webnovel

Mimpi Basah

"Arghh ... Kean ... Ayo, Le-bih ceh-path la-lah-gi." lenguhan Kinara menarik libido Keano makin kuat lagi. Desahannya terus terdengar seiring dengan hentakan keras dari Keano.

"Argh ... Mengapa kau tidak memberitahuku, bahwa milikmu seenak ini sayang, hem ... arghh ... ."

BRUKS ...

Spontan Keano membuka mata dan menegakan duduknya, menatap lurus ke depan. "Oh ... Jadi kau tunda meet karena kau ingin tidur?" Keano hanya diam mematung mencerna apa yang baru saja dia alami.

Keano menundukdan meraba celananya yang kini tengah basah.

"Oh iya, tadi aku bertemu Allice, sepertinya dia sedang kurang baik hari ini." ucap seorang pria yang merupakan sahabat karib Keano yang bernama Zaelani yang kerap di sama Zay.

Zay bingung bukan main melihat Keano yang tampak begitu pucat dan tidak menggubris perkataanya sama sekali.

"Kean!"

"Hah? Apa?"

"Ada apa denganmu? apa ada yang salah dengan apa yang baru saja aku katakan?"

Keano menggeleng pelan. "Aku ... Aku tidak tahu. Memangnya kau bicara apa?" tanya Keano dengan begitu polosnya.

"Allice di-"

"Jangan bahas dia sekarang!"

"Menapa?"

"Tidak penting! Hari ini aku ingin ke HOTBAR, kau ikut?"

"Tentu! itu adalah hal yang paling aku sukai, Juniorku sedang ingin di pijat."

Keano berusaha mengalihkan pembicaraan sembari kembali mengingat yang baru saja terjadi padamya. "Kurang ajar! berani-beraninya dia masuk kedalam mimpiku." batin Keano berkecamuk tak karuan.

Apa pun masalahnya, Keano memang selalu menyalahkan segalanya pada Kinara.

Kedua pasang mata pria tampan itu teralih pada pintu yang tiba-tiba saja terbuka. Keano sedikit terkejut kala melihat Baskara yang datang kemari.

Baskara adalah ayah Kinara. sosok ayah yang begitu mencintai anaknya, tetapi Baskara tidak tahu, semenderita apa anak kesayangannya selama hidup dengan Keano.

"Di mana, Kinara?"

Keano mengerutkan kedua alisnya sembari menatap Baskara melangkah tegas kearah Keano dan Zay.

"Kinara ada di rumah, Yah."

"Tidak ada! pelayan bilang Kinara pergi, Ayah kira dia di sini."

Keano menelan salivanya dan mengedipkan matanya berkali-kali.

"Duduk, Om." Zay beranjak dari kursi yang berada tepat di hadapan meja Keano dan mempersilahkan Baskara duduk.

"Terima kasih." Baskara pun mulai duduk di kursi tempat Zay duduk tadi.

"Kamu pasti tahu! Kinara pergi dari rumah dari siang, dan sekarang sudah mau magrib Kinara belum pulang juga."

"Hah?" Keano mencondongkan tubuhnya kedepan.

"Suami macam apa kamu ini? Istri keluar rumah saja tidak tahu." cetus Baskara sembari menatap Keano tajam.

"Ayah sudah telepon, Kinara?"

"Tidak aktif!"

Azka hanya menganggukan kepalanya pura-pura mengerti, padahal kenyataannya Keano tidak mengerti maksud dari tidak aktif, "Siapa yang tidak aktif? Ayah atau dia?" Keano bertanya dalam hati.

"M-mungkin ... Kinara main ke rumah temennya, Yah."

"Ayah tidak mau tahu, kamu harus membawa Kinara pulang sebelum jam 7 malam." seru Baskara.

Keano mengangguk dengan cepat. "Iya, Yah. Ini memang sudah tanggung jawab Keano sebagai suaminya."

"Baguslah!"

Zay dan Keano bertukar pandang seolah mengisyaratkan sesuatu.

"Tunggu apalagi?"

"Emh ... Keano selesaikan ini dahulu, Yah. 5 menit lagi selesai." Keano memainkan jemarinya di atas keyboard. Keano hanya asal menekan-nekan tombol-tombol Keyboard.

"Ya sudah, Ayah pulang! kabari jika Kibara sudah pulang!" seru Baskara seraya bangkit dari duduknya.

"Baik, Yah." jawab Keano santai.

Tanpa berkata apa pun lagi, Baskara langsung bergegas pergi meninggalkan mereka bedua. Fisik Baskara terlihat begitu kekar dan kuat, tetapi mereka tidak tahu bahwa Baskara sakit komplikasi.

Setelah Baslara benar-benar pergi. Zay kembali duduk di tempat semula. "kau benar-benar tidak tahu Kinara pergi?" tanya Zay sembari menatap Keano dengan tatapan menyelidik.

Keano menggeleng pelan. "Mau ke mana pun dia pergi, itu bukan urusanku!" seru Keano sembari merebahkan tubuhnya ke belakang.

"Mertuamu, bagaimana? bagaimana kalau perusahaan ini diambil alih lagi oleh ayah mertuamu?"

Keano terdiam sejenak, berusaha mencerna apa yang baru saja Zay katakan. "Ah sudahlah ... jangan bahas itu! itu hanya membuatku makin pusing sekaramg." Keano menutup laptopnya.

*

Di sisi lain. Nanda membopong Kinara sembari berjalan menuruni bukit yang cukup licin akibat hujan, terlebih lagi gerimis ini kembali turun membasahi semesta.

"Kan ... Sudah kuduga, kau itu sakit! Aku benci sifatmu yang sekarang, Ra!" ucap Nanda pelan sembari sesekali menunduk menatap paras ayu Kinara yang makin pucat pasi.

Rintik gerimis itu menyamarkan Air mata yang jatuh dari kedua pelupuk mata Nanda, bagaimana tidak? dia sudah kehilangan Kinara seutuhnya, bahkan, dia tidak lagi menjadi penikmat senyuman Kinara. Karena Kinara yang sekarang jauh berbeda dengan Kinara yang dahulu. Diamnya Kinara menyadarkan Nanda bahwa dia sedang terluka.

Sesampainya di persimpangan jalan cukup besar. Keano berusaha menghentikan laju jendaraan yang lewat untuk meminta tumpangan.

"Kuat ya, Ra ... ." ujarnya dengan suara sedikit bergetar.

Nanda sedikit maju ke tengah dan menatap Mobil merah yang masih jauh di depan. dan benar, Mobil itu berhenti tepat di hadapan Nanda.

Nanda berjalan dengan tergesa-gesa ke arah samping kanan mobil. "Tolong saya, Pak! teman saya sakit."

Pria paruh baya itu mengerutkan kedua alisnya seraya menatap Kinara di pelukkan Nanda.

"Saya mohon, Pak, antar saya ke rumah sakit! Saya janji akan membayar berapa pun asal Bapak antar saya ke rumah sakit." pinta Nanda sedikit memelas.

"Masuklah!"

"Terima kasih, Pak, terima kasih banyak." Akhirnya Nanda bisa bernafas lega.

Sesampainya di rumah sakit Kota Bogor. Nanda berlari sekuat yang dia bisa sembari terus membopong Kinara yang kini bibirnya terlihat mulai membiru.

***

Setelah menunggu 3 jam lamanya. Akhirnya Kinara membuka mata. Kecemasan di benak Nanda hilang seketika kala melihat mata berbulu mata lentik itu berkedip-kedip dengan perlahan.

"Aku ... Di mana?" tanya Kinara pelan tapi masih terdengar jelas di telinga Nanda.

"Kau di rumah sakit!"

Kinara menoleh ke samping kanannya dengan cepat. "Mengapa aku bisa di sini? Bukankah ... "

"Kau pingsan ... Mengapa kau tidak jujur padaku sejak awal? Jika aku tau kau sakit, aku pasti tidak akan mengajakmu ke mana pun." seru Nanda sedikit berapi-api.

"Ma-af ... "

Nanda hanya diam menatap Kinara yang terlihat lemah, seolah tidak punya energi sedikit pun.

"Kita di rumah sakit mana? jam berapa sekarang?" tanya Kinara beruntun.

"Rumah sakit Queennisa." sahut Nanda sembari menunduk menatap arloji rantai hitam yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Sekarang jam 9."

Kedua mata Kinara membulat dengan sempurna saat mendengar jawaban Nanda. "Aku harus pulang sekarang." Kinara berusaha beranjak dari tidurnya walau sedikit kepayahan, dia tetap berusaha menguatkan diri sendiri.

"Hei ... Kau jangan aneh-aneh! kau masih sakit, kau harus tetap di sini setidaknya sampai besok pagi." seru Nanda.sembari memegang kedua pundak Kinara dan kembali memaksanya untuk merebahkan diri.