webnovel

Grand Magic Library

"Lantai teratas adalah wilayah perpustakaan sihir yang cukup terkenal bahkan di wilayah timur, terkadang kau bahkan dapat melihat orang-orang dari wilayah timur datang ke tempat ini untuk mengunjungi tempat ini, salah satu dari 3 Grand Magic Library yang ada di dunia."

"Ya, aku tahu informasi itu, kau tak perlu menjelaslannya seperti itu."

Tapi yah, aku sudah pernah beberapa kali datang ke perpustakaan ini, The Book Tower adalah salah satu tempat terbaik untuk mencari pengetahuan sihir. Tapi selama aku kesini aku bahkan tidak pernah mendengar tentang hal itu.

"Itu karena kau belum memasuki wilayah terlarang."

"Jangan membaca pikiranku seenakmu, tapi wilayah terlarang? bagaimana memasuki tempat itu sebenarnya."

"Tenang saja, karena aku adalah murid dari salah satu 8 petinggi, cukup mudah bagiku untuk memasukinya, bahkan tanpa itu pun aku sudah memiliki izin milikku sendiri."

"Ah begitu, aku baru mengingatnya."

Selama ini, Ia bukan hanya anak buahnya, namun juga muridnya, kenapa aku lupa walau dia sering menyebut Yang Terkuat sebagai Master? Entahlah, mungkin karena aku sedang frustasi atau semacamnya.

Ketika kami memasuki ruangan perpustakaan, aku kembali melihat suasana yang familiar, sebuah tempat yang cukup cerah, berbeda dengan 2 Grand Magic Library lain yang memiliki kesan suram.

Aku menunggu dan A terlihat sedang berbicara dengan orang yang menjaga perpustakaan ini. Setelah beberapa saat, A berbalik dan datang kepadaku.

Ia berkata bahwa kami berdua diizinkan untuk memasuki wilayah terlarang walau memiliki beberapa syarat.

Aku mengikutinya dari belakang dan menuju tempat teratas dari perpustakaan ini, sebuah tangga yang memutar dan berbentuk seperti gambar DNA, selera yang bagus.

Kami sampai di tempat teratas dan tepat di tengah-tengah ruangan yang berbentuk seperti tabung itu.

"Jadi, dimana ruangan itu?"

"Tal bisakah kau sabar? jangan menjadi bajingan yang menyebalkan."

"Sadarlah."

Tanpa memperhatikanku, Ia mengeluarkan sebuah Kartu berwarna emas dengan sebuah kristal merah di tengahnya. Aku pernah menlihat hal seperti ini, sebuah kartu yang dimiliki oleh 7 Hope dan juga 8 petinggi.

A tidak termasuk dalam 7 Hope walau Ia adalah murid dari salah satu 8 petinggi dan juga satu-satunya murid dari Xavier yang terkuat. Padahal Ia telah memenuhi syarat untuk menjadi Hope dan jumlah mereka akan menjadi 8 orang seperti pada asalnya.

Pasti ada alasan mengapa A tidak dimasukkan oleh Xavier kedalamnya. Ah sial, A bisa membaca pikiran, tapi melihat Ia tak bereaksi sama sekali sepertinya Ia tak mau menanggapi hal ini, ya sudahlah.

Kristal merah itu menyala dan sebuah pilar cahaya bersinar menutupi tubuh kami berdua, lantai ini dan juga bagian langit-langit segera menyatu.

Ketika aku sadar, kami berdua telah dipindahkan menuju tempat yang sama sekali berbeda. Aku mencoba untuk mendeteksi dimana kami berada, namun itu sia-sia, bahkan sihir deteksi ku tak dapat menembus tempat ini.

Ini menarik, ini pertama kalinya aku melihat hal seperti ini.

"Sebaiknya kau berhenti membuang-buang sihirmu dan segera mencari buku yang kau inginkan itu, kau tak bisa mendeteksi apapun diluar karena ruangan ini dibuat oleh guruku dengan metode yang bahkan aku tak mengerti."

Aku hanya terdiam menatap A yang berada di sampingku. Entah kenapa walau Ia masih tak berekspresi, dia terlihat kesal, apa karena pikiran penasaranku sebelumnya? sepertinya dia juga kesal memikirkan alasan dirinya masih belum dimasukkan kedalam Hopes oleh masternya.

Setelah itu kami mencari informasi tentang itu, A berkata bahwa Ia pernah melihat informasi seperti itu dahulu, sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan mana yang besar dan juga memperbesar kapasitas mana dalam tubuh seseorang.

Tak butuh waktu lama karena ternyata buku tentang informasi itu tergeletak tak jauh dari tempat kami berdiri. Itu benar-benar buku yang sangat usang dan penuh debu, ditambah lagi beberapa bagian seperti terkoyak.

Aku membuka buku tersebut tanpa berbasa-basi, Lembaran-lembaran yang telah menguning layaknya buku yang sangat tua. Tapi buku ini memang seharusnya sangat tua.

Aku terus membalik lembaran-lembaran kertas itu dan membaca kalimat-kalimat yang terbaca, cukup sulit untuk membacanya karena ini adalah bahasa kuno, namun aku mendapat nilai yang cukup tinggi di pelajaran bahasa kuno ini, setidaknya aku bisa mengerti dengan baik apa makna dari setiap kalimatnya.

Aku benar-benar kagum.... Tidak, lebih tepatnya aku terkejut dan cukup bahagia walau informasi yang dimiliki cukup sedikit, tapi setidaknya aku bisa mengetahui beberapa hal yang baik.

"Gerbang mana, dunia dewa, dimensi yang lebih tinggi, kemahatahuan, kekuatan yang tak berujung. Semuanya sangat menarik walau informasi untuk meningkatkan kapasitas manga cukup sedikit. Syarat yang pasti adalah membuka gerbang mana."

"Bagaimana? informasi yang berguna bagimu bukan?"

"Ya, walau terasa seperti kau sengaja memancingku kesini untuk sesuatu, namun aku berterima kasih setidaknya untuk ini."

Aku memberi senyuman hangat kepada A, ini adalah hal yang kucari dan hal yang kucari itu berada di tanganku, sayangnya aku tak bisa membawanya pulang karena peraturan.

"Lupakanlah rencana untuk membawanya pulang, itu buku yang berbahaya jika jatuh ke tangan orang yang jahat."

"Iya iya aku mengerti kok, aku juga sudah menghafalnya."

Walau aku masih penasaran dengan beberapa hal, namun ini sudah cukup. Mungkin suatu hari aku akan menemukan jawabannya. Tapi setidaknya untuk sekarang aku sudah cukup puas.

"A, Terima kasih, aku sudah cukup puas. Apakah kita bisa kembali sekarang? karena sebentar lagi masuk jam kerjaku."

"Ya"

Kami pun keluar dari ruangan tertutup itu, kembali ke tempat sebelumnya, sebuah tempat di tengah-tengah ruangan perpustakaan.

"Aku sudah membalas kebaikanmu, jadi aku akan segera pergi, sampai jumpa."

"Ya sampai jumpa, tapi jika kau mengucapkan selamat tinggal sepertinya akan lebih baik."

"Ya sudah selamat tinggal."

"Hey aku cuman bercanda, jangan dibawa serius, oke?"

Ia tetap berjalan menuruni tangga tanpa melihat kearahku, sialan aku mengatakan kata-kata yang salah, padahal aku hanya bercanda.

Walau aku merasa Ia cukup menyebalkan dan tak menyukai, aku tak membencinya, dan aku juga tak suka dibenci oleh orang lain. Aku ingin meminta maaf, tapi Ia sudah menghilang, cepat sekali orang itu.

Aku menggelengkan kepalaku dan segera pergi ke kantor untuk menemui atasanku. Aku yakin pasti akan bertemu A lagi dalam beberapa hari.