webnovel

Dendam Masa Lalu (sudah terbit)

Seorang anak yang kehilangan orang tuanya akibat pembunuhan klan keluarganya, meyebankan ia diangkat oleh sahabat ayahnya. ia kemudian pindah dan menjalani hidupnya di rumah orang tua angkatnya. Ayah dan ibu angkatnya adalah seorang ahli bela diri tradisional. Ayahnya menguasai ilmu bela diri pencak silat, silat Sasak sedang ibunya seorang ahli bela diri pencak silat kera sakti. keduanya tidak pernah menunjukan keahlian yang mereka miliki. namun semua warga yang ada disana mengetahuinya. 20 tahun kemudian orang tua angkatnya meninggal dalam sebuah kecelakaan membuat ia memutuskan untuk kembali ke negara asalnya. ia membawa adik angkatnya ikut bersamanya. disana ia bertemu dengan seorang gadis yang ternyata anak dari pembunuh orang tuanya. keinginan untuk membalas dendam semakin berapi api. ia ingin orang itu menerima konsekuensi dari apa yang telah ia lakukan kepada keluarganya. bahkan ia ingin membalasnya berkali lipat. memasuki dunia gadis itu dan memporak porandakan hidupnya termasuk keluarganya.

Devy_shandra98 · Action
Not enough ratings
16 Chs

Sebuah Pelarian

Malam itu malam bulan purnama. Cahaya begitu terang dan tenang memasuki celah setiap rumah. Sebuah keluarga sedang tertidur lelap dalam kediamannya.

Tiba-tiba seorang anak terbangun dalam tidurnya. Rupanya ia kebelet ingin ke kamar mandi. Ia menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Berjalan sambil mengucek matanya. Dalam setengah sadarnya ia menuntaskan keinginannya. Saat akan selesai ia mendengar teriakan orang tuanya. Teriakan kesakitan.

Dalam rasa takutnya anak itu pergi menuju sumber suara. Memastikan apa yang terjadi sebenarnya. Betapa terkejutnya anak itu mendapati orang tuanya yang tertusuk bilahan katana.

Dengan tatapan tak percaya, anak itu membungkam mulutnya sendiri agar suaranya tak lolos. Secara perlahan anak itu mundur dengan hati-hati, beruntung ia sudah diajarkan bela diri oleh ayahnya sejak kecil. Hingga ia terbiasa berjalan tanpa suara. Sebelum ia pergi, ia mengamati setiap inci wajah orang-orang itu, merekamnya dalam ingatannya.

Anak itu pergi bersembunyi sebelum orang-orang itu menemukan dirinya. Ia harus selamat. Ia tidak ingin mati ditangan orang-orang kejam itu. Anak itu naik ke atas loteng rumahnya, tempat ia biasa bersembunyi ketika melakukan kesalahan.

"Aku harus tetap disini, setidaknya sampai mereka pergi". Ucap anak itu pada dirinya.

"Cepat cari anak itu jangan biarkan dia kabur, cari dia sampai ketemu". Teriak seseorang dengan lantang. Anak itu yakin, itu pasti perintah dari pimpinannya.

"Semoga mereka tidak menemukan tempat ini". Ucap anak itu cemas.

Dengan hati-hati anak itu mulai membuat loteng itu berantakan, ia juga melepas semua laba-laba peliharaannya, membuat seolah loteng ini hanya digunakan sebagai gudang, tidak ada orang yang pernah kesana.

Mungkin malam ini ia tidak akan tidur.

Pajar di ufuk timur telah menyingsing dari persinggahannya. Orang-orang itu sudah pergi meninggalkan kediaman Hideyoshi. Anak itu memeriksa ruangan ayahnya berharap ia menemukan sesuatu.

Setelah lama mencari anak itu tidak menemukan petunjuk apa pun. Apa yang harus ia lakukan, kemanakah ia akan membawa kakinya.

Dibawah pohon persik, anak itu berusaha memikirkan jalan keluar untuk dirinya sendiri. Ya, ia harus tetap hidup.

"Auw". Ucapnya memegang lehernya yang digigit semut. Ia mengusap usap lehernya yang di gigit. Tangannya menyentuh tali kalung pada lehernya. Gerakannya terhenti. "Paman Rahman". Ucapnya tiba-tiba.

Ya, ia harus menemui paman Rahman, hanya dia yang dapat menolongnya.

Tanpa menggunakan alas kaki, anak itu keluar dari rumahnya, ia berlari menuju rumahnya orang yang ia sebut sebagai paman Rahman. Ia tidak peduli seberapa jauh rumah itu, ia terus berlari.

Melompati pagar anak itu langsung mengedor pintu rumah yang sedikit berbeda dari rumah yang lain.

"Siapa?". Tanya orang yang ada di dalam sana.

Saat pintu terbuka dan melihat siapa yang membukanya anak itu langsung menubrukan tubuhnya memeluk orang yang ada di hadapannya.

"Apa yang terjadi?". Tanya Rahman melihat keringat yang membanjiri tubuh anak itu. Napas anak itu masih belum stabil.

Rahman mengajak anak itu masuk ke dalam. "Atur napasmu?". Perintahnya.

Anak itu melakukan apa yang diperintahnya. Ia berdiri tegak, lalu merapatkan kakinya. Tangannya ia ayunkan dari dada membentuk pola lembut. Secara perlahan ia menghirup oksigen yang ada disekitarnya. Kemudian dihembuskan secara perlahan lewat mulut.

"Ada apa Akira?". Ucap Rahman sambil menuangakn secangkir teh hangat pada anak itu.

Orang tuaku dibunuh oleh segerombolan orang berpakaian hitam". Ucapnya sebelum menyesapi tehnya.

"Bagaimana bisa, apa kau mengingat wajah mereka?". Tanya Rahman dengan perasaan terkejut.

"Itu terjadi di tengah malam ketika kami sudah tertidur. Aku mengingat wajah beberapa orang dari mereka. Mereka juga memiliki tato Kalajengkig di dekat pergelangan tangan kiri mereka.

"Mau apa lagi orang itu". Batin Rahman. "Sebentar aku akan mengambilkanmu beberapa kertas". Ucap Rahman lau pergi ke sebuah ruangan.

Setelah mendapatkan kertas dan pensil Akira mulai menggambar wajah yang diingatnya itu.

Memperhatikan gambaran Akira, Rahman semakin yakin siapa pelaku pembunuhan keluarga Hideyoshi. "Bagaimana kamu bisa kabur?".

"Waktu kejadian aku berada di kamar mandi. Kejadiannya begitu cepat, aku hanya melihat orang tuakku dibunuh di kamarnya". Terang Akira.

"Apa mereka melihatmu?". Tanya Rahman lagi.

"Aku rasa tidak. Mereka tidak melihatku. Aku mendengar mereka mencariku". Ucap Akira memberi keterangan. "Waktu itu aku bersembunyi di loteng rumah". Tambahnya lagi.

"Sebaiknya kita harus segera pergi dari sini. Aku akan meminta temanku untuk membuatkanmu paspor". Ucapnya. Terdengar jelas nada khawatir dari suaranya. "Aku akan mengambil tasku, kamu tunggu disini". Ucapnya berlari menuju kamarnya.

"Kita akan ke rumah temanku untuk mengurus paspor mu". Ucap Rahman sambil menuruni anak tangga. Ia menuju bagasi mobilnya.

Mobil BMW hitam keluar dari pekarangan rumah menuju jalan raya yang dipadati dengan pengendara lain.

***

Bandara Internasional Lombok, 2 September 2020

Kedatangan mereka di sambut oleh seorang wanita yang sedang menggendong anak kecil. Wanita itu tersenyum ramah padanya.

"Akira, perkenalkan ini istri ku namanya Aminah. Gadis kecil ini anak ku namanya Lia". Ucapnya memperkenalkan anggota keluarganya.

Aminah menyodorkan tangannya kea rah Akira. Akira menyambutnya, ia menjabat tangan Aminah.

Aminah mengerutkan alisnya melihat Akira hanya menjabat tangannya bukan menciumnya seperti kebiasaan orang-orang di sekitarnya.

Mengerti kebingungan istrinya Rahman mencoba menjelaskan siapa sebenarnya anak yang ia bawa.

"Pak apakah benar tidak apa-apa membawanya kemari?, bagaimana kalau orang-orang itu mencarinya sampai kesini". Ucap Aminah khawatir.

"Aku sudah menyuruh temanku membuatkan dokumen baru utuk Akira. Akira nama kamu sekarang adalah Saepullah, kamu akan menjadi anak angkat saya". Jelas Rahman.

"Pak, bapak nggak pernah diskusiin hal ini sama Minah". Kesal Aminah. Bukannya ia tidak menerima kedatangan Akira. Ia hanya tidak suka saja dengan sikap suaminya yang sering mengambil keputusan sendiri.

"Ini terlalu mendadak, kasian dia. Akan ku ceritakan cerita panjangnya di rumah". Ucap Rahman.

"Akira panggil aku Inak". Ucap Minah dalam bahasa Jepang. Inak adalah sebutan untuk Ibu dalam bahasa Sasak.

"Inak". Ucap Akira ragu.

"Anak Pintar". Ucap Minah mengusap lembut rambut Akisa. Minah merupakan mahasiswa lulusan sastra Jepang. Ia merupakan perempuan yang cerdas di desanya. Ia mendapatkan beasiswa S2, namun ia memilih untuk menikah dan membangun rumah tangga dengan Rahman.

Rahman merupakan lulusan S2 ekonomi di Kyoto University, ia memulai usahanya bersama teman-temannya yang menuntut ilmu di negeri matahari. Awal pertemuan mereka saat Rahman diundang sebagai pemateri dalam sebuah talk show dan Minah sebagai ketua panitianya. Mereka awalnya tidak dekat. Sebuah insiden membuat mereka dekat. Waktu itu disebuah gang sempit, Minah menemukan Rahman sedang berkelahi dengan segerombolan orang. Ada anak kecil yang terpojok disana. Ia melihat Rahman kewalahan menghadapi segerombolan orang itu.

"Hei, jangan main kroyokan". Teriak Minah mengalihkan perhatian para penjahat itu. Kesempatan itu tidak disiakan Rahman, dengan cepat ia melanjarkan serangan kepada para penjahat itu.

Melihat musuh yang sudah terperdaya, Minah membantu Rahman menyerang orang-orang itu.

"Terima kasih". Ucap Rahman setelah orang-orang itu pergi.

Sejak itulah mereka dekat hingga akhirnya memutuskan untuk menikah.

"Ayo kita pulang". Ucap Minah menggenggam tangan Akira hangat. Sementara putri kecilnya di gendong ayahnya.

Mereka terlihat seperti keluarga bahagia.