webnovel

Dibalik Kata Teman

Kata teman menjadi awal dari kisah ini, rasa nyaman hadir diantara pertemanan, seolah memberi harapan tapi sangat sukar dijangkau karna adanya batasan. Berteman dekat dengan lawan jenis tidaklah masalah, tapi perasaan kerap menjadi korban untuk tidak egois. Berusaha mengalah dengan ego sendiri agar tetap bisa selalu bersama tanpa ada penghalang. Tapi sejauh apapun kita berusaha, pasti ada kata lelah dan ingin mengungkapkan. "Lo pikir ada, laki-laki sama perempuan, murni berteman dekat tanpa ada rasa suka? ngak bakalan ada Del. Karna salah satu akan ada rasa suka, dan itu adalah Gue!" ~Alvaro Pramugraha "Bukan tak peka dan tak mengerti, hanya saja tak ingin salah dalam menafsirkan arti rasa, karna rasa yang ada dalam dirimu dan diriku adalah milik -Nya." ~Adela Magfira Rasa cinta hadir karna adanya rasa nyaman, rasa tak ingin kehilangan pun membuat diri tak ingin berjauhan. Tapi bagaimana cara mengatasi rasa cinta yang terlanjur hadir diantara pertemanan. Ingin mengungkapkan tapi tak mau ada kata penolakan. Akankah kisah pertemanan ini bisa terus berjalan jika ada salah satu pihak yang menaru hati, atau sebaliknya pertemanan ini akan berakhir karena ke egoisan hati yang tak bisa dimengerti.

Ade_Irma_Suryani_5358 · Teen
Not enough ratings
25 Chs

Terkejut

Hari ini adalah hari pertama untuk kembali ke rutinitas Adela yang sesunnguhnya, apalagi kalau bukan kuliah, setela hampir 2 bulan tak menginjakkan kaki dikampus, sudah dipastikan kalau banyak mahasiswa yg bosan dirumah aja, termasuk Adela.

Mengingat kejadian kemaren sore di mana Adela sempat menabrak orang di koridor kampus karna lagi tergesah-gesah.

Kemarin sore memang Adela sedang buru-buru untuk ngeprin kartu rencana studinya atau KRS. Sebenarnya waktu di rumah Adela sudah memprin KRS nya, tapi dia malah lupa membawanya ke kampus, padahal hanya kemaren mereka ada kesempatan untuk menemui Dosen pengampuh akademiknya, maklumlah Dosen nya itu orang sibuk jadi banyak job yang harus di kerjakan dan tentunya Adela tidak mau menyia-yiakan kesempatan tersebut.

Karna terlalu buru-burunya berjalan, jadilah dia menabtak pria yang tak ia kenali itu dan lebih parahnya lagi pria itu belum memaafkannya. Sungguh menyebalkan.

Mengingat kembali kejadian kemarin sore membuat hati Adela geram sendiri. Pasalnya dia masih kesal dengan tingkah lelaki aneh tersebut.

"Kenapa Dek? Kok mukanya kayak kesal gitu?" Tanya Daut, Ayah Adela. Dirumah memang Adela di panggil dengan sebutan Adek oleh keluarganya.

"Hehehehe, ngak papa kok Yah. Adek cuman kesel aja sama seseorang", jujur Adela.

"Emangnya orang itu jahatin putri cantiknya Ayah, sampai-sampai kesel sendiri." Daut mengelus pucuk kepala putri bungsunya.

"Ngak gitu Yah, sebenarnya Adek yang salah, adek ngak sengaja nabrak orang itu di koridor kampus, tapikan adek udah minta maaf, masa belum di maafin kan adek jadi kesal." Kelihatan sekalai memang Adela lagi kesal, pasalnya mukanya itu menunjukkan raut ketidak sukaan.

Semenjak tadi Rini, ibu Adela hanya menyimak pembicaraan antara Ayah dan Anak itu dari dapur sambil mengambil makanan yang belum di letakkan di meja makan.

"Adek tau ngak membenci seseorang itu ngak baik?" ucap Rini tiba-tiba..

Wah Adela mencium aroma-aromah tegurannih, kalau Ibunya udah angkat bicara kayak gitu.

Adela pun menganggukkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan ibunya.

"Adek tau, kalau meminta maaf kepada seseorang yang kita sakiti itu hukumnya wajib?" Adela kembali menganggukkan kepalanya.

"Adek tau, kalau mengakui kesalahan sendiri itu perbuatan yang terpuji?" Lagi-lagi Adela menganggukkan kepalanya.

Ibunyapun sekarang mengisi pirinh kosong Daut dengan sarapan pagi ini. Kemudian melanjutkan perkataannya.

"Kalau adek tau semua yang ibu bilang itu tentang kebaikan, jadi kenapa adek harus kesal pada orang itu. Kan semuanya ada balasannya. Kesal pada seseorang itu ngak ada gunanya dek, selain buat hati sakit, juga membuat jiwa tidak tenang. Yang penting adek harus meminta maaf, urusan dimaafkan atau tidak sama orang itu, itu urusannya sendiri dengan Alloh, jadi kalau adek udah minta maaf sama orang itu adek ngak bakalan berdosa lagi, toh adek sudah mengakui kesalahan."

Wah sekarang mood Adela kembali ceria, inilah salah satu nikmat Tuhan yang sangat ia syukuri, sejak dulu sudah memiliki keluarga yang taat agama, saling menyayagi, melindungi dan saling melengkapi. Sungguh Alloh begitu baik kepada Adela. Daut sendiri sangat bersyukur memiliki keluarga yang seperti ini, keputusan menikahi Rini adalah keputusan yang terbaik yang ia ambil, memiliki istri yang sangat berbakti kepada suami dan selalu ada ketika suka maupun duka, sungguh ini  adalah karunia yang sangat ia syukuri.

Adela beranjak dari duduknya ia memeluk tubuh Rini dengan sayang. "Ibu memang terbaik, Adek sayang Ibu." Rani terkekeh melihat kelakuan putri kecilnya ini dari dulu sampai sekarang mesi aja sama, tetap manja.

"Hahahaha, Iya dong Ibu kan memang kesayangan kalian," Rani menguraikan pelukannya kemudian mencium pipi putrinya yang manja.

Daut berdehem, mengalihkan perhatian kedua wanita di depannya. "Jadi cuman Ibu nih yang disayang, Ayah inggak?" Daut memasang muka sedih andalannya, biar Adela merasa kalau Ayahnya juga pengen di peluk.

Adela terkekeh melihat tingkah Ayahnya yang kurang pandai berekting itu, pasalnya Daut ngambek tapi makan tetap jalan terus.

"Tuh dek ada yang ngambek," usil Rini. Adela menganggukkan kepalanya, kemudia berjalan mendekati Daut.

"Ihhhh pahlawan adek ngambekan,"kata Adela seraya memeluk tubuh Daut dari samping. Daut belum berkutik ia masih mau mengerjai putrinya.

"Ayah kok ngak balas pelukan adek sih. Ayah ayok peluk adek." Mata Adela berbinar sambil tersenyum lebar. Alih-alih memeluknya Daut masih tetap melanjutkan makannya, tanpa memperdulikan putrinya.

"Ayah, marah ya sama adek." Adela bertanya sambil melihat raut wajah santai Ayahnya, "Yah, Ayah ku sayang, lihat adek dong," rengek Adela sambil mengeluarkan jurus andalannya.

Ayolah kalau sudah seperti ini Daut mana bisa menahan diri untuk tidak tertawa.

"Hahahahaha, adek tau ngak sih kalau tingkah adek gitu, Ayah ngak bakalan bisa ngambek," ucap Daut.

"Lagian Ayah juga, masa kek gitu aja gambekan." Adela pun melepas pelukannya pada Ayahnya, toh uda dapat balasan pelukan juga.

"Adek hari ini masuk pagi kan?" Adela mengangguk sebagai jawaban.

"Kalau gitu adek cepat makannya biar sekalian bareng Ayah. Ayah ada urusan dekat kampus adek."

Adela sangat senang mendengarnya, bagaimana tidak senag, biasanya Adela kekampus itu naik angkot tapi kali ini Ayahnya mau mengantarnya.

Adela segera menghabiskan sarapannya dan menyusul Ayahnya yang sudah beranjak duluan dari ruang makan.

"Buk, adek sama Ayah pamit ya," pamit Adela pada Ibunya seranya menyalim sang Ibu.

"Iya sayang, belajar yang rajin ya, jangan lupa nanti siang makannya ngak boleh telat." Adela tersenyum dan mengangguk patuh pada Ibunya.

"Abang berangkat dulu ya." Pamit Daut pada Rini.

"Iya bang,  hati-hati di jalan. Bawa keretanya jangan ngebut-gebut." Rini pun bergegas menyalim tangan Daut. Rutinitas itu memang selalu ia lakukan, sebagai tanda baktinya kepada sang suami. Itu jugalah yang membuat Adela sangat bahagia, bagaimana tidak dia memiliki kedua orang tua yang saling mencintai dan saling mengingatkan dalam setiap hal kebaikan, selalu menasehati ketika melakukan suatu kesalahan.

Kini Varo sudah berada diare kampus. Pagi ini  ia memang ada jadwal kuliah, walaupun sekarang ia sudah seharusnya membuat skripsi, tapi ia juga masih harus mengejar ketertinggalan nilainya di semester-semester yang lalu.

Jadi saat ini dia hanya masuk kelas dengan adek-adek seniornya, sudah Autor bilang, kalau Varo adalah orang yang cerdik tapi tak berahlak, makanya Dosen tidak segan memberinya nilai yang jelek, sehingga harus membuatnya mengulang di semester berikutnya.

"Lo masuk sama adek senior semester berapa?" Orang yang baru bertanya adalah Danu, temannya Varo. Perlu diketahui kalau Varo itu memiliki 3 teman dekat. Yaitu Danu, Odit dan Putra. Perlu diketahui juga kalau ketiga temannya ini sifatnya sangat absurt, dan receh. Setidaknya Varo bisa ketawa kalau teman-temannya itu sudah bertingka bodoh.

"Semester 5, kenapa?" jawab Varo.

"Loh kok kita bisa samaan gini ya, Gue juga masuk di kelas anak semester 5 Bro," jawab Danu antusias.

"Lo, bodoh apa oon sih. Udah tau kita semua masuk di kelas yang sama, Lo masih nanyak." Kali ini Odit yang angkat bicara. Pasalnya ia geram sama temannya yang satu itu, udah tau masih aja nanyak.

"Yaelah Bambang, Gue kan cuman mastiin aja. Sapa tau Varo mau masuk di kelas yang berbeda. Diakan orang nya agak aneh, hidup semaunya, aturan semaunya, jadi ngak ada yang bisa larang jalankan Dosen, Dekan Fakultas pun di buat bungkem sama nih orang."

Varo merasa jengah dengan tingkah temennya itu. Masak bicarain orang di depannya langsung, memang benarya, cowok itu ngak bisa gosib.

"Gue dengar ya Dan." Varo yang awalnya cuman mendengarkan ocehan Danu, kini angkat bicara. "Dari pada lo ngurusin Gue, mening loh urusin tuh cara ngambil hati dosen pembimbing skripsi Loh. Lo lupa, kalau dosen PS loh itu, Pak Munajat."

"Lo tuh, jadi teman ngak asik bangetya, bisanya cuman ilangin mood Gue."Danu melongos pergi meninggalkan ke 3 sahabatnya itu. Yang lain malah ketawa melihat tingkah Danu. Danu memang sedikit sensitif kalau dah menyangkut dosen PS nya itu. Pasalnya pak Munajat adalah dosen killer di kampus, ia tidak tanggung-tanggung memberikan nilai E sama mahasiswa akademiknya sendiri, kalau berani menentang peraturannya. Apalagi mahasisa yang bimbingan skripsi padanya, ia tidak tanggung-tanggung tidak memberikan bimbingan pada mahasiswanya, biar ngak bisa cepat wisuda, dan Danu sepertinya adalah target selanjutnya karna dia sudah perna membuat kesalahan besar pada dosen killer itu.

Kini mereka sudah memasuki kelas untuk pagi ini, dan duduk di samping Danu yang lagi mode ngambek.

"Duh, ternyata cewek-cewek disini cantik-cantik ya Bro!" ucap Odit. Sambil memperhatikan cewek-cewek di kelas itu.

"Kalau pada cantik mah, gue mau gebet aja salah satu,"timpal Putra yang ikut memperhatikan.

Jika yang lain pada memperhatikan cewek mana yang paling cantik. Lain hal nya dengan Varo, dia lebih memilih memberhatikan smartphone nya. Ketika Varo tak sengaja melihat ke arah depannya, ia terkejut bukan main. Cewek yang kemarin sore menabraknya itu ternyata berada di kelas yang sama dengan dirinya.

Iya memperhatikan wanita yang sedang tertawa dengan teman nya itu. Ketika wanita itu juga tak sengaja melihat ke belakang, wanita itu terkejut bukan main. Ia bahkan sampai membulatkan matanya secara sempurna, sampai-sampai mulutnya agak mengagak sengkan kagetnya, untungnya ngak ada lalat yang masuk.

"Lo, cewek yang kemarinkan." Adela belum bisa menjawab, mungkin masi dalam keterkejutan.

"Lo, budek ya. Gue lagi nanyak nih." Varo kembali angkat bicara. Adelapun hanya menganggukkan kepalanya dengan ragu.

Batin Adelapun merasa was-was. Tamatlah riwayannya sekarang.

Ketiga sahabat Varo, tampak heran dengan suasana ini, mengapa Varo berlaga mengenali Adela, begitu juga dengan temannya Adela.

"Kemarin Lo, pergi sebelum mintamaafkan, sekarang Gue mau Lo_" belum sempat menyelesaikan ucapannya, seseorang sudah memotongnya duluan.

"Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatu," sapa seorang Dosen yang masuk di kelas mereka. Adela merasa sangat bersyukur, karena Dosennya datang diwaktu yang tepat.

"Waalaikumsalam warohmatullahi wabarokatu." Jawab mereka bersamaan.