webnovel

#11

Karena perkataan Revan tadi, akhirnya aku memutuskan untuk cuti kerja sampai kondisi tubuhku benar-benar pulih. Dan setelah Pak Denis mengijinkan aku untuk libur kerja, aku pun segera pulang dan mengistirahatkan badanku.

Saat ini, aku sedang menunggu angkot di bawah teriknya matahari. Sudah hampir dua puluh menit aku menunggu disini, namun angkot tak kunjung datang. Kepalaku yang terasa berat semakin bertambah. Dan pandangan ku kini mulai membayang dan semakin tidak jelas.

Saat akan terjatuh, tiba-tiba ada sebuah payung yang menghalangiku dari teriknya matahari. Seseorang di balik payung itu memberikanku minum dan mengajaku ke dalam mobilnya.

Saat berada di mobilnya, aku menyandarkan kepalaku di jok mobil untuk meringankan sakit di kepalaku. Seseorang yang berada di sebelahku kini sedang memperhatikanku dengan wajah khawatirnya.

"lo gak papa kan? Apa perlu kita ke dokter?" tanya nya yang tiada lain adalah Revan.

"gak usah. Mungkin cuma perlu istirahat aja" jawabku sambil tersenyum ke arahnya tanda aku baik-baik saja.

"yakin? " tanyanya  lagi

"iya, gak papa kok"

"ya udah. Gue anterin lo pulang. Lo gak kerja kan? "

"iya, enggak kok. Makasih ya udah nyadarin gue"

Revan hanya menyimpulkan senyumnya kemudian melajukan mobilnya dengan cepat.

Saat sampai rumah, aku langsung merebahkan badanku di kasur dan beristirahat. Sudah lama aku tak menikmati waktu tidur siang seperti ini. Bahkan tidur saat malam pun bisa dibilang sangat jarang sekarang.

Aku juga telah memikirkan untuk berbicara kepada ayah dan ibu tentang kondisiku di Jakarta, mungkin saja mereka bisa membantuku kali ini. Dan kalaupun tidak bisa, mungkin waktu menyuruhku untuk beristirahat sejenak dan memulainya semester depan.

Karena sekarang aku sadar, kondisi kesehatanku lebih penting. Revan benar, sejauh apapun kita bekerja keras kalau kesehatan kita bermasalah, itu semua percuma. Karena segala sesuatu harus dimulai dari tubuh yang sehat.

Ini baru jam delapan malam. Kondisi tubuhku sudah jauh lebih baik sekarang. Dan sekarang aku mau mencoba membuka laptop untuk mengerjakan tugas yang tadi Bu Dona suruh.

Saat aku membuka buku itu, aku lupa memulainya dari mana. Buku itu cukup tebal sehingga tadi aku lupa tidak melipatnya sebagai awal. Aku pun segera menelpon Revan untuk menanyakan hal itu.

"hallo" sapaku

"hmm. Ada apa? " tanya Revan yang kembali dengan sikap dingin nya.

"Revan, tadi Bu Dona nyuruh gue ngetik materi dalam buku ini, awalnya yang mana sih? Yang sejarah bahasa bukan sih? " tanyaku sambil membalik-balikan buku sambil melihatnya.

"lo ngapain ngerjain itu sekarang? Bukannya istirahat" Revan malah tak menjawab ucapanku

"udah kok. Sekarang gue juga udah mendingan"

"udah besok aja. Sekarang lo tidur lagi"

Suara Revan dalam telpon terdengar sangat ramai. Sepertinya dia lagi main game.

"tapi gue... "

"besok aja oke. Sekarang lo tidur"

Revan langsung mematikan telponku dan seketika membuatku jengkel.

Sikap Revan emang plin plan ya. Kadang dingin sedingin es, kadang perhatian, kadang baik, kadang juga nyebelin. Heuhh.. Aku pun menarik nafas panjang.

Agar tak bosan akhirnya aku pun menelpon keluargaku di kampung. Aku yakin sekarang mereka sedang berkumpul menonton televisi bersama.

"hallo Ambu, Abah, Endy" aku menyapa semua yang ada di situ

Ohh ya. Endy itu adalah nama adikku. Nama lengkapnya Endyrama Putra. Dia sekarang sudah kelas lima sd. Dan paling suka main layangan. Jika aku pulang ke kampung pun, dia selalu mengajaku main layangan bersamanya.

"hallo" sapa mereka juga secara bersamaan

"Teteh lagi apa? " tanya Endy kemudian

"kumaha kamu sehat neng di Jakarta? " tanya Ambu kemudian

"sekarang sih eneng lagi gak enak badan Ambu, tapi udah gak papa kok" jawabku mencoba menenangkan mereka.

"euleuh euleuh... Kamu teh gering?  Kok bisa atuh neng? " tanya Ambu khawatir

"iya atuh, tapi sekarang kamu teh teu nanaon kan? " sambung Abah

"gak papa Ambu, Abah. Eneng udah gak papa kok"

"alhamdulillah atuh kalo kitu mah. Tapi naha gening bisa gering eneng teh?  Pasti kecapean nya? " ucap Ambu yang masih khawatir

"iya Bu, eneng mungkin kecapean. Tapi udah gak papa kok Ambu tenang aja."

"ohh iya neng, sebenerna Abah sama Ambu teh mau ngomong sama kamu" ucap Ambu kemudian

"bicara apa Ambu? " tanya ku penasaran

"Gini... Sebenerna teh Abah sama Ambu henteu punya uang neng. Kamu tahu kan kami teh punya utang disini. Setiap bulan Abah harus bayar utang sementara untuk biaya sekolah si Endy mah teu aya neng. Jadi Ambu teh kudu kumaha? "  tanya Ambu

"iya neng, hampura Abah... Abah teh selalu nyusahkeun wae eneng.. Abah teh tara ngabantu kuliah kamu di Jakarta.. Tapi pan eneng teh tahu utang Abah di dieu kumaha... Hampura nya neng, Abah nyusahkeun eneng wae.. Abah teh tak tahu kudu minta tolong ka saha deui selain kamu, anak Abah.. " ucap Abah kemudian

Sebenernya bukan ini niat aku menelpon keluargaku di kampung. Justru sekarang aku juga sedang kesusahan disini. Tapi aku tak tega mendengar cerita Abah. Dan aku harus bagaimana sekarang?

"Abah sama Ambu jangan ngomong kayak gitu.. Kalau misalnya eneng punya uang pasti eneng kasih Bah. Eneng akan usahakan cari ya.. " aku menjawab telpon Ambu dan Abah.

"makasih ya neng, Ambu tak tahu bakalan kumaha kalo teu aya kamu neng.. Walaupun Ambu sama Abah teh tahu, kami teh henteu pernah bantuin kamu di Jakarta "

"Gak papa Ambu. Ambu sama Abah doain eneng aja. Supaya eneng selalu sehat dan bisa jadi orang yang sukses disini"

"iya neng, Pasti atuh eta mah. Kamu teh anak perempuan Abah sama Ambu satu-satunya" jawab Abah

"Endy, mana Abah? " tanyaku kemudian

"hallo teteh" Endy tiba-tiba muncul

"kamu teh lagi ngapain?" tanyaku pada Endy

"teteh kapan atuh pulang? " bukannya menjawab Endy malah menanyakan hal itu.

"ya entar atuh, teteh teh belum dapet uang banyak buat beliin kamu mainan"

"euhh si teteh mah, Endy mah teu perlu mainan, Endy mah cukup ku langlayangan ge"

"hahaha" aku tertawa kala Endy mengatakan itu

"kamu teh jagain Ambu sama Abah nya? Bantuin Ambu sama Abah lamun butuh bantuan" ucapku kemudian

"nya pasti eta mah atuh teh"

"ya sudah atuh. Kamu teh cepet tidur udah malem"

"iya teh. Teteh kudu cepet pulang"

"iya"

"ya udah neng, kamu teh istirahat sana. Udah malem. Ambu sama Abah juga mau istirahat " sekarang Ambu yang berbicara

"iya Ambu. Ambu jaga kesehatan ya"

"iya neng"

Setelah menutup telpon, aku pun kembali tidur dan menunggu hari esok yang baru.