak terjadi? Saat pintu itu terbuka, ruangan terang dengan jendela terbuka lebar dan tirai berkibar terlihat. Semua kertas-kertas yang telah dia tulisi bertebaran dimana-mana. Han Sooyoung menyeringai seperti orang idiot lalu melangkah masuk sambil menyaksikan kesimpulannya. [Cerita ini hanya untuk satu pembaca itu] ***

Miharu2Tachi · Others
Not enough ratings
95 Chs

Epilog 12 : Menurutmu Kenapa Dunia Ini Fiksi? (3)

Hujan yang deras disertai badai di Seoul menimbulkan kepanikan karena ramalan cuaca tak mengindikasikan bahwa akan terjadi badai, seolah tiba-tiba langit menangis tanpa aba-aba. Orang-orang berduyun-duyun ke tempat berteduh yang aman sambil menghindari tabrakan yang disebabkan angin liar.

Han Sooyoung dan kelompoknya yang berpakaian aneh sedikit menarik perhatian, tapi itu hanya sesaat. Mereka saat ini di pusat perbelanjaan besar, gedung yang memiliki sekitar enam lantai dan terlihat mewah. Secara alami, penampilan Breaking The Sky Sword Saint Namgung Minyoung dan Uriel membuat orang-orang di sekitar terpesona.

"Huh."

Kyrgios mendengus dari balik saku pakaian Lee Hyunsung, tempatnya bersembunyi dengan tubuh kecilnya. Akan sangat heboh jika orang kecil sepertinya ditemukan di dunia yang terlalu realistis. Jadi, kelompok itu memutuskan menyembunyikannya dan mengganti pakaian mereka dengan arahan Han Sooyoung yang berpengalaman.

"Bagaimana dengan uang? Kita tidak punya uang!"

Lee Jihye di sisi lain sangat cemas sambil menyaksikan badai di luar yang terlihat melalui dinding kaca. Payung-payung beterbangan, mungkin akan ada kecelakaan akibat kuatnya angin.

"Kalian tunggu di sini."

Han Sooyoung tiba-tiba berlari keluar menembus badai, menghiraukan panggilan kelompoknya.

"Apa yang harus kita lakukan sekarang. Aku merasa asing dengan dunia ini meskipun ini Seoul yang sama."

Ucapan Lee Jihye benar, mereka yang melakukan skenario di dunia kehancuran pasti merasa asing. Kecuali Uriel, Namgung Minyoung, dan Kyrgios yang berniat mencari hal-hal untuk dilakukan daripada berdiam diri dan tenggelam pada emosi labil.

Jadi, mereka bertiga diam-diam pergi dari kelompok untuk menelusuri area bagian dalam gedung mall.

Pedang yang mereka bawa mungkin dianggap sebagai satu set costum oleh beberapa orang yang berbisik-bisik di lantai yang sama.

Shin Yoosung dan Lee Gilyoung terlalu depresi untuk sadar pada lingkungannya. Mereka seperti boneka yang kehabisan baterai dan tak punya keinginan lagi.

"Kemana Sooyoung-unni pergi?"

Pertanyaan Lee Jihye mengaburkan lamunan mereka.

"Mungkin dia mencari solusi dari masalah kita sekarang."

Beberapa saat kemudian —

"Apa aku salah lihat?! Itu... Itu Master!"

"Apa?!"

Teriakan Lee Jihye yang bersemangat membuat orang-orang menoleh.

"Ups."

Lee Jihye menutup mulutnya, sementara kelompoknya melihat ke arah yang ditunjuk Lee Jihye.

Memang, dia benar. Itu adalah pria berjas hitam yang mereka kenal, pria yang paling berjuang untuk menyelesaikan skenario demi menyelamatkan Kim Dokja. Lalu, wanita di sisinya, orang yang mengenal Kim Dokja sebelum dunia kehancuran, orang yang lembut tapi juga kejam.

Han Sooyoung berdiri di di samping Yoo Jonghyuk sambil menggumamkan beberapa kutukan.

Akhirnya semua kelompok Perusahaan Kim Dokja berkumpul, itulah yang mereka pikirkan sampai....

"Hei, kemana Uriel pergi?" tanya Jung Heewon.

Mereka menengok kesana-kemari untuk mencari, tapi yang dicari tak ada.

"Kalian selamat," Yoo Sangah menyambut mereka dengan wajah bermakna.

Sementara Yoo Jonghyuk masih berwajah datar, mata coklatnya tak memiliki cahaya, seolah dia mengalami infeksi pikiran.

"Master, apa yang terjadi pada Master?!"

Lee Jihye panik saat melambaikan tangannya di depan wajah datar Yoo Jonghyuk, yang terakhir tak merespon apapun.

Yoo Sangah tampak bermasalah untuk menjelaskan alasannya jadi dia mengalihkan perhatian mereka.

"Kita harus mencari yang lain."

Mereka setuju, akan lebih baik jika semuanya berkumpul untuk mendengar cerita yang akan disampaikan Yoo Sangah.

"Pertama, kita ganti pakaian agar tidak menarik perhatian."

Han Sooyoung menyarankan, itu penting untuk tidak menarik perhatian atau mereka akan menghadapi hal merepotkan.

"Tapi, uang—"

Kata-kata Lee Jihye berhenti setelah melihat kartu emas yang diserahkan Han Sooyoung.

"I-ini, milik Master. Benar, Master adalah orang kaya. Tapi, apakah ini bisa digunakan?"

"Coba saja dulu."

"Baik. Yoosung, Gilyoung, ayo ikut denganku!"

Lee Jihye menyeret mereka berdua.

"Aku akan ikut, ayo Hyunsung-ssi."

Jung Heewon dan Lee Hyunsung mengikuti Lee Jihye meninggalkan Han Sooyoung, Yoo Jonghyuk, dan Yoo Sangah yang gelisah.

***

"Tunggu, tunggu sebentar. Apa maksudmu Dokja-ssi yang kita kenal bukan Dokja-ssi?"

Setelah berganti pakaian dan menemukan tiga pengacau yang hilang, mereka menenangkan diri dengan makan di cafe mall sambil mendengarkan cerita dari Yoo Sangah.

Bukan hanya Jung Heewon, yang lain selain Yoo Jonghyuk tak mengerti apa yang dia ceritakan. Bahkan, Han Sooyoung yang memahami ketidaknormalan juga bingung.

"Tolong jelaskan apa maksud dari Ahjussi yang bukan Ahjussi, Sangah-unni."

Shin Yoosung bertanya dengan takut-takut, sebenarnya mereka tak ingin tahu lebih banyak tentang Kim Dokja. Alasannya adalah pasti rahasia itu melebihi apa yang bisa mereka perkirakan. Yang pertama adalah novel yang Kim Dokja ceritakan pada mereka sudah cukup membuat mereka gila, lalu sekarang tentang Kim Dokja bukanlah Kim Dokja sejak awal, lalu siapa dia? Apa dia Dewa?

—"Kadang-kadang aku merasa bahwa Hyung lebih mirip protagonis atau Dewa."

—Dokja-hyung mengusap rambutku sambil berkata,"Aku bukan protagonis, aku seorang pembaca."

Kenangan singkat lewat di kepala Lee Gilyoung yang membuka dan menutup mulutnya tanpa suara.

"Dokja-hyung menganggap kita apa?"

"Karakter."

Jawaban dingin membekukan tulang membuat mereka terperanjat. Han Sooyoung mengerutkan kening sambil melihat pria yang sejak tadi seperti manekin menakutkan.

"Apa, k-karakter? Tapi...."

Lee Gilyoung tak sanggup meneruskan kata-katanya. Akan lebih menyakitkan jika dia mengakui kebenaran.

"Apa selanjutnya?"

Han Sooyoung satu-satunya yang tak kehilangan akal, dia selalu rasional, mungkin orang lain akan mengira dia tak punya hati, tapi itu tidak benar. Jika dia tak punya hati, tak mungkin dia menangis untuk seseorang yang hanya menganggap dia 'orang yang berguna'.

—Yah, Kim Dokja seperti itu sejak awal. Dia berada di garis kemunafikan.

Sebagai yang paling rasional dari seluruh kelompok, Han Sooyoung bertanggung jawab atas kehidupan mereka. Jika dia bisa menemukan Kim Dokja, dia akan memukulnya sampai menjadi bubur untuk melampiaskan amarahnya yang tertahan.

Namun, Han Sooyoung tentu saja tak bisa melakukan itu meski sangat ingin.

Pertama, dia perlu tahu cara kembali ke dunia mereka.

"Yoo Sangah, katakan apa yang harus kita lakukan selanjutnya?"

Tatapannya beralih wanita anggun yang mengenal Kim Dokja sebelum dunia kehancuran.

"Kita harus menemukan Kim Dokja."

Ekspresi yang lain terdistorsi, gemuruh guntur yang menyebabkan kaca bergetar mencerminkan emosi internal mereka.

Pada saat itu—

"Hoo~ apa kalian berhubungan dengan targetku?"

Suara itu menimbulkan lebih banyak kekacauan pada emosi mereka.

***