webnovel

DIARIES OF HOROR

Kita sebagai makhluk hidup adalah makhluk sosial. Saling membutuhkan dan saling melengkapi. Akan tetapi kita tidak hidup sendirian. Bukan berarti hewan dan tumbuhan bukan termasuk makhluk hidup. Ya, mereka tergolong makhluk hidup juga yang hidup di Bumi. Tetapi, di sini yang di maksudkan bukanlah mereka. Kita hidup berdampingan juga dengan yang tidak kasat mata. Ya, kita mengenalnya dengan bermacam nama. Hantu, Setan, Jin dan lainnya. Setiap wilayah memiliki nama yang berbeda untuk mereka yang tidak kasat mata. Misalnya saja Kuyang. Kuyang adalah hantu kepala yang terbang dengan organ dalam tubuhnya. Sebutan Kuyang ini berasal dari Kalimantan. Berbeda dengan di Bali, di Bali Kuyang disebut dengan nama Leak. Buku ini berisikan cerita-cerita horor yang akan menemani hari-hari kalian menjadi lebih... berwarna.

TRIS_WISNOF · Fantasy
Not enough ratings
296 Chs

Chpater 26# Tangisan wanita part 2

Agus mengurungkan niat, ia meringkuk di bawah meja, mamandang pintu, dan sosok itu melewati kamarnya, bayangannya begitu hitam, ia berjalan seperti seseorang yg pincang, namun satu yg tidak akan pernah Agus lupakan, bayangan itu begitu panjang, seperti tak habis-habis

pagi kembali, Agus bermain dengan yg lain lagi, namun aneh, setiap hari terkadang satu persatu perempuan yg datang berkurang, namun anehnya tak ada satupun dari mereka yg merasa kehilangan temannya, kecuali Maria, ia lebih sering murung sendirian,

hari itu datang, Maria tak lagi terlihat di antara yg lain, Agus menemui mbah Ratno di kandang kuda, namun lelaki tua itu seperti tak perduli, "ra usah di reken, gedekno ae manokmu ben siap tak uruki" (gak usah di perdulikan, besarkan aja kemaluanmu biar bisa segera tak ajarin)

namun Agus tak menyerah, malam itu juga ia berniat mencari Maria, mbah Ratno pernah bilang jangan pernah keluar dari kamar karena tak seorangpun berani untuk keluar, itu artinya Agus bisa leluasa mencari di mana Maria berada, ia mendekati pintu saat suara tertawa itu muncul,

Agus melihat sosok Jagrang di depan matanya, kulitnya putih pucat dengan rambut sepinggang, ia menggeleng seakan memberitahu agar Agus tidak pergi, namun Agus menolak, ia ingin tahu rumah apa ini dan di mana Maria dan perempuan perempuan lain, Agus keluar,

hening. setiap Agus melangkah terdengar lantai kayu berderit, Agus tersadar sesuatu, bagaimana sosok itu bisa berjalan tanpa bersuara sepertinya, Agus menyusuri lorong, namun ia tak menemukan apapun selain kegelapan di mana-mana, tak ada satupun lampu petromaks di nyalakan,

tiba-tiba, sekelibat seorang perempuan berlari menatap Agus dari jauh, ia tersenyum kepadanya memanggil-manggil, Agus pernah melihatnya, dia salah satu perempuan yg hilang, namun saat Agus mendekat, perempuan kecil itu lari lenyap di balik tembok kayu, Agus terdiam

hal itu terjadi terus menerus, mereka muncul dan menghilang kemudian tertawa terbahak-bahak menertawakan Agus, sampai akhirnya, Agus melihat anak itu menunjuk sebuah pintu, ia mengangguk sembari tersenyum, sebelum pergi lagi, Agus mendekati pintu itu, ia mencium aroma bangkai

Agus membuka pintu, di baliknya ada anak tangga, meski ragu namun Agus sudah bertekad untuk mencari di mana keberadaan Maria, ia menuruni anak tangga, di bawah Agus melihat banyak sekali rumput pakan kuda, Agus tak mengerti tempat macam apa ini, hingga ia melihat pintu lain,

terdengar suara berkisik di balik pintu, membuat Agus semakin penasaran, ia mengamati tempat itu sebelum menemukan lubang di tembok, Agus mengintip dari lubang itu, di dalamnya ada seorang wanita tengah duduk di kursi di belakangnya ada seseorang yg tengah menyisir rambutnya

hal yg membuat Agus tersentak kaget adalah saat Agus tau ruangan itu di penuhi gumpalan rambut yg begitu banyak, Agus tercekat mundur, ia mencoba mencerna apa yg baru saja dia lihat sebelum kembali mengintip saat di depannya wanita itu ikut mengintip dirinya,

Agus sontak berlari dari tempat itu namun pintu terkunci secara tiba-tiba dan dari belakang sosok itu mendekat, Agus berteriak-teriak meminta siapapun membukakan pintu, namun tiba-tiba, sosok itu melotot dengan mulut mengangah terus menerus mengeluarkan darah hitam kental,

ia menunjuk Agus, sembari berteriak parau, "Sopo koen le?" (siapa kamu nak?) entah apa yg terjadi, Agus mulai menangis dan dari bola matanya darah merembas keluar di ikuti hidung sampai mulutnya, ia mendekati si wanita sebelum menunduk merengkuh kakinya yg cacat

rasa nyeri yg Agus rasakan begitu menyiksa, untuk anak sekecil itu Agus hanya bisa meronta-ronta, seperti ia di kuliti dalam keadaan sadar, karena ia kemudian menggaruk wajahnya terus menrus tak perduli kuku jarinya mulai patah satu persatu, tiba-tiba terdengar suara yg ia kenal

"niku rencang kulo buk" (dia teman saya ibuk) sosok wanita itu berhenti, sementara Agus masih berkutat di kepalanya, ia terus menarik kulit wajahnya menariknya hingga ada sentuhan yg ia kenal, ia terus berbisik, "kamu ngapain Gus, gila kamu! apa gak ada yg kasih tau"

tak beberapa lama, pintu terbuka dan suara lain yg Agus kenal datang, ia mengangkat tubuh Agus sebelum membawanya pergi dari tempat itu, namun Agus masih mengelepar karena kulitnya masih terasa terbakar, Agus tak bisa melihat apapun,

"koen golek pekoro, lapo cah lanang mok gowo mrene, tuwek goblok"(kamu cari perkara, ngapain bawa anak lelaki kesini, tua bodoh!!) Agus hanya bisa mendengar perdebadan itu, mbah Retno sepertinya di marahi oleh yg lain, Agus masih terus menahan sakit, ia tak tau apa yg terjadi

hingga terdengar suara pintu di buka, dan kedatangannya mendatangkan keheningan, tak ada suara lain, Agus melihat bayangan seorang lelaki, aromanya begitu harum yg sejenak membuatnya tak merasakan sakit, mbah Retno lalu bicara, "tuan Codro" katanya dengan suara yg halus,

"onok opo toh iki?" (ada apa ini?) Agus masih meraba, matanya tak begitu jelas menangkap sosok yg ada di depannya, terdengar suara berbisik-bisik yg di jawab dengan "Wes, petnono ae, ra isok urip cah iki, timbang kesikso, ndase isok pendem nang nisor wit ngarep"

"sudah matikan saja anak ini, dia gak akan bisa hidup, daripada kesiksa, kepalanya kan bisa di pendam di bawah pohon depan" Agus terkesiap saat mendengarnya, karena kemudian beberapa orang melangkah mendekatinya.

tiba-tiba seseorang masuk, "ojok di pateni, cah iku isok urip gawe getihku, dee gak salah mergo gak sengojo ngambu ilmuku" (jangan di bunuh, anak itu masih bisa hidup pakai darahku, dia gak salah karena gak sengaja mencium aroma ilmuku) si lelaki menjawab, "getihmu ra isok"

"darahmu gak bisa. dia tetap mati, kecuali dia bisa belajar Aksara kolojiwo dan belum tentu anak ini kuat nanggung akibatnya, lagipula, mati ya mati saja, opo bedone" "CODRO!! KOEN NGERTI SOPO AKU??" Agus tercekat, suara itu begitu mengguncang, Agus seketika merasa dingin,

tak beberapa lama, mbah Ratno berbisik pada Agus, "habis ini kamu akan minum darah yg akan jadi tanggunganmu gus, ini akibatmu kalau ndak nurut sama saya" mbah Ratno membantu Agus membuka mulut, dan cairan amis itu masuk ke tenggorokan Agus,

"cah iki bakal dadi siji Rojot sing bakal melok nang dalane pituh lakon, iling-ilingen omonganku, sak iki gowoen aku adoh tekan omahmu, aku gak isok nang kene maneh" (anak ini kelak akan jadi Rojot yg akan ikut jadi orang yg penting, ingat pesanku, sekarang bawa aku pergi)

(bawa aku pergi jauh dari rumahmu, aku tidak bisa di sini lagi) suara lelaki itu menjawab pelan, "iya Rinjani, Padusan pituh wes tak siapno kanggo kowe" (Padusan pituh sudah saya siapkan semuanya)

si lelaki kemudian berbicara lagi, "No, basi Rinjani nguripi arek iki, aku gak isok nerimo, tapi aku isok nerimo nek cah iki isok urip tekan Benggolo sing tak gowo" (No, biarpun Rinjani sudah memberi kehidupan ke anak ini aku gak bisa terima, jadi aku akan mengujinya apakah dia-

-masih bisa hidup setelah ku buat setengah mati dengan Benggoloku) Agus masih belum bisa menerima apa yg masuk ke dalam mulutnya, karena setelahnya, ia di paksa lagi membuka mulut saat sesuatu di paksa masuk lagi ke dalam perutnya, Agus meronta-meronta

Sonia tersentak sebelum memuntahkan isi perutnya, seorang petugas stasiun mendekatinya, "kenapa mbak? mimpi buruk lagi?" Sonia menggelengkan kepalanya, ia tidak tahu baru saja melihat apa, ia melihat seorang anak lelaki, Sonia melirik buku di atas mejanya di sana tertulis sesuatu

"Aksara Kolojiwo" Sonia terdiam lama, ia harus tahu, apa itu Kolojiwo.

Sonia masih menuggu di bangku stasiun saat dua orang lelaki dan satu perempuan mendekatinya "mbak Sonia ya" kata si lelaki jangkung, Sonia berdiri, mengangguk sebelum menyalaminya "oh oke, ini Guntur, ini Eka, dan saya Rizky" kata si lelaki, Sonia mengangguk mengerti,

"saya gak tau darimana anda tau kalau kami mau naik gunung, tiba-tiba anda telephone dan mengatakan kalau mau ikut pendakian, saya kaget, tapi sudahlah, lebih enak kalau naik gunung itu memang bawa orang banyak" kata Rizky, Sonia hanya tersenyum, ia seakan di tuntun oleh sesuatu

"jadi hanya kita saja berempat ya yg naik?" tanya Sonia, Rizky menggeleng lalu menatap sekeliling sampai matanya tertuju pada seorang perempuan berambut panjang yg berjalan mendekati mereka, "ada satu lagi mbak Sonia, namanya, Maria" ucap Rizky,

Sonia melihatnya, tempat itu begitu gelap. dipenuhi sarang laba-laba. aromanya apak, lantainya terbuat dari batu bata solid yg di tumbuhi lumut. tak ada yg bisa di lihat di sini selain kekosongan.

Sonia menatap kesana kemari memperhatikan setiap detail apa yg ada di sini banyak sekali kerangka pintu tersebar di sepanjang lorong, Sonia tak tahu ada apa di setiap ruangan gelap itu sampai suara yg bertahun-tahun terpendalam dalam ingatannya terdengar lagi. Rinjani memanggil

Sonia melangkah dengan kaki telanjang. sentuhan lantai batu bata yg dingin membuatnya bisa merasakan bahwa tempat ini sudah lama di tinggalkan, disepanjang ruangan gelap yg Sonia lewati terdengar jeritan anak-anak kecil namun Sonia tak bergeming karena Rinjani tak menghendakinya

di temukan sebuah pintu kayu tua yg dipilin dengan darah, Sonia menyentuhnya sesaat, merasakan setiap emosi dari darah anak-anak yg di tumpahkan untuk mengunci Rinjani dari tidurnya sebelum akhirnya ia kembali terjaga, Sonia membuka pintu perlahan sebelum melangkah masuk

Sonia terdiam. matanya terbelalak menyaksikan ruangan itu di penuhi dengan anak perempuan yg sudah terbujur kaku, mereka di letakkan begitu saja di atas ranjangnya masing-masing. meski takut namun Sonia terus berjalan melewati mayat anak-anak perempuan itu. pikirannya berkemelut.

dari ratusan anak yg di letakkan di sepanjang ruangan, Sonia melihat hal yg berbeda, tepat di ujung ada sebuah tiang kokoh, di atasnya di gantung 6 anak perempuan, mata mereka terbuka seakan melotot menatap Sonia Sonia tertuju pada sepotong tali kosong, tempat seharusnya ia berada