webnovel

Perdebatan dan Kekecewaan

"Mah, jaga ucapan Mamah. Jangan berbicara seperti itu. Dia bukan anak haram Mah. Dia anak Papa juga seperti Daniel dan Raya." Papa terus berusaha membela ku.

"Tapi dia bukan anakku Pah!" ketus wanita itu. Nampak nya dia sangat marah kepada Papa hingga dia berlalu begitu saja dari hadapan kami.

Papa mengejar nya, mengikuti langkah nya yang masuk ke dalam.

Aku masih setia menunduk. Kini hanya tertinggal aku dan Kak Daniel berdua disini. Dari sudut mata ku aku dapat melihat nya menatapku, dan aku pun tak berani menatapnya balik. Jantung ku bahkan sudah berdegup kencang.

"Jadi, lo sodara tiri gue?" tanya nya dingin.

Aku memberanikan diri menatapnya dan mengangguk. "Kita sodara se-ayah Kak," jawabku pelan.

Kak Daniel menatapku dari ujung kepala hingga ujung kaki. "Ya kali gua sodaraan sama lo."

Aku terdiam.

"Baru dateng aja udah bikin masalah," lanjut nya dengan suara yang sangat dingin.

Hati ku hancur. Aku benar-benar merasa tidak enak kepada keluarga ini. Belum lama aku datang, Papa dan Tante Nida sudah bertengkar, bahkan suara mereka yang saling beradu argumen dari dalam pun terdengar sampai keluar meskipun tidak terdengar begitu jelas apa yang mereka katakan.

Tiba-tiba dari ambang pintu depan, nampak sesosok gadis perempuan dengan wajah ceria. Rambut panjang bergelombang nya tergerai menawan. Dia memakai dress berwarna ungu muda dengan panjang dibawah lutut. Wajah gadis itu mendadak berubah menjadi heran kala menatap ku. Dia mengalihkan pandangan nya kearah Kak Daniel seolah meminta penjelasan mengenai diri ku.

"Kenalin. Namanya Sha ... Sha.. apa tadi ya." Kak Daniel mengerutkan alis nya mengingat-ngingat nama ku. "Oya, nama nya Risha. Kata Papa dia sodara kita," jelas nya.

"Hah? Apa? Sodara? Maksudnya sepupu?" Gadis itu langsung duduk disamping Kak Daniel.

"Sodara se-ayah," jawab ku memberanikan diri.

"Wait," ucap gadis itu dengan nada tak mengerti nya. "Sodara se-ayah gimana? Anak Papa cuma gue sama Kak Daniel."

"ASTAGFIRULLAHALADZIM RAYA!" tiba-tiba terdengar suara Papa yang menggelegar membuat kami bertiga yang ada disana tersentak kaget.

"Papah?" Gadis yang di sebut Raya itu terkejut bukan main melebihi aku dan Kak Daniel, bahkan dia sampai refleks berdiri.

"Kenapa kamu pakai baju pendek begitu? Mana hijab kamu?" tanya Papa dengan suara yang keras.

"Ee.. It-itu.. anu em ..." Dia gelagapan tak dapat menjawab pertanyaan Papa.

"Ya Allah, Raya." Papa menepuk jidat nya. Suara Papa terdengar menahan gemas dan kesal. "Berkali-kali Papa bilang kalau keluar rumah itu berhijab, pakai pakaian tertutup. Apa kamu gak malu diluaran sana banyak lelaki yang melihat aurat kamu? Mentang-mentang kemarin Papa gak dirumah, kamu malah melanggar aturan."

"Aturan Papa itu terlalu saklek Pah, aku tertekan. Aku gak bisa nge-ekspresi in diri ku sesuai kemauan ku. Jujur, aku sudah muak Pah!" bantah nya dengan berani.

Aku dan Kak Daniel hanya terdiam menatap kedua orang yang tengah beradu mulut itu.

"Yang bikin aturan itu bukan Papa, Ray! Aturan itu datang dari Allah, untuk menjaga kamu!" balas Papa dengan benatakan nya.

"Aku bisa jaga diri kok, Pah tanpa aturan yang seabrek itu." Kak Raya masih melawan, bahkan aku sendiri ikut merasa gemas dengan tingkah nya yang terkesan pembangkang.

Papa terdengar menghela napas berusaha mengendalikan emosi. "Ray, dengerin Papah. Kamu itu anak gadis. Anak kesayangan Papa. Cobalah nurut, apa susah nya sih pakai hijab?"

Gadis itu memasang wajah kecut, dia menunduk diam dan tak lagi membantah Papa. Papa hanya bisa memijit kepala melihat nya.

"Yasudah, kamu duduk dulu!" titah Papa.

Gadis itu duduk didekat Kak Daniel dan menatapku tajam. Aku pun hanya bisa tertunduk.

Papa duduk disamping ku. "Sha. Kenalin, dia itu nama nya Raya. Kakak kamu juga. Jarak usia kalian hanya terpaut beberapa bulan," jelas Papa.

Aku menatap Kak Raya dengan berusaha tersenyum seramah mungkin kepada nya. Aku menyodorkan telapak tangan ku. "Risha," ujar ku.

Kak Raya menatap telapak tangan ku. Dia tak menjabat nya. Aku pun sadar diri untuk menarik kembali tangan ku. Gadis ini

sombong sekali, pikir ku.

"Pah, dia sodara kita maksud nya gimana? Aku gak ngerti. Sodara aku kan cuma Kak Daniel?" tanya Kak Raya meminta kejelasan pada Papah.

Kak Daniel berekspresi sama seperti Kak Raya. Mereka berdua nampak penasaran dan ingin mendapat kejelasan.

"Oke, biar Papa jelasin. Dulu, waktu Raya masih dalam kandungan, Papa ada urusan bisnis yang cukup lama di Kalimantan. Disana Papa bertemu dengan Mama nya Risha dan kami menikah. Begitu Raya dilahirkan, kandungan Mama nya Risha pun sudah memasuki bulan ke empat dan Papa meninggalkan nya sendirian di Kalimantan. Hingga suatu waktu Mama nya Raya melihat ponsel Papa dan ada banyak panggilan dari Mama nya Risha, Papa langsung di tuduh berselingkuh oleh Mamah. Tuduhan itu memang benar dan Papa merasa sangat bersalah. Mamah pun langsung melabrak Mama nya Risha melalui ponsel Papa dan saat itu juga Mama nya Risha meminta cerai karena Papa tidak jujur kepada nya kalau sebelum nya Papa sudah beristri dan bahkan sudah mempunyai anak." Nampak begitu lekat raut penyesalan dari wajah Papa yang membuatku turut bersedih.

"Rumah tangga Papah dan Mamah diambang kehancuran karena kesalahan Papah. Mama nya Risha terus mendesak Papa agar segera menceraikan nya karena dia tidak ingin menjadi pengacau rumah tangga orang lain. Setelah Papa bercerai dengan Mama nya Risha, kami pun benar-benar lose contact. Mama nya Risha tidak pernah mau menunjukkan Risha kepada Papa, dan selama ini juga Papa tidak berani menceritakan nya pada kalian. Papa dan Mama sepakat untuk merahasiakan ini."

Aku tertegun mendengar penuturan dari Papa. Pantas saja selama ini Mama selalu saja menyembunyikan persoalan ini dari ku, dan tidak pernah mau membahas tentang Papa.

"Dan sekitar dua tahun yang lalu, Papa berhasil menemukan nomer adik dari Mama nya Risha. Dari nya Papa bertanya banyak tentang keadaan Risha dan Mama nya, tetapi dia tak pernah mau memberitahukan alamat tempat tinggal Risha hingga kemarin Mama nya Risha meninggal karena serangan jantung barulah Papa diberitahukan dimana Risha tinggal. Sepeninggal Mama nya, Risha tidak punya siapa pun lagi karena Bibi nya juga harus bekerja di Arab. Sudah menjadi tanggung jawab Papa untuk melanjutkan menjaga nya karena dia anak Papa juga. Sama seperti kalian," jelas Papa.

"Jadi dia anak perselingkuhan Papah?" tanya Kak Raya dengan mata terbelalak.

"Papa keterlaluan udah nyakitin hati Mamah," tuding Kak Daniel.

"Iya, Papa sadar Papa salah. Maafkan Papa."

"Sekarang Mama mana?" Kak Raya memasang raut cemas dan emosi.

"Mama kamu lagi di kamar."

Kak Raya langsung beranjak begitu saja. Sementara aku terpaku di tempat melihat penolakan mereka.

***

Bersambung.