webnovel

#10

Siang yang cukup panas. Terik matahari menggarang dan memanas bagaikan di gurun. Namun di saat seperti itu, tubuhku malah menggigil dan terpaksa harus memakai jaket saat di kelas.

Aku yang sedang mengerjakan ujian pun tak fokus mengerjakannya karena hidungku yang mulai flu dan demam yang menyerang tubuhku sejak tadi.

Banyak soal yang belum aku kerjakan. Dan semua orang pasti sudah mengerjakannya karena ini soal pilihan ganda jadi semua mahasiswa bisa asal menebak jawaban. Namun tidak dengan ku, saat Bu Dona mengumumkan waktu tinggal satu menit lagi, aku malah sibuk memegang kepalaku yang terasa sangat berat.

Dan saat semua jawaban harus dikumpulkan dan mahasiswa sedang ribut di depan, tiba-tiba Revan duduk di sebelah ku, ia mengambil kertas jawabanku dan mengisi jawaban yang kosong dengan cepat. Aku tak menyangka ia akan melakukan itu padaku. Lalu setelah selesai, ia pun membawa kertas jawabanku bersamaan dengannya untuk dikumpulkan ke depan.

Aku tak tahu kenapa dia akhir-akhir ini sangat baik padaku. Begitu pun yang ia lakukan tadi pagi.

*flashback

Revan melajukan mobilnya hingga berhenti di depan gerobak dengan tulisan BUBUR AYAM.

Ia memesan dua mangkuk bubur ayam kemudian menyuruhku duduk di kursi yang tersedia di sana.

Saat pesanan telah datang, kami makan bersama sampai bubur ayam itu habis tak tersisa.

"makasih ya" ucapku saat makanan kami telah habis

"lo kenapa sih harus kerja sampe segitunya? " tanya Revan yang mulai melihatku dengan tatapan khawatir. Bahkan aku baru sekali ini melihat Revan terlihat khawatir.

Aku tak menjawab hanya terdiam tanpa kata.

"gue tahu lo kerja, tapi tubuh lo juga perlu istirahat. Apalagi sekarang mau ulangan. Lo kira lo bisa berpikir kalau kondisi tubuh lo gak Fit?" ucapnya dengan jelas. Aku tak tahu dia bisa seperhatian ini.

Dia menatapku dan aku pun balik menatapnya. Kami saling tatap sebentar. Dan aku mulai mengembangkan senyuman padanya.

"makasih udah care sama gue. Tapi lo tenang aja, gue pasti bisa kok" ucapku kemudian

"terus sekarang lo mau kuliah? " tanya nya

Aku pun menganggukkan kepala.

"dalam kondisi kayak gini?" tanyanya lagi

"gue gak papa kok"

"ya udah gue anterin lo ke rumah dulu, nanti gue jemput lagi kalau mau ke kampus" ucap Revan

"gak usah, gue terlalu ngerepotin lo. " aku menolak karena merasa tidak enak

"gak ada penolakan. Ya udah yuk"ajak Revan

Revan kemudian mengajaku pulang dan mengantarku sampai depan kontrakan.

Dua jam setelahnya dia kembali lagi menjemputku untuk ke kampus. Aku tak tahu kenapa Revan sangat perhatian kali ini. Dan sesampainya di kampus, aku pun turun dan tidak lupa mengucapkan terima kasih sebelum pergi.

Dan saat sedang berjalan menuju kelas, tiba-tiba seseorang dari belakang memakaikanku sebuah jaket. Dan aku tahu itu Revan kala ia berjalan melaluiku walaupun dia tak bicara apapun padaku.

Aku pun tersenyum melihatnya di belakangnya dan hanya mengikutinya dari jauh menuju kelas.

Dan saat ini aku sedang berada di kantin bersama Fita dan Fito karena waktu kuliah kami telah selesai dan saatnya untuk pulang.

"El, lo tadi pagi dianterin sama Revan ya? " tanya Fita kala kami semua sedang makan nasi goreng bersama.

Aku hanya membalas pertanyaan Fita dengan deheman karena sambil makan

"ehh lo lagi sakit ya? " tanya Fita mulai khawatir dan perhatian Fito juga mulai teralihkan padaku.

"cuma gak enak badan aja, Fit" jawabku

"kok bisa sih? " tanya nya sambil memegang pundakku

"ya namanya juga manusia pasti ada sakitnya lah" jawabku sambil makan

"BTW ini jaket siapa, El, kok gue baru lihat? " tanya Fita

"jaketnya Revan"

"hah? Revan? " ucap Fita kaget

"kalian udah jadian? " tanya Fito kemudian

"enggaklah, dia cuma minjemin doang" jawabku tenang sambil mengelap hidungku yang beringus

"kalau cowok udah care sama cewek pasti ada maksud El?" ucap Fito

"emang iyah Beb?" tanya Fita

"ya iyalah sayang, kamu inget gak dulu kita waktu pdkt kayak gimana " jawab Fito

"iya juga sih.. Jangan-jangan Revan suka lagi sama lo, El" ucap Fita

"ya enggaklah.. Mungkin dia kasihan aja lihat gue sakit kayak gini"

Saat percakapan itu berjalan, tiba-tiba suara handphone ku berdering. Saat aku melihatnya ternyata itu telpon dari Bu Dona. Aku sempat kaget karena tidak biasanya Bu Dona menelponku. Aku pun segera mengangkat telpon nya.

"hallo, selamat siang Bu" sapa ku kepada Bu Dona dengan ragu

"..."

"ohh iya baik Bu"

"..."

"iya Bu"

Aku menutup telponnya dengan sedikit bingung.

"El, itu Bu Dona ya? " tanya Fita

"iya"

"ada apa Bu Dona nelpon lo? "

"gue juga gak tahu.. Ya udah gue duluan ya" ucapku kemudian pergi meninggalkan Fita dan Fito. Sementara Merek masih dengan wajah bingung mereka kala aku pergi.

Aku pun segera menuju ke ruangan Bu Dona. Dan saat sampai, Revan telah ada di sana bersama Bu Dona.

"Elvira, kamu bisa membantu saya mengetik materi ini? " tanya Bu Dona ketika aku telah duduk di depan nya dan bersebelahan dengan Revan

"tapi Bu, bukannya ada.. " aku melihat ke arah Revan

"Revan harus mengurus laporan untuk ospek. Apa kamu bisa Elvira? Kamu bisa bertanya pada Revan jika ada yang tidak mengerti dalam konteks bahasanya. " Bu Dona memotong ucapanku

"eumm.. Iya baik Bu" jawabku sedikit ragu

Aku dan Revan kemudian keluar dari ruangan Bu Dona. Karena kondisi tubuhku masih belum pulih dan sehat, akhirnya aku memilih untuk duduk dulu di bangku taman kampus.

Saat aku duduk sendirian, Revan tiba-tiba datang dan memberikan sebotol minum untukku setelah itu ia duduk di sebelahku.

"lo kenapa? " tanya Revan

"gak papa. Gue cuma bingung aja" jawabku

"bingung? Kenapa? "

"gue cuma takut gak bisa nyelesain tugas ini. Lo kan tahu gue harus kerja"

"dalam kondisi kayak gini lo tetep mau kerja?" tanya nya lagi

"gue harus kerja. Gue gak mau cuti, Revan" jawabku sambil melihat ke arahnya dan sekarang Revan juga melihatku

"tapi lo juga harus mikirin kesehatan lo" ucap Revan yang lebih berbeda sekarang. Revan yang perhatian.

"gue gak mau berhenti kuliah. Gue gak mau. Dan gue harus dapetin beasiswa itu"

"terus lo pikir, lo bisa kuliah dengan kondisi lo kayak gini? Lo bisa belajar dengan normal dengan kondisi lo yang kayak gini? Lo pikir bisa kerja dengan kondisi lo yang kayak gini? Terus lo pikir lo bisa nemuin jalan keluar di balik semua masalah lo dengan kondisi lo yang kayak gini? Lo pikir bisa? " ucap Revan dengan nada membentak namun aku tahu bahwa dia hanya ingin aku memedulikan kesehatanku.

Aku hanya menunduk mendengar ucapan Revan. Dan tak teras air mataku telah menetes dengan sendiri nya mengingat rasa lelahku selama ini karena harus berjuang sendiri di Jakarta.

"gue cuma gak mau berhenti kuliah. Itu aja... " ucapku kemudian sambil menahan tangis.

Revan menarik nafas kasar

"tapi saat orang tua lo tahu kondisi lo kayak gini, mereka pasti bakalan menyesal. Dan apa lo mau saat lo sukses nanti, orang tua lo malah ngelihat anak nya dalam kondisi kayak gini. Sukses itu bukan sekedar materi.. Lo harus tahu itu... " ucap Revan dengan bijaknya.

Dan dari sini aku menyadari bahwa aku terlalu terobsesi akan suatu hal dan tak ingin meninggalkannya.

Sekarang aku mulai tahu sosok Revan. Walaupun dia terlihat dingin di luar, tapi di dalam hatinya menyimpan rasa penyayang terhadap sesama dan mempunyai rasa peduli yang tinggi.

Ternyata benar ucapanku dengan Rendy waktu itu, jangan melihat orang dari luar karena di luar hanyalah cover. Maka lihatlah isinya karena isi menggambarkan sesuatu yang sesungguhnya.