webnovel

Dijebak Menikah Tuan Muda

Berawal dari ciuman tak sengaja yang terjadi di antara Evan dan Luci, kedua orang itu akhirnya terlibat dalam kerja sama kontrak. Evan yang belum bisa melupakan masa lalunya mau tak mau harus segera memiliki kekasih agar bisa terhindar dari perjodohan. Akan tetapi di tengah perjanjian kontraknya dengan Luci, Evan terlanjur jatuh cinta pada Luci. Sifat arogan dan dominan miliknya membuat Luci sering merasa terpojok, dan fakta yang lain adalah Luci tidak mencintai Evan. Luci telah jatuh cinta pada seseorang di masa lalunya. Kenyataan bahwa dia harus bersabar demi kontraknya dengan Evan berakhir telah membuatnya sesak. Di ujung kontrak, Luci telah dijebak menikah dengan Evan. Lalu bagaimana dengan lelaki yang berada di dalam hati Luci? Bisakah mereka bersatu?

Suny_Edelia · Teen
Not enough ratings
470 Chs

Evan Menjebak Luci

Bahkan Luci tidak diperbolehkan untuk mengajukan revisi poin perjanjian di antara mereka. Permainan macam apa yang berusaha Evan lakukan saat ini?

"Maaf, tapi sepertinya Anda salah paham di sini,"ujar Luci yang ingin menjelaskan tentang peraturan dan kode etik ketika bekerja sama dengan Luci.

"Saya yang harusnya mengajukan semua poin perjanjian terlebih dahulu. Dan jika dirasa ada poin yang tidak sesuai dengan keinginan calon klien, maka mereka bisa mengajukan beberapa perubahan," lanjut Luci sesopan mungkin.

Berhadapan dengan seseorang seangkuh Evan tidak bisa dilakukan dengan cara yang keras dan alot. Bahkan jika perlu, Luci harus sangat merendah dan merangkak demi untuk melunakkan hati Evan.

"Apa bedanya kalau begitu?" jawab Tuan John.

Di sepanjang percakapan mengenai proses kerja sama ini Evan sama sekali tidak berbicara. CEO itu hanya duduk bersandar pada sofa dengan kemeja putih miliknya yang sangat rapi. Kerah dibuka dua kancing dan tidak memakai dasi. Evan hanya duduk mematung sembari sesekali melirik pada Luci dan menyimak jalan diskusi ini.

Tidak mengherankan, banyak sekali para pengusaha yang enggan berbicara kepada Luci saat pertama kali bertemu, atau saat mereka mendiskusikan poin-poin perjanjian ini. Calon klien biasanya akan meminta seorang perwakilan demi untuk berbicara, seolah mereka itu bisu atau seolah mereka memiliki bahasa lain dari planet luar angkasa yang tak terdeteksi.

Bagi orang yang paham tentang dunia bisnis, perlakuan sepetri Evan dan petingi elit lainnya itu wajar-wajar saja. Para petinggi elit memang seringnya mengusung asas strata sosial yang ketat, apalagi di dunia kerja. Mereka memiliki struktur dan aturan kerja yang tak bisa dilanggar.

Hal tersebut bisa dilihat saat ini, yakni Evan lebih memilih diam dan melihat jalannya diskusi. Jika nanti Evan tidak setuju maka Evan akan berbicara kepada Tuan John, lalu Tuan Jhon akan berbicara dengan Luci.

Tapi jika berbisnis dengan Luci, semua aturan itu tidak akan dipakai. Luci menentang kebijakan komunikasi dengan sistem urutan level itu.

Luci paling tidak menyukai komunikasi dengan perantara, karena memang Luci dan calon klien berada pada satu kondisi level dan strata yang sama saat akan bekerja sama. Jadi penggunaan orang ketiga demi penyampaian poin-poin kerjasama seperti ini sebenarnya sangat membuat Luci marah.

"Maaf Tuan John, bisakah Anda mengatakan kepada atasan Anda untuk berbicara di sini? Jika ingin bekerjasama dengan saya maka baiknya komunikasi bisa dilakukan secara langsung dan dua arah." Luci melirik dan menyindir Evan. Tapi CEO itu sama sekali tidak merespon.

"Selama perjanjian belum ditanda tangani maka aturan itu tidak akan dipakai di sini." Tuan John menjelaskan dengan nada ketat dan penuh disiplin miliknya.

Luci memandang datar kepada dua orang laki-laki yang berada di hadapannya. Satu orang lelaki berdiri seperti patung dan hanya menggerakkan bibirnya ketika berbicara dengan Luci.

Satu lagi lelaki duduk seperti seorang raja tamak yang bisu. Kedua orang itu sangat menyebalkan, belum lagi nada bicara Tuan John yang sangat tidak disukai Luci.

"Maaf, tapi saya pemegang aturan di sini. Karena walau bagaimana pun Anda yang meminta jasa ini kepada saya.

"Jika Anda tidak setuju dengan aturan saya, maka Anda bisa mencari orang lain, Tuan Hudan. Permisi." Luci beranjak dan hampir pergi. Namun sebelum itu terjadi Tuan John sudah mengatakan sesuatu.

"Saya tidak akan pergi jika menjadi Anda," kata Tuan John dengan nada ketus. Lalu Tuan John terlihat mengambil sebuah remote dari salah satu nakas di tempat itu. Remote dinyalakan dan sebuah layar besar muncul dari dinding.

Teknologi benda-benda muncul dari dinding juga dimiliki Evan ternyata. Jadi bisa dibilang Spider itu hampir sama hebatnya denagn Evan? Wah, tidak disangka.

Layar besar itu dinyalakan oleh Tuan John. Dan betapa terkejutnya Luci ketika melihat apa yang sedang diputar di layar itu.

Ternyata yang diputar adaah sebuah rekaman CCTV tadi malam, yakni ketika Luci hampir menabrak Evan karena Luci menerobos lampu merah.

Tapi saat itu Luci memang sedang melamun, tidak lebih. Walau begitu tetap saja itu masuk pelanggaran hukum.

Lalu terlihat juga Luci mendekat dan meraba sesuatu di dalam mobil. Saat itu Luci sedang ingin membantu Evan melepas sabuk pengaman.

Tapi kemudian Evan keluar dari mobi dan malah mencium Luci.

Padahal saat ciuman itu terjadi Luci masih sedang berpikir tentang adanya CCTV di sekitar jalan yang mungkin saja nantinya bisa memberi Luci masalah.

Tapi ternyata prasangka Luci yang satu itu terbukti benar. Sekarang rekaman CCTV itu sedang diputar di sini, di kantor Evan dan Luci diminta untuk menonton.

Kemudian hal selanjutnya yang terjadi di CCTV itu adalah Luci memukul Evan sampai CEO itu terpukul mundur.

'Sial, kenapa aku memukulnya saat itu? Pasti aku akan diserang pasal berlapis-lapis kalau begini,' batin Luci tak karuan.

Yang terjadi selanjutnya adalah Evan menarik tubuh Luci hingga setengah bagian tubuh gadis itu masuk ke dalam mobil. Dari luar memang tidak terlihat hal yang lain lagi selain Evan yang terlihat menindih Luci.

Namun ketika putaran rekaman lain diputar, yakni putaran kamera di dashboard mobil, barulah terlihat bahwa Evan sedang menciumi Luci saat itu. Dan setelah semua video selesai, layar besar di dalam kantor Evan pun dimatikan.

"Dengan rekaman itu saya bisa melihat bahwa Anda tidak memiliki alasan lain selain setuju dengan perjanjian kami, karena jika tidak Anda bisa kami tuntut." Tuan John kembali berkata untuk lebih memperjelas ancaman yang sedang ingin Evan ucapkan.

Luci mematung dengan tubuh bergetar sangat hebat. Jika sudah berurusan dengan Evan apalagi mengenai hukum dan tuntutan, maka tidak ada gunanya untuk menyangkal.

Bahkan ketika kau tidak bersalah sama sekali. Evan bisa membuktikan dan bisa memutar balikkan seolah kau itu bersalah. Maka dari itu, Luci sudah tau bahwa dia telah kalah saat ini. Dan tamatlah sudah semuanya.

Luci berbalik dengan wajah dibuat setenang mungkin. Luci tidak ingin memperlihatkan kepada Evan bahwa CEO itu telah menang. Tidak, Luci harus bersikap seolah dia itu gadis yang kuat dan tidak takut kepada Evan.

Jadi ke depannya Evan tidak akan memiliki niatan untuk memanfaatkan Luci dengan berlebihan.

Tapi sebenarnya jika dilihat pada poin perjanjian pun semuanya sudah berlebihan. Apalagi nanti Evan bebas menyentuh Luci di bagian tubuh mana pun dan pada waktu kapan pun.

"Di mana saya harus tanda tangan?" tanya Luci dengan wajah datar yang ia tujukan kepada Evan. Tapi CEO itu tidak balas memandang Luci. Evan justru sedang menikmati layar besar yang saat ini sudah mati.

"Sebelah sini." Tuan John bergerak untuk mengatur berkas-berkas yang harus ditanda tangani Luci.

Luci meraih dokumen lalu mulai membubuhkan tanda tangannya pada ruang yang telah ditempeli oleh materai. Ada empat rangkap yang harus ditanda tangani, padahal biasanya hanya ada dua. Entah apa yang direncanakan oleh Evan kali ini. Tapi toh jika Luci ingin mundur itu sudah terlambat.

Evan ikut menandatangani dokumen yang tadi sudah ditanda tangani oleh Luci. Setiap goresan pena milik Evan rasanya seperti sebuah pisau yang mencabik kehidupan dan kebebasan Luci.

"Akan kupastikan kau menyesal telah membuatku mencium gadis serendah dirimu," bengis Evan setelah selesai membubuhkan tanda tangannya.

***