webnovel

V: Takkan Ada Yang Lapar, Lagi?

"Kayaknya, kelaparan itu... Adalah hadiah dari dunia ini untuk manusia, deh. Tapi, ya, itu emang hadiah yang buruk, sih." Rama berbisik pada dirinya sendiri sambil memandang sebuah kunci emas cantik dengan kepala berbentuk seperti apel yang ada di telapak tangannya. 

Menurut surat yang ditulis Liel, kunci itu memiliki kesanggupan untuk menghapuskan kelaparan dari dunia ini, tapi entah kenapa itu terdengar salah di telinga bocah itu. 

Maksudnya, apa yang akan terjadi kalau tak ada lagi orang yang kelaparan di dunia ini? Apakah itu bisa disebut sebagai kedamaian? Atau mungkin kedamaian itu malah akan membutakan manusia?

Seperti lautan yang amat tenang sebelum datangnya badai.

"Apakah itu mungkin?" Rama meletakkan kunci apel itu di rumput, di antara jejeran kunci-kuncinya yang lain. "Dan yang lain juga kenapa pada nggak datang, ya?"

Kunci-kunci pembawa keajaiban sekaligus petaka yang dibuat oleh Liel.

Ada kunci meteor berwarna emas, kunci petir berwarna perak, dan sekarang bertambah lagi satu kunci, yaitu kunci apel berwarna emas.

Di sore hari yang tenang dan berangin kala itu, bocah yang matanya tampak selalu mengantuk itu sedang duduk sendirian di pinggir lapangan bola di bawah pohon mete besar tempat ia dan Liel biasa nongkrong. 

Langitnya memancarkan warna oranye yang menenangkan hati, dan suara sepoy anginnya yang sendu sungguh membuat dunia ini serasa damai.

Sudah seminggu berlalu sejak perayaan hari ulang tahun Liel di tribun yang letaknya cuma beberapa langkah saja dari tempat Rama saat ini, dan sejak saat itu pula, Rama mulai menyadari kalau segala sesuatu yang ada disekitarnya perlahan-lahan berubah drastis.

Hari ini, Liel sepertinya sedang pergi entah kemana dan bocah bermata emas itu hanya meninggalkan secarik surat dan kunci apel emas itu di sini di bawah pohon ini, dan karena itu pula Rama jadi merasa sangat tidak tenang tanpa alasan yang jelas.

"Kenapa, ya...?" Rama meremas rumput yang ada di tangannya, dan mata sayunya menyipit gelisah. 

Namun, setelah beberapa menit termenung, Rama akhirnya menarik nafas dalam, lalu ia mengambil kunci apel emas itu dan memasukkannya ke dalam lubang kunci kecil yang muncul di pohon mete tepat di sampingnya.

Hingga kemudian, ketika ia memutar kunci itu, tiba-tiba saja ada semacam cahaya yang membentuk persis seperti urat yang timbul di seluruh permukaan kulit, batang, dahan, dan dedaunan di pohon mete itu.

Ya, di waktu itulah suatu keajaiban terjadi.

Dari dahan-dahan pohon mete tua itu, ada puluhan, atau bahkan ratusan buah apel yang perlahan mendadak muncul dan bertumbuh secepat kilat.

Apelnya merah mengkilap, cantik, dan tampak sangat menggiurkan. Benar-benar suatu pemandangan yang sulit dicerna oleh akal. Tapi, masalahnya itu benar-benar terjadi sekarang, tepat di depan mata Rama.

Tak lama setelah itu, tanpa diduga ada rombongan anak-anak yang datang dengan pakaian yang basah kuyup. Sepertinya mereka baru saja selesai berenang sungai. Dan di antara mereka, satu di antaranya, yang bertubuh besar itu adalah teman sekelas Rama di sekolah.

Akan tetapi, anak-anak itu tampak sangat terkejut ketika melihat buah apel yang menggantung di pohon mete itu. Mereka kagum, heran, dan bahagia di saat yang bersamaan.

Tanpa menunda-nunda lebih lama lagi, anak-anak itu langsung berlari menuju pohon itu, memanjatnya dengan lincah, lalu memanen buah apelnya sebanyak yang mereka bisa.

Satu per satu buah apel mulai berjatuhan, dan ada dua anak di bawah yang bertugas untuk mengumpulkan apel-apel itu. Bahkan meskipun sudah puluhan yang dipetik, namun apel-apel itu terus saja tumbuh lagi dalam sekejap mata.

Meski begitu, anehnya, anak-anak itu sama sekali menghiraukan keberadaan Rama, seakan-akan mereka tidak bisa melihatnya.

Hal itu seketika membuat Rama teringat dengan perkataan Liel beberapa hari silam. 

Liel sempat bilang kalau manusia tak akan bisa melihat keajaiban tak peduli sekeras apapun mereka berjuang, kecuali mereka mendapatkan bantuan dari orang-orang yang memiliki keajaiban. 

Itu artinya, Rama sekarang memang memiliki keajaiban, kan? Tapi, ya, ada masalah lain. 

Liel juga bilang, kalau orang yang memiliki keajaiban, tidak akan bisa dilihat oleh manusia. 

Yah, itu akan menjadi masalah besar kalau Rama tidak kelihatan, mengingat dia awalnya memang manusia, dan ia juga memiliki keluarga. Ceritanya tidak lucu sama sekali kalau itu sampai kejadian.

Waktu demi waktu berlalu dan langit lambat laun jadi semakin gelap. Banyak orang datang dan pergi untuk mengambil apel-apel itu, bahkan tadi sangat ramai sampai terasa seperti acara tujuh belasan, namun setelah mereka mendapatkan banyak apel, mereka semua langsung pulang begitu saja.

"Mereka... Pergi... Bahkan tanpa mengucapkan terima kasih." Rama bergumam sembari mencabut kunci emas itu dari pohon mete itu, dan bagaikan hembusan nafas, pohon itu mengering dan mati dalam sekejap mata, dan dedaunannya terlepas lalu lenyap menjadi debu.

Jujur, Rama tidak sadar kalau itu akan terjadi. Rasanya menyedihkan, mengingat Rama sudah sangat akrab dengan pohon mete itu.

"Apakah manusia memang selalu seperti itu?" Rama bertanya pada dirinya sendiri.

Akan tetapi, ketika Rama menolehkan pandangannya ke depan, tepatnya ke arah lapangan, bocah itu terkejut karena mendapati pemandangan yang amat ganjil di sana. 

Ada sesosok makhluk aneh bertubuh tinggi jangkung yang berdiri di dekat gawang, berseragam baju baja emas mengkilap dari ujung kepala hingga ke ujung kaki, memiliki empat buah lengan, dan juga ada tanduk panjang yang mencuat dari kepalanya.

Jika dipandang seekilas, itu hampir terlihat seperti manusia, tapi, Rama sadar betul kalau makhluk itu bukanlah manusia. Postur tubuhnya berbeda. Dan untungnya lagi seluruh kepala makhluk itu tertutup sempurna oleh pelindung kepalanya, jadi Rama tidak perlu melihat langsung wajahnya. 

Karena saat ini, sekujur tubuh Rama benar-benar merinding luar biasa, dan masalahnya, di keempat tangan makhluk itu juga bertengger empat senjata emas yang tampak berbahaya, dan salah satunya, yaitu pedang, diacungkannya ke arah Rama.

Jelas makhluk itu marah, tapi kenapa Rama?

Kenapa Rama merasa kalau dia seakan baru saja memulai sesuatu? Seolah-olah dia sedang berada di garis start.