webnovel

EDEN - Kisah Dunia Fana (Original)

EDEN — DEUS EX MACHINA Rama hanyalah seorang anak sekolah dasar biasa yang kini telah mengetahui rahasia-rahasia dunia, dan semua itu terjadi berkat sahabatnya, Liel, seorang anak yang mampu membuat keajaiban. Berkat itu, Rama juga mengenal banyak orang aneh. Ada anak yang mampu terbang tinggi di angkasa, juga seorang yang bersaudara dengan seekor naga, dan bahkan gadis kecil yang berkeliaran membawa pedang. Namun, setelah dua tahun menjalani kehidupan damai yang penuh dengan keajaiban, sesuatu yang tak terduga akhirnya terjadi, dan karenanya Rama berkali-kali hampir kehilangan nyawanya. Menara itu muncul di tengah dunia manusia. Lalu, bocah yang amat biasa itu pun akhirnya jatuh ke dalam medan perang... "Keajaiban itu sama seperti sebuah belati cantik yang terbuat dari permata murni. Tapi, kan, pada akhirnya itu tetaplah sebuah belati, bukan? Itu tajam... Dan mampu mengiris nadimu." —Liel ________________________________ BOOK 2: KISAH-KISAH MEREKA Ini adalah kumpulan kisah dari mereka yang pernah melalui suatu perjalanan yang penuh akan sihir dan keajaiban. Ada yang berakhir bahagia dan penuh tawa, dan ada pula cerita yang harus berakhir menyedihkan dan penuh akan tragedi. Semuanya itu tertuang di dalam tulisan ini. Mungkin ini adalah kisah tentang seorang anak yang bisa terbang di langit. Atau tentang dirinya yang hidup bersama dengan para monster. Atau kisah tentang seorang anak titisan para Dewa. Dan mungkin juga kisah seorang yang mampu menciptakan kehidupan dan kematian. Atau mungkin juga kisah tentang seorang anak yang tak akan mati oleh waktu. Inilah kisah dari mereka yang terpilih, juga mereka yang tak terlihat. “Entah orang itu jahat atau baik, setidaknya ada satu titik dalam hidupnya, di mana orang itu memiliki pengalaman hebat dan paling ajaib yang pernah terjadi padanya. Sebuah kisah magis yang menakjubkan.” —Anima Allefren, seorang yang hidup dari “EDEN : Tangisan, Impian & Hiduplah” #FANTASEAS_UNIVERSE #EDEN_SIDE_STORY

KEVIN_ESP · Fantasy
Not enough ratings
63 Chs

Kereta Fajar di Tengah Samudra

Setangkai mawar putih yang cantik itu berdiri sendiri di dalam vas kaca bening yang berisikan air jernih. Bunga itu bertengger tepat di atas lemari kecil disamping ranjang Riko. Seumur hidupnya Riko bahkan tidak pernah melihat bunga mawar dengan mata kepalanya sendiri, apalagi mawar putih.

"Dimana... aku?" Mata Riko yang berwarna putih cerah memandang kosong pada satu-satunya jendela yang tergantung di dinding. Cahaya mentari menyeruak masuk melalui jendela itu.

Meski samar-samar Riko bisa merasakan kalau ruangannya memang bergetar. Namun, entah kenapa Riko sama sekali tidak mengingat bagaimana ia bisa tiba di ruangan ini. Padahal, Riko yakin betul kalau malam tadi, dia sedang mencari makanan di tempat sampah favoritnya yang terletak di belakang sebuah restoran mahal. Tapi anehnya, hari ini, di pagi yang cerah ini, Riko terbangun di suatu tempat yang jauh berbeda dari tempatnya hidup selama ini.

Jantung Riko seolah berhenti berdetak saat tangannya meraba permukaan tempat tidurnya yang sangat lembut. Dia bertanya-tanya dalam hati, bagaimana mungkin dirinya bisa berakhir di sini?

Pertanyaan yang tak terhitung jumlahnya perlahan-lahan mulai memenuhi benak Riko, dan membuatnya merasa gelisah. Riko tahu kalau dia hanya duduk di ranjang ini saja, maka dia tidak akan mendapatkan jawaban apapun. Namun, rasanya sangat berat kalau Riko harus meninggalkan ranjang ini sekarang, mengingat selama ini dia selalu tidur di jalanan.

Akan tetapi, sesuatu yang tak terduga terjadi.

Pintu di pojok ruangan tiba-tiba saja mengeluarkan suara derit, dan perlahan terbuka, lalu seorang gadis berambut panjang yang seumuran dengan Riko melangkah masuk ke dalam ruangan tanpa ragu.

"Halo." Sapa gadis kecil itu sambil berjalan ke arah Riko.

"Ah, halo... " Balas Riko sedikit heran.

"Maaf ya, kalau aku nyelonong masuk ke kamarmu. Soalnya aku penasaran karena hanya pintumu saja yang belum terbuka." Gadis itu tengah mengamati ruangan Riko, dan dari tatapan matanya terpancar rasa penasaran yang teramat sangat.

"Ah... nggak apa-apa, kok." Jawab Riko sambil tersenyum kecil.

"Oh iya, kamu kenapa belum keluar? Padahal anak-anak yang lain semuanya sudah ada di luar, lho." Gadis itu ikut duduk di ranjang, tapi pandangannya tertuju pada mawar putih di atas meja. "Bunga putih?"

"Memangnya ada apa di luar? Dan... tempat apa ini sebenarnya?"

"Sudahlah, mending kamu keluar dari sini dulu. Yuk!" Gadis itu menarik tangan Riko, dan menuntunnya keluar dari ruangan.

Setibanya di luar, pemandangan yang cukup mengejutkan seketika terpampang di hadapan Riko sampai-sampai membuat matanya terbuka lebar. Hembusan angin lembut dan dingin mengacaukan rambut lebat Riko yang berwarna putih sama seperti matanya, dan membuat tubuhnya merinding.

"Wah... "

Ratusan anak-anak yang sebaya dengan Riko memenuhi koridor dalam kesesakan. Karpet berwarna merah gelap yang tergulir di lantai kayu di bawah kaki mereka memanjang dari ujung kanan hingga ke ujung kiri dan seolah tak ada habisnya. Ada juga bongkahan-bongkahan batu permata yang memancarkan sinar kuning keemasan yang melayang di langit-langit di sepanjang lorong.

Namun, Riko sempat kembali dibuat heran saat ia menengok ke belakang, karena jarak antara pintu satu dan yang lainnya ternyata hanya berjarak beberapa jengkal saja. Itu lumayan aneh, mengingat luas ruangannya tadi bisa dibilang lumayan lebar.

Kala itu, hampir semua anak yang ada di sana sedang menengok keluar jendela dan tengah mengamati pemandangan di luar, sementara sisanya memilih untuk berlari-larian di koridor dan menikmati kebebasan mereka.

Karena terlalu sempit, Riko hampir tidak bisa melihat apa yang ada di balik jendela itu. Meski begitu, gadis kecil itu tak berhenti sampai di situ. Matanya dengan cekatan mencari celah di antara kerumunan agar dia dan Riko juga bisa melihat apa yang dilihat oleh anak-anak lainnya.

Riko mengikuti arah langkah kaki gadis itu dan berusaha agar tidak terpisah. Walau sebenarnya tidak sulit untuk membedakan gadis itu dari anak-anak yang lain. Riko juga tidak tahu sebabnya, tapi entah kenapa dia seolah-olah bisa melihat suatu cahaya yang terpancar dari gadis itu.

Akhirnya, setelah beberapa waktu, Riko dan gadis itu pun tiba di depan jendela. Mata Riko membuka semakin lebar saat ia melihat keluar sana.

Lautan yang tak berujung, juga langit yang cerah, dan awan-awan yang menggumpal layaknya gulungan ombak, serta cakrawala yang memisahkan segalanya, semuanya itu saat ini berada tepat di depan mata Riko.

"Selamat datang di Kereta Fajar." Kata si gadis yang tengah menikmati sepoy angin.

"Kereta Fajar?"

"Ya, Kereta Fajar, tempat bagi anak-anak yang tak memiliki rumah. Ini adalah kereta ajaib." Gadis itu menjelaskan. "Kereta ini mencari anak-anak yang tidak memiliki tempat tinggal sama sepertiku, dan membawa kita berpetualang mengarungi lautan di seluruh dunia."

"Hah? Jadi... ini benar-benar kereta?" Riko berusaha untuk mempercayai kenyataan itu, tapi semuanya terdengar terlalu ajaib sampai sulit diterima oleh otak Riko.

"Yap, mulai sekarang, kereta ini adalah rumah barumu." Gadis itu tersenyum manis. "Kereta ini milik semua orang yang ada di sini. Di sini kita bisa tidur, bermain, makan sepuasnya, minum sepuasnya, dan melakukan apapun yang kita inginkan tanpa ada yang melarang. Hebat kan?"

Riko mengeluarkan kepalanya melalui jendela, dan menilik bagian bawah kereta, serta bagian depan dan bagian belakang kereta pula. Kereta ini sangatlah panjang dan memang melaju di atas lautan, dengan rel yang entah dari mana asalnya. Sungguh ajaib.

Namun, karena saking panjangnya, Riko pun sadar, bahwa di dunia ini ternyata ada sangat banyak anak-anak yang tak memiliki rumah maupun orang tua, dan yang berada di kereta ini sekarang bahkan belum semuanya.

"Jadi... semua orang yang ada di kereta ini... adalah anak-anak terlantar ya?"

"Ah... kamu sadar juga rupanya.." kata gadis itu yang sekarang terlihat sedih. "Ya, begitulah. Hanya dengan melihat bagaimana panjangnya kereta ini, siapapun pasti sadar akan betapa banyaknya anak-anak yang terbuang di dunia ini."

"Eh... Iya sih. Tapi begini juga tidak terlalu buruk, kan?"

Si gadis terkejut dengan pernyataan Riko. "Hmm... tapi—"

"Aku tidak terlalu mengerti dengan apa yang terjadi di sini, tapi kalau memang kereta ini sudah menyelamatkanku, itu artinya dunia ini masih peduli dengan kita, bukan?" Ungkap Riko sambil menikmati pemandangan menakjubkan di depan mata. "Jadi... aku tidak perlu lagi bersusah payah mencari makanan di tong sampah hanya agar bisa bertahan hidup sampai hari esok. Dan aku juga nggak akan kedinginan lagi karena tidak memiliki selimut."

Setelah mendengar apa yang dikatakan Riko, senyuman kecil tiba-tiba kembali terbentuk di bibir gadis itu.

"Ya... kamu benar juga." Kata gadis itu mantap.

"Padahal... selama ini aku selalu berpikir kalau dunia ini sudah membuangku. Ternyata aku salah. Aku benar-benar nggak menyangka kalau dunia ini masih menginginkanku dan mau menerimaku." Jelas Riko yang tersenyum kecil. "Hah... syukurlah... "

"Ya... syukurlah." Tambah gadis itu. "Ngomong-ngomong, namaku Riviera, kau boleh memanggilku Rivi. Aku berasal dari Chiang Mai, dan aku juga sudah enam bulan tinggal di kereta ini."

"Namaku Riko Rafajar, tapi orang-orang memanggilku Riko, dan aku berasal dari Yogyakarta. Salam kenal, ya, Rivi."

"Ya, salam kenal juga, Riko."

Lalu, kedua anak itu pun saling berjabat tangan, sebagai tanda bahwa mereka telah menjalin hubungan satu sama lain.

"Oh iya, aku masih penasaran." Kata Riko.

"Tentang apa?"

"Kau tahu nggak kemana kereta ini akan membawa kita?" Tanya Riko ragu-ragu.

"Oh tentang itu ya." Ujar Rivi. "Riko tenang saja. Setiap tahun, kereta ini akan berhenti di suatu tempat, kok. Dan di tempat itu, kita akan diberikan kesempatan untuk memulai semuanya dari awal lagi. Hebat, bukan?"

"Hmm... begitu, ya?" Riko langsung merasa lebih baik setelah mendengarnya. "Baiklah. Sampai saat itu tiba, Rivi dan aku akan terus bersama, oke?"

"Ya, kita akan bersama sampai kereta ini berhenti." Jawab Rivi tulus.

Rivi kembali teringat akan keberadaan bunga putih yang ada di kamar Riko.

Orang-orang di kereta ini sering berkata, bahwa apa yang ada di dalam ruangan-ruangan itu merupakan wujud dari keinginan mereka. Misalnya saja Rivi, yang sejak dulu menginginkan kamar yang harum, tempat tidur yang bagus, serta hiasan-hiasan dinding yang megah, juga barang-barang yang mahal. Dan, begitulah wujud dari ruangan Rivi di kereta ini.

Akan tetapi, berbeda dengan ruangan Riko. Ruangannya terlalu polos dan kosong. Bahkan, waktu Rivi masuk ke ruangan Riko tadi, entah kenapa dia merasa seakan-akan tenggelam ke dalam kegelapan yang hampa. Rasanya mengerikan dan sempat membuat Rivi ketakutan.

Namun, saat Rivi memandang bunga putih yang ada di samping tempat tidur Riko, pada saat itu juga, Rivi terlepas dari semua ketakutan itu, dan dia merasa seolah-olah dunia ini telah menjadi miliknya.

Apa yang membuat Riko sampai sekosong itu?

Apa sebenarnya yang telah ia lalui?

Penderitaan macam apa yang mampu menciptakan ruangan seperti itu?

Entahlah, akan lebih baik jika Rivi tidak bertanya soal itu pada Riko. Mungkin, bunga putih itu adalah bukti, bahwa Riko sudah pernah melalui penderitaan yang lebih buruk daripada menjadi anak jalanan, dan menjadi seorang yang tak memiliki keluarga.

Untuk saat ini, biarlah hanya mawar putih itu saja yang menjadi saksi atas kehidupan Riko di masa lalu.