webnovel

Pengakuan Nanda

"Nan, kau tau statusku sekarang, bukan?" Kinara menepis pelan kedua tangan Nanda.

"Aku bukan lagi seorang gadis! Aku sudah menjadi milik orang lain, aku tidak ingin hal ini menyebabkan masalah besar untuk kita!"

Nanda hanya diam menatap Kinara dengan tatapan kosong. Sedangkan Kinara melepas paksa infusan di tangannya hingga menyebabkan sedikit luka sobekan dan mengeluarkan darah tentunya.

"Ayo antar aku pulang." Kinara berbicara sembari menutupi lengan bekas infusannya yang terus mengeluarkan cairan sedikit kental berwarna merah.

"Jika kau tidak mau mengantarku, tak apa, aku bisa sendiri."

Nanda melangkah maju menghentikan pergerakan Kinara yang hendak turun dari ranjang besi dengan kasur busa tebal di atasnya khas rumah sakit.

"Iya, udah iya." Nanda kembali memegang kedua pundak Kinara menahannya untuk turun dari ranjang.

Kinara mendongkak menatap Nanda dengan pikiran yang melayang tak tentu arah.

"Aku urus administrasi dahulu, kau ganti pakaian sekarang juga."

Kinara mengangguk pelan, sembari terus menatap Nanda. Dia benar-benar menikmati setiap detik bersama Nanda, matanya seolah enggan untuk berpaling dari paras tampannya.

"Aku akan segera kembali." Nanda melepaskan genggaman tangannya di kedua pundak Kinara dan bergegas pergi meninggalkan ruang rawat VVIP nomor seratus delapan puluh delapan ini.

Kinara hanya diam menatap punggung Nanda yang makin jauh. Tidak pernah terpikir olehnya bahwa dia akan benar-benar berpisah dengan Nanda, dia yang terbiasa menjalani hari dengan Nanda, kini dia harus belajar terbiasa hidup tanpa kehadirannya.

Tetapi, Kinara juga tidak munafik, percikan rasa untuk Keano mulai hadir dengan seiring berjalannya waktu. Biar pun begitu, sisa rasa untuk Nanda pun masih ada. Kinara mencintai dua pria yang sama-sama tidak bisa dia miliki. Dan rasanya itu sangat menyakitkan tentunya.

Mata kinara tidak bisa lagi membendung cairan bening yang sejak tadi menggenang di kedua mata indahnya.

Kinara menengadah sembari memejamkan kedua matanya. Kinara menyeka air matanya di pipinya dengan sangat perlahan.

Setelah 25 menit menunggu. Akhirnya Nanda datang juga dengan senyuman yang selalu terpatri di wajahnya.

"Aku ganti pakaian dahulu." Kinara menurunkan kedua kakinya ke lantai.

"Tidak perlu, aku sudah membeli pakaian rumah sakit ini." ujarnya santai.

"Hah?" pekik Kinara. "Memangnya bisa?"

"Dengan uang, Apa pun akan mudah untuk didapatkan."

"Jangan bahas itu! Cepatlah sisir dulu rambutmu, setelah itu kita langsung pulang." titah Nanda dengan begitu lembutnya.

"Sudah pukul 21:45. Perjalanan kita cukup panjang, belum lagi nanti di perjalanan pasti akan sedikit macet."

"Aku tidak membawa sisir rambut." jawab Kinara pelan.

"Ya sudah, kita langsung berangkat saja." Nanda maju dua langkah dan merangkul Kinara untuk membantunya berdiri.

Dengan kondisi yang masih sangat lemah, Kinara memaksakan diri untuk terus melangkah. Bagaimana tidak lemah, ia belum makan sejak siang tadi.

Di dalam taksi online yang sengaja Nanda sewa dengan harga cukup fantastis bagi supir taxi online ini. Nanda membayarnya senilai 5 juta hanya untuk mengantar mereka ke jakarta selatan. Nanda dan Kinara duduk bersebelahan di kursi belakang.

"Aku ingin bertanya?" ucap Nanda mulai memecah keheningan di antara mereka bertiga.

"Ya? apa yang ingin kau tanyakan?" sahut Kinara sembari mengalihkan pandangan kesamping.

Nanda membalas tatapan Kinara, dan terdiam beberapa saat karena ia tengah memantapkan hati untuk menanyakan sesuatu yang ia pendam sejak empat bulan lalu.

"Aku ... Aku..."

"Aku apa?" Kinara bertanya sembari mengerutkan kedua alisnya.

"Emh ... Apa kau bahagia dengan pernikahanmu saat ini?"

Mendengar ucapan nanda membuat kedua mata Kinara menatap kekosongan.

"maaf jika aku menyinggung perasaanmu, aku hanya ingin memastikan sebelum aku benar-benar pergi dari hidupmu."

Tiba-tiba, Air mata Kinara menetes begitu saja. hatinya seolah hancur berkeping-keping saat menyadari bahwa lambat laun Nanda pasti akan pergi darinya.

"Ra..."

"Aku bahagia! amat sangat bahagia, baru kali ini aku merasa sebahagia ini." jawab Kinara berusaha menguatkan diri.

"Lantas mengapa kau menangis Apa aku salah bicara?" Nanda mengusap pelan pipi Kinara bekas luncuran air matanya.

Kinara memundurkan kepalanya guna menghindar dari sentuhan Nanda. Kinara menunduk dan menggelengkan kepalanya pelan.

"Kau tidak salah, aku hanya menyesal karena telah menyakitimu." jawabnya pelan sembari menunduk dan mengatur nafasnya yang sedikit tercekat.

"Kau ini terlalu percaya diri!"

Spontan mata Kinara membulat dengan sempurna sembari terus menunduk.

"Aku hanya bertanya tentang pernikahanmu, bukan berarti aku masih menyimpan rasa untukmu, kau tidak menyakitiku karena aku hanya sedikit mencintaimu. Dan cintaku itu ternyata hanya karena menganggapmu sebagai adikku sendiri." tutur Nanda.

Kinara mendongkak menatap Nanda dengan tatapan penuh tanya.

"Iya, mungkin karena kehilangan Citra adikku, membuatku merindukan sosok Citra yang telah tiada 3 tahun lalu."

"Apa kau tidak pernah mencintaiku?" tanya Kinara dengan wajah yang mulai memanas dengan pandangan yang sedikit buram terhalangi oleh air Mata yang tidak Kinara izinkan untuk terjatuh.

"Aku mencintaimu hanya sebatas seorang Kakak pada Adiknya. Sejujurnya sejak dahulu aku ingin memutuskan hubungan kita, namun, keinginanku kalah cepat dengan takdir." ucap Nanda santai sembari kembali menyeka air mata Kinara.

Kinara mengalihkan pandangan ke depan dengan dada yang begitu sesak.

"Lantas? Mengapa dahulu kau mengajakku untuk menjalin hubungan denganmu? Mengapa tidak sejak dahulu kau katakan permainanmu ini." Bodohnya Kinara, yang mempercayai ucapan Nanda begitu saja.

"Aku tidak ingin jauh darimu. Hanya dengan cara itu aku aku bisa terus dekat denganmu. Kau tau sendiri, bukan? Kau begitu mirip dengan Citra."

Air mata Kinara menetes tanpa henti. "Apa yang kau tangisi?" Nanda menggenggam jemari putih halus Kinara.

"Kebodohanku!" jawab Kinara sembari menatap kekosongan kedepan.

"Apa?"

"Aku terlalu bodoh hingga tidak bisa membedakan mana yang tulus dan mana yang berpura-pura." Kinara tersenyum miris seraya menengadah ke atas menatap langit-langit taksi online ini yang berwarna cream.

"maaf, Ra ... Ak-"

"Sudahlah, lupakan. lagipula itu sudah berlalu dan aku sudah bahagia dengan hidupku sekarang." ujar Kinara sembari menundukan kepalanya lalu kembali menatap Nanda.

Nanda tersenyum manis. "Kau jaga dirimu baik-baik! Mungkin, kita akan jarang sekali untuk bertemu." ucap Nanda setelah beberapa detik terdiam, sembari mengusap puncak kepala Kinara pelan.

"Kau juga!" Kinara tersenyum pedih.

"Tentu. Biar pun aku tidak lagi menemani hari-harimu. Doaku yang akan selalu mendampingimu kapan pun."

Oksigen seakan hilang dari bumi setelah mendengar pernyataan Nanda.

"Aku juga akan selalu mendoakanmu yang terbaik."

"Terima kasih." Nanda menggenggam punggung tangan Kinara.

"Satu lagi!" ucapnya. "Kau jangan cengeng! Kau itu sudah besar, kau jangan lemah hanya karena masalah kecil." tutur Nanda sembari menatap mata Kinara dengan tatapan meneduhkan hati.

Kinara mengangguk dan memaksakan diri untuk mengukir senyuman.