webnovel

EDEN - Kisah Dunia Fana (Original)

EDEN — DEUS EX MACHINA Rama hanyalah seorang anak sekolah dasar biasa yang kini telah mengetahui rahasia-rahasia dunia, dan semua itu terjadi berkat sahabatnya, Liel, seorang anak yang mampu membuat keajaiban. Berkat itu, Rama juga mengenal banyak orang aneh. Ada anak yang mampu terbang tinggi di angkasa, juga seorang yang bersaudara dengan seekor naga, dan bahkan gadis kecil yang berkeliaran membawa pedang. Namun, setelah dua tahun menjalani kehidupan damai yang penuh dengan keajaiban, sesuatu yang tak terduga akhirnya terjadi, dan karenanya Rama berkali-kali hampir kehilangan nyawanya. Menara itu muncul di tengah dunia manusia. Lalu, bocah yang amat biasa itu pun akhirnya jatuh ke dalam medan perang... "Keajaiban itu sama seperti sebuah belati cantik yang terbuat dari permata murni. Tapi, kan, pada akhirnya itu tetaplah sebuah belati, bukan? Itu tajam... Dan mampu mengiris nadimu." —Liel ________________________________ BOOK 2: KISAH-KISAH MEREKA Ini adalah kumpulan kisah dari mereka yang pernah melalui suatu perjalanan yang penuh akan sihir dan keajaiban. Ada yang berakhir bahagia dan penuh tawa, dan ada pula cerita yang harus berakhir menyedihkan dan penuh akan tragedi. Semuanya itu tertuang di dalam tulisan ini. Mungkin ini adalah kisah tentang seorang anak yang bisa terbang di langit. Atau tentang dirinya yang hidup bersama dengan para monster. Atau kisah tentang seorang anak titisan para Dewa. Dan mungkin juga kisah seorang yang mampu menciptakan kehidupan dan kematian. Atau mungkin juga kisah tentang seorang anak yang tak akan mati oleh waktu. Inilah kisah dari mereka yang terpilih, juga mereka yang tak terlihat. “Entah orang itu jahat atau baik, setidaknya ada satu titik dalam hidupnya, di mana orang itu memiliki pengalaman hebat dan paling ajaib yang pernah terjadi padanya. Sebuah kisah magis yang menakjubkan.” —Anima Allefren, seorang yang hidup dari “EDEN : Tangisan, Impian & Hiduplah” #FANTASEAS_UNIVERSE #EDEN_SIDE_STORY

KEVIN_ESP · Fantasy
Not enough ratings
63 Chs

Terbang Meninggalkan Masa Lalu

Story By: Sun & Kevin E.S.P

Dodi berdiri di tepi atap sebuah gedung pencakar langit. Pemuda itu melempar tatapan ke kota di bawahnya. Cahaya yang berasal dari lampu jalan dan kendaraan bermotor, juga jendela-jendela rumah serta apartemen, bersatu-padu seperti gugusan rasi bintang. Begitu indah. Sebuah mahakarya yang terbentuk tanpa disengaja.

Lalu pemuda itu melangkah. Tubuhnya serta-merta jatuh bebas, menuju rasi bintang di bawahnya.

Namun, sesaat sebelum wajahnya menghantam lantai beton, tiba-tiba saja tubuhnya bergerak melawan gravitasi. Ia meluncur ke atas, menuju angkasa yang sebenarnya. Menembus lapisan awan, seperti seekor burung rajawali.

Pemuda itu memejamkan mata, meresapi terpaan angin malam membelai wajahnya. Sejak dulu inilah mimpinya. Terbebas dari belenggu dunia. Pergi kemanapun yang ia inginkan, tanpa ada yang mengatur atau menghalangi. Ia selalu berdoa pada yang Maha Kuasa—meski ia tahu mustahil—tapi ia juga tahu jika Sang Maha Kuasa tak mampu mengabulkan ini, masih pantaskah Ia disebut Maha Kuasa?

Dan kini Sang Maha Kuasa mengabulkan permintaannya.

Meski dengan harga yang mahal.

Malam itu, bertahun-tahun yang lalu, Dodi kecil terjebak dalam kemacetan lalu-lintas. Ia sudah bilang tak mau ikut, tapi orang tuanya memaksa dirinya ikut menghadiri pesta pernikahan seorang kerabat. Padahal ia sangat ingin menonton film yang saat ini sedang diputar di televisi.

Kemacetan itu membosankan, membuat hatinya panas. Ia terus mengutuk dalam hati.

Tuh kan, seharusnya aku tidak ikut! pikirnya.

Ia mengetuk-ngetukkan kakinya ke lantai sebagai bentuk protes. Ayahnya merespon dengan membesarkan volume radio.

Dodi pun berdecak. Ia menatap keluar jendela mobil. Hujan deras sepertinya membuat kemacetan semakin parah.

Anak itu mulai melamun. Pikirannya melayang. Untuk kesekian kali, ia berharap dirinya bisa terbang. Membelah angkasa sambil menertawai orang-orang yang kesal terjebak macet. Terbang cepat seperti superman, menukik dan bermanuver, menjelajah hingga ke ujung dunia.

"Ah, jadi ini sebabnya!"

Suara sang ayah membuat lamunan Dodi buyar. Di depan sana ada perbaikan jalan sehingga terjadi penyempitan lajur. Setelah berdesakan dengan mobil lain—dan sedikit adu klakson—akhirnya kendaraan mereka bisa lolos. Lalu lintas menjadi lengang. Ayahnya mulai menancap gas.

Dodi selalu menyukai akselerasi. Ia yang tadinya nyaris mati bosan, kini mencondongkan kepalanya ke depan, di antara kursi kedua orang tuanya. Ia asyik memperhatikan jalan, seolah dirinya lah yang menyetir mobil.

"Pah, hati-hati," kata ibunya.

"Tenang saja, biar cepat sampai," jawab sang ayah.

Dodi juga lebih senang begini. Paling tidak pengorbanannya untuk tak nonton televisi jadi tidak sia-sia.

Namun, saat melewati jembatan, tiba-tiba mobil mereka oleng. Entah kenapa kendaraan itu tergelincir dengan sendirinya.

"Pah, jangan bercanda!" sang ibu sedikit berteriak.

Tapi sang ayah tak menjawab. Hanya ada ekspresi panik bercampur ngeri di wajahnya. Sebab ia sendiri tidak mengerti. Padahal ia mencengkram gagang setirnya erat-erat, tapi roda kendaraannya seolah memiliki keinginan sendiri. Mobil mereka terus meluncur menghantam pembatas jalan, lalu terjun ke jurang yang cukup dalam.

Entah apa yang membuat Dodi dengan sigap membuka kunci pintu. Ia melompat keluar. Ia sama sekali tidak berpikir bahwa tindakannya bodoh. Ia hanya merasa bahwa hal itu yang harus ia lakukan. Dan tubuhnya pun melayang di udara. Untuk sesaat kebahagiaannya membuncah. Ia benar-benar bisa terbang!

Namun, berikutnya ia menyaksikan mobil yang masih membawa kedua orang tuanya meluncur ke jurang. Suara jeritan mereka terdengar begitu keras, hingga terpatri ke benak ingatannya. Kemudian kendaraan itu menghantam tanah, dan tak terdengar suara apapun lagi. Seketika anak itu menjadi lemas. Ia perlahan mendarat. Ia meringkuk putus asa di depan mobil yang hancur berantakan. Ia tidak berani melihat ke dalamnya. Ia tak mengerti kenapa doanya dijabah dengan cara seperti ini.

Bertahun-tahun sejak saat itu, Dodi tak pernah lagi merasa bahagia. Ia bahkan lupa seperti apa rasanya bahagia. Meski berapa kalipun ia terbang membelah angkasa, ia sama sekali tak bahagia. Seolah ada lubang menganga di dadanya.

Tiap pagi ia akan kembali ke kamar, lalu ke ruang tamu sambil pura-pura baru bangun tidur. Kakak perempuannya sudah menyiapkan sarapan sederhana seperti telur dadar atau gorengan nugget.

"Ayo makan sama-sama."

Dodi mengangguk. Ia duduk berhadapan dengan sang kakak.

Setiap hari, momen inilah yang paling menyiksa dirinya.

Ketika ia harus bersikap seakan tak pernah terjadi apa-apa, padahal dirinya yang telah membuat mereka jadi yatim piatu. Kalau saja ia tak menginginkan permintaan aneh tersebut... saat ini keluarga mereka pasti masih utuh. Kakaknya bisa melanjutkan kuliah, tak perlu susah-payah bekerja untuk membiayai hidup mereka.

Dada Dodi sesak.

"Kenapa?" tanya sang kakak keheranan. "Kamu udah nggak doyan telur?"

"Ng—nggak apa-apa Mbak."

Dodi menelan ludah, lalu mulai menyantap sarapannya. Kemudian mereka berangkat.

Setelah ratusan kali mengulang keseharian tersebut, akhirnya Dodi tak sanggup lagi.

Malam itu, ia tak mengudara seperti malam-malam sebelumnya. Ia terjaga untuk menulis sebuah surat. Berkali-kali ia merobek kertasnya, lalu menulis lagi dari awal. Waktu sudah hampir dini hari saat ia akhirnya puas atas kalimat-kalimat yang ia susun. Ia meletakkan surat tersebut di atas meja, mengambil ransel, mengenakan jaket, lalu ia membuka jendela kamarnya, menatap gelap. Ia naik ke bingkai jendela. Untuk terakhir kali ia menoleh ke belakang, merekam situasi kamarnya dalam ingatan.

Di cermin pintu lemari, Dodi menatap bayangannya. Disitu tampak siluet sosok pemuda bertubuh jangkung dengan mata yang menyala memancarkan warna keemasan.

"Ya... Aku nggak bisa menyalahkan sang Takdir, karena ia terlalu polos, dan dia juga hanya melakukan tugasnya. Namun, jika saja ada satu jalan, satu pilihan, apapun itu, aku akan mengambilnya, asalkan penyesalanku di masa lalu bisa sirna dari ingatanku... "

Kemudian ia melompat.

Tubuhnya terbang ke angkasa.

Melebur dalam pekat malam.