webnovel

Fanfic Omniscient Reader's Viewpoints

Ini adalah fanfic yang kubuat untuk menemukan epilog yang kuinginkan untuk MC. Sebaiknya jangan membaca fanfic ini jika belum membaca novel aslinya sampai tamat karena mengandung spoiler. *** Han Sooyoung sampai di depan pintu itu lalu perlahan membukanya dengan harapan putus asa. Bagaimana jika itu harapan palsu? Bagaimana jika hal yang lebih buruk terjadi? Bagaimana jika sekeras apapun mencoba berharap itu mungkin, itu tidak terjadi? Saat pintu itu terbuka, ruangan terang dengan jendela terbuka lebar dan tirai berkibar terlihat. Semua kertas-kertas yang telah dia tulisi bertebaran dimana-mana. Han Sooyoung menyeringai seperti orang idiot lalu melangkah masuk sambil menyaksikan kesimpulannya. [Cerita ini hanya untuk satu pembaca itu] ***

Miharu2Tachi · Others
Not enough ratings
95 Chs

Epilog 11 : Dunia Tanpa Skenario (1)

Di sebuah rumah yang lumayan besar, sedang terjadi keributan. Beberapa orang datang menonton keributan itu seolah menonton drama pagi.

Ada seorang anak lelaki yang berhadapan dengan beberapa orang dewasa, itu adalah kerabatnya. Anak itu tampak sangat marah sambil mengacungkan pisau di tangannya.

Dia sebenarnya tidak ingin melakukan itu, tapi perlakuan mereka sudah keterlaluan. Untungnya dia berhasil menyuruh tamunya pergi pada saat seperti ini. Dia tidak ingin tamunya mengetahui masalahnya.

"Dasar kau anak pembunuh!"

Salah seorang dari kerabatnya membentak dan melangkah maju untuk merebut pisau itu. Namun, anak itu gigih, dia memegang pisaunya erat-erat. Dia tidak ingin hidup seperti ini, dia berharap segalanya akan berbeda jika dia bukan 'dia'.

Apa yang ada di kedalaman matanya adalah penyesalan, rasa bersalah, dan keinginan untuk membalas. Anak itu takut tapi masih tetap bertahan. Dalam mimpinya, dia adalah seseorang yang bertarung tanpa rasa takut pada kematian, entah kenapa dia ingin seperti itu.

Mungkin dia akan menyerahkan jiwanya pada iblis jika dia bisa terlepas dari hidupnya yang mengerikan. Namun, halaman-halaman Ways Of Survival muncul di benaknya, itu perjuangan seorang pria yang tak menyerah sampai akhir, bahkan meski mati berkali-kali sampai membuat frustasi.

Pria tua dari kerabatnya akhirnya berhasil merebut pisau itu dan menyuruh yang lain mengusir warga yang menonton.

"Ini bukan tontonan!"

Warga sedikit kecewa, beberapa di antaranya berniat memanggil polisi, tapi mereka tidak melakukannya karena yang bersangkutan adalah orang-orang yang berpengaruh di kota ini.

Pintu rumah tertutup dan anak itu mendapatkan hukuman karena berani pada mereka. Dia bertanya-tanya kenapa hidupnya seperti ini? Apakah dia dikutuk? Sesaat dia memikirkan tamunya yang memiliki nama yang sama dengan karakter novel itu.

Kerabatnya merampok rumahnya dan mengambil uang yang dia punya, mereka sekelompok penjahat ulung. Mereka adalah kerabat dari pihak ayahnya, yang tak punya simpati sedikit pun.

Anak itu tertelungkup setelah dipukuli, mungkin jika hukum itu adil maka orang-orang ini akan dimasukkan ke penjara karena menganiaya seorang anak. Tentu saja, jika ada yang melapor, dan itu bukan dia.

Bang!

Pintu depan didobrak dengan keras lalu terbuka.

"Siapa yang berani masuk?!"

"Apa ini?!"

Dua suara bersahut-sahutan, yang satu dari kerabatnya dan yang terakhir adalah dari seorang pria yang tak dia harapkan.

Pria itu, Secretive Plotter mengerutkan kening setelah melihat kekacauan di rumah. Dia dan kelompoknya ditipu oleh Kim Dokja, yang memberinya alamat penulis tls123, jadi dia kembali dengan kemarahan.

Di dunia tanpa skenario dan <star stream> sulit menentukan apakah seseorang berbohong atau tidak. Apalagi jika orang itu berbohong tanpa mengedipkan kelopak matanya.

Secretive Plotter tak menyangka seorang anak kecil memiliki kemampuan tinggi dalam berbohong, dan dia mengingat bahwa Kim Dokja di dunia itu juga penipu.

Kemarahan mereda saat tahu bahwa anak itu terluka oleh orang-orang yang tampaknya merampok rumahnya, Secretive Plotter melampiaskan kemarahannya pada mereka.

"Kuek!!"

"Akh!"

"Kuk!"

...

 

Mereka dipukuli menjadi bubur dan membengkak, dia bisa saja membunuh mereka tapi ini adalah dunia tanpa skenario, akan merepotkan jika dia melakukannya.

Mereka yang dipukuli merasa takut dan merinding, itu alami. Meski <star stream> tidak ada, Secretive Plotter masih menjadi Dewa Luar, hanya saja dia tak bisa menggunakan kekuatannya.

Kerabat Kim Dokja meringis kesakitan sebelum pergi dengan ancaman omong kosong. Kim Dokja masih tertelungkup, dia tidak berani menatap pria itu.

"Kim Dokja."

Pria itu memanggilnya, yang terakhir tidak menjawab.

"Aku tidak akan memarahimu karena kau menipuku."

Perkataan itu menyebabkan Kim Dokja mengangkat tubuhnya.

Wajah dan tangan Kim Dokja yang memiliki memar membuat Secretive Plotter merasa jengkel.

Dia menepuk kepala Kim Dokja lalu mengelusnya dengan perasaan rumit. Apakah dia pernah berniat membunuhnya? Itu benar, dan masih ada keinginan untuk itu. Namun, dia takkan melakukannya sekarang dan tidak akan membiarkan orang lain menyakiti anak itu.

Kim Dokja tertegun sesaat, dia entah kenapa tiba-tiba mengatakan,"Bolehkah aku memanggilmu Hyung?"

Tangan Secretive Plotter berhenti, rahangnya yang tegas bergerak-gerak seolah ingin menjawab, tapi tak ada suara keluar. Kim Dokja yang tak mendapat jawaban diam-diam meliriknya dan akhirnya menjadi takut pada ekspresi kosong Secretive Plotter.

"M-maaf."

Mungkin dia ditakdirkan untuk tak memiliki seorang pun yang bisa dipanggil Hyung. Dengan kepala tertunduk, Kim Dokja merasa sedih.

Bagi Secretive Plotter, itu adalah panggilan yang asing, dia tak pernah dipanggil begitu. Namun, saat ini dia bertanya-tanya apakah dia jadi sedikit gila karena ingin dipanggil begitu oleh anak lelaki di depannya?

"Ya, kau bisa memanggilku begitu. Ke depannya panggil aku dengan sebutan itu."

'Sungguh?'

Kim Dokja mendongak dengan mata berbinar. Dia tak bisa menyangkal pemikirannya untuk tidak mempercayai tamunya, tapi tetap saja Kim Dokja ingin setidaknya satu kali saja dia bisa mempercayai seseorang.

Secretive Plotter merasa semakin rumit, emosi aneh mulai muncul dan dia dengan sekuat tenaga menahannya.

Untuk mencegah Kim Dokja melihatnya lebih lama yang membuatnya tidak nyaman, dia pergi dengan berkata, "Aku akan menyiapkan makan siang."

***

Pria berambut perak dengan penampilan cantik itu bersiul sambil melihat sekeliling. Dia memakai hoodie coklat dan celana hitam untuk menggantikan pakaian tempurnya.

Dia berniat untuk bersenang-senang sebentar sebelum menyelesaikan tugasnya.

"Seperti inikah kehidupan manusia? Ramai sekali!"

Dia seperti anak kecil ketika berkeliling di kota, memperhatikan dengan cermat setiap orang yang lewat.

Lalu—

"Hnm?"

Dia mengalihkan perhatiannya ke sekelompok orang yang dia rasa bukan bagian dari dunia ini.

"Ohu, apakah mereka berhasil melewati pintu itu? Menarik!"

Pria berambut perak menaikkan sudut bibirnya, dengan wajah tak bersalah dia menghampiri kelompok itu.

***