webnovel

Chapter 23

Pertemuan dengan sang pemilik perusahaan baru akan segera di gelar, semua staf dan para petinggi perusahaan telah berkumpul di meja panjang hitam berlapis kaca.

Berkas-berkas penting tengah berada di depannya masing-masing,

Mereka tengah menunggu kehadiran sang pemilik baru perusahaan mereka.

Pak Andre duduk berdekatan dengan di samping bu Amelia yang sebentar lagi akan menjadi mantan asisten pribadinya.

Ia berbisik,

"Pasti kau akan betah bersama bos barumu, hehe"

"Ih apaan sih pak, mendingan sama pak Andre."

"Aku sudah terlalu tua untuk terus berada di tempat ini, anakku ?"

Pak Andre itu kenyataannya memang orang yang sangat baik dan bijaksana.

Sangat perhatian pada anak buahnya, tak terlalu membebani mereka dengan urusan yang sulit, meskipun ada suatu permasalahan sulit yang untuk dipecahkan, ia tak segan-segan untuk membahasnya dan mencarikan solusi terbaik dalam mengatasinya.

Terlebih lagi Bu Amel, di masa sulitnya ketika itu ia sedang mencari-cari perusahaan yang akan menerimanya. namun Tak ada satu pun yang mau menerimanya, kalaupun ada yang mau menerima, ia harus siap dengan syarat khusus yang di berikan. Syarat khusus itu ialah harus siap "melayani" sang pemilik perusahaan.

Jelas Bu Amel menolak mentah-mentah permintaannya itu, dan mencari peruntungan lain di perusahaan Pak Andre, dengan tulus pak tua itu pun menerima pinangan surat lamarannya, tanpa syarat apapun.

Dan ia tidak membiarkan bu Amel terus menerus bekerja sebagai bawahan. Pak Andre melihat potensi luar biasa dari dirinya, 100% ia mendukung dan mengarahkan dirinya untuk terus maju.

Sehingga Bu Amel bisa mencapai puncak kariernya,sebagai tangan kanan kepercayaan pak Andre.

...

Setelah beberapa saat mereka menunggu seorang yang sangat penting di perusahaan.

Akhirnya muncullah seorang pria tinggi, dengan setelan jas hitam formal yang nampak elegan dengan penampilannya. Rambut rapi klimis mengkilat, sorot mata tajam dengan alis tebal terukir rapi.

Di tangan kirinya mengenakan arloji branded termahal, terselipkan sebuah tangan dari seorang wanita yang seumuran dengan bu Amel. wanita itu tak lain adalah istrinya sendiri yang menjadi asisten pribadinya.

Bu Amel terperanjat dengan kehadiran orang tersebut. Matanya terbuka lebar menatap setiap inci raut wajahnya.

Dan ternyata orang tersebut adalah orang yang pernah ia kenal dahulu. Sebelum ia mengenal mendiang suaminya.

"Artha Wijaya?"

Oh tidak dunia ini memang sempit, kenapa ia harus bertemu kembali dengan orang yang ia hindari selama bertahun-tahun.

Bahkan untuk melupakannya, ia sampai rela menerima pinangan dari seorang yang ia kenal baru sebulan, dan menikah dengan orang tersebut.

Ingin rasanya ia pergi dari pertemuan ini, namun itu tak mungkin ia harus tetap menunjukkan profesionalnya di depan khalayak ramai perkumpulan ini.

Ia pun hanya bisa bertekad dalam hati, sesudah pertemuan ini ia akan segera mengajukan pemunduran dirinya dari perusahaan yang sudah bertahun-tahun digelutinya.

Matanya masih tak berkedip memandangi pria itu,

Pria itupun sadar bahwa dirinya tengah di perhatikan oleh seorang wanita. Ia menoleh ke arah bu Amel,

Ia pun terkejut mendapati paras yang sudah tak asing lagi baginya.

Bu amel langsung menunduk ketika mereka bertemu pandang sesaat.

Menghentikan pandangan matanya di raut wajah pak Artha Wijaya.

Berharap orang tersebut tak mengenali dirinya.

Mereka tak menunjukkan sikap yang berlebihan, meski keduanya pernah saling mengenal. Justru mereka menunjukkan sikap profesionalnya masing-masing.

Pak Artha beserta asisten pribadinya menyapa lalu menjabat tangan pak Andre dan Bu Amel.

Deg,

Jabatan tangan itu terasa menyentuh sampai ke ulu hati Bu Amel. Di tambah ada sentuhan khusus dari telunjuk pak Artha di permukaan tangannya.

Ia menunduk sembari menjabat tangan dinginnya, tak kuasa menatap raut pak Artha.

Pak Artha dan istrinya duduk di kursi yang masih kosong berdekatan dengan pak Andre.

Dan mulai membahas pertemuan mereka.

Sikap dingin yang selalu di tunjukkan pak Artha seolah hilang, ketika mantan asisten pribadi pak Andre berbicara di depan.

Ia nampak fokus menikmati pembicaraannya, tak di sangka ia bisa berjumpa kembali dengan orang yang sanggup mewarnai hidupnya dulu.

Raut wajahnya tak banyak berubah dari dulu. Bahkan terlihat semakin anggun mempesona.

Kata-katanya yang selalu mengalir deras, mengingatkan pada kejadian dulu saat bersamanya.

Selalu cerewet dan bawel dengan manja, menjadi ciri khas nada bicara wanita itu.

Namun di telinganya terdengar seperti alunan nada yang menenangkan hati, membawa kedamaian saat mendengarnya.

"Bukan begitu pak Artha yang terhormat?!!".

Ia agak tersentak dengan pertanyaan yang tiba-tiba menyerangnya.

Padahal pak Artha masih terbuai mengenang masa mudanya dulu saat bersama Bu Amel di tengah pertemuan itu.

Ia pun sedikit gelagapan menanggapi pernyataan itu.

terus terang kali ini ia tidak mampu untuk fokus menanggapi. Hanya bisa berkilah menyembunyikan apa yang sedang ia pikirkan.

"Oh iya betul sekali, namun ada beberapa hal yang harus di pertimbangkan kembali." Ucapnya sembari menoleh ke kanan dan ke kiri .

Yang hadir di sana terasa janggal serta aneh dengan tanggapan tersebut, apa yang di pertanyakan kontras berbeda dengan apa yang di tanggapnya.

Membuat wibawanya sedikit menurun di mata khalayak.

"Sayang sepertinya kamu sedang sakit?" Tanya sang istri meraih tangannya.

"Oh iya, mungkin begitu sepertinya sayang."

Aneh sekali rasanya, belum pernah istrinya mendapati sang suami bersikap seperti ini.

Ia selalu bersikap terhormat dan berwibawa, namun kali ini ia bersikap seperti orang lain, bahkan sikapnya tersebut telah menghilangkan wibawanya sendiri sebagai seorang yang sangat di hormati.

Seperti ada sisi lain dari sang suami yang belum pernah ia ketahui.

Untunglah ia tak menaruh curiga pada pembicara yang ada di depan. ia mengira suaminya tengah berada dalam suatu tekanan lain yang di timbulkan oleh anaknya. Dan terbawa sampai ke pertemuan ini.

"Baiklah saya rasa pertemuan kali sudah cukup" meski sang pembicara belum tuntas menunaikan kewajibannya untuk melanjutkan pembicaraan.

Bu Amel pun kembali ke tempat duduknya di samping pak Andre lalu berpura-pura sibuk dengan berkas-berkas di genggamannya.

"Bu Amel tolong nanti kirim semua berkas-berkasnya di meja saya, saya akan mempelajarinya nanti"

"Baik pak nanti bu Laras akan mengantarkannya ke ruangan anda"

"Oh jangan bu, lebih baik anda yang mengantarkannya. Supaya bila ada yang tidak saya mengerti anda bisa langsung menjelaskannya."

Inilah yang tak mau bu Amel lakukan, ia ingin berusaha menghindari bos barunya.

Ia takut bukan mengenai perusahaan yang akan di tanyakan, melainkan urusan lain yang akan di ajukan pertanyaan oleh sang pemilik baru perusahaannya.

Bu Amel kali ini tidak bisa menghindar darinya, dengan sangat terpaksa nanti ia akan menjumpai orang yang tengah membuat luka menganga di hatinya.

.

.

.

.

.

.

.

Cilincing 10-07-2022 03:46 am

Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan membaca dengan serius

TitikCahaya03creators' thoughts