webnovel

21. Upacara Kematian Pertama, Enrique Smith

Jade segera menghampiri Moniq yang sudah sadar beserta dengan dokter yang sudah dipanggilnya tadi. Setelah memeriksakan kondisi Moniq, dokter hanya memberitahukan bahwa tidak ditemukan komplikasi yang berarti, hanya masih harus beristirahat penuh dan tidak terlalu banyak pikiran untuk menghindari terjadinya komplikasi saraf otak atau jantung karena saat ini kondisi Moniq masih belum begitu stabil sehingga masih perlu lebih dijaga. Namun jika Ivory pun sudah sadar dan stabil nantinya mereka pun sudah boleh kembali ke rumah. Moniq yang masih kebingungan dengan wajah yang shock menanyakan kepada Jade apa yang terjadi, ke mana Enrique dan menanyakan apa yang terjadi pada putrinya yang dilihatnya sedang tertidur nyenyak di sebelahnya. Setelah Jade menjelaskan apa yang terjadi terhadap mereka, Moniq pun akhirnya kembali teringat akan kejadian yang terakhir kali dilihatnya. Bayangan tubuh Enrique yang terhantam kuat oleh truk besar itu masih terngiang dalam benaknya hingga ia masih terguncang dan merasakan sesak di dada. Jade segera menahan Moniq yang sudah hampir terkulai dan jatuh lemas, memintanya untuk bertahan lebih kuat dan tegar dalam menghadapi cobaan karena saat ini ada Ivory yang masih membutuhkan bantuan ibunya untuk segera membuat kesadaran putrinya segera pulih kembali. Dokter pun membantu menjelaskan kembali bagaimana kondisi putrinya saat ini. Setelah sedikit lebih tenang, Moniq baru sadar bahwa ia saat ini masih memiliki seorang putri yang masih membutuhkannya. Akan jadi apa nasib putrinya tanpa kedua orang tuanya jika ia pun mengalami hal yang sama dengan Enrique. Ia segera menghampiri putrinya dan berusaha memanggilnya berkali - kali. Moniq berusaha untuk memutar kembali semua memori kenangan mereka dengan menceritakan kepada Ivory kenangan - kenangan yang telah mereka lalui bersama ayahnya.

Di dalam mimpi Ivory, ia melihat sosok Enrique yang tersenyum dan mengulurkan tangan untuk membawanya ke suatu tempat. Namun di belakangnya Moniq dan James terlihat sedang memanggilnya untuk kembali karena mereka masih sangat membutuhkannya. Ivory melihat sang ibu yang menangisinya sejadi – jadinya hingga ia menjadi iba dan tidak tega untuk meninggalkan ibunya. Lalu James, sosok paman yang selama ini ada dalam ingatannya ketika ia masih kecil, kini berdiri di hadapannya dan terlihat masih sama persis dengan yang terakhir kali dilihatnya. James mengatakan kepada Ivory untuk segera kembali dan mengikhlaskan kepergian sang ayah karena di sini masih ada sosok ibu yang begitu merindukan dan membutuhkannya. Ia pun berjanji akan menjaga mereka selagi ia masih bernafas. Ivory bingung dengan apa yang dilihatnya, namun ketika ia berbalik untuk kembali melihat sosok Enrique, ternyata sosok sang ayah sudah pergi dan pelan - pelan menghilang dengan senyuman terakhirnya serta melambaikan tangan kepada mereka.

Tidak berapa lama kemudian, Ivory pun terbangun dengan menyerukan panggilan papa. Ia begitu kaget karena sang ayah sudah pergi meninggalkan dirinya. Dilihatnya di sekitarnya, namun ia tidak menemukan sosok ayahnya. "Ma, papa mana?" Moniq bersyukur karena kesadaran putrinya sudah kembali namun ia merasakan pilu dan sakit di dalam hatinya karena setelah bangun pun, yang ditanyakan putrinya itu ialah keberadaan papanya. Ia hanya bisa menggelengkan kepala dan menangis sejadi - jadinya atas kepergian Enrique. Dalam keadaan yang masih bingung dan merasa belum mendapatkan jawaban yang pasti, Ivory kembali menanyakan Jade yang sudah berdiri sejak tadi di hadapannya. "Katakan papa ada di mana." Jade hanya terdiam dan tertunduk sedih tidak berdaya. Ia tidak mampu mengatakan bahwa ayahnya sudah tiada dan sudah meninggalkan mereka semua. Ia takut kalau Ivory akan kembali terguncang lalu pingsan dan susah untuk dibangunkan lagi. Ivory yang masih penasaran dan begitu khawatir akan kondisi ayahnya lalu bangkit dan berusaha untuk mencari sosok sang ayah. Dokter yang sedari tadi masih berdiri di hadapan mereka merasa bahwa anak itu perlu mengetahui yang sebenarnya hingga ia akhirnya membuka suara dan mengatakan apa yang sebenarnya terjadi sebelum Ivory meninggalkan ruangan. Ivory yang terhenti langkahnya kembali lagi dan menanyakan kepada dokter, suster dan semua anggota keluarganya yang berada di dalam ruangan itu bahwa apa yang dikatakan barusan adalah tidak benar adanya. Tidak puas karena semuanya seakan membisu, ia tidak berhenti dan kembali mengguncang tangan Moniq dan Jade. Namun mereka masih belum bergeming dan Moniq masih menangis sejadi - jadinya. "Kenapa kalian semua diam saja sih? Aku butuh jawaban. Aku butuh papa. Katakan kalo papa masih ada. Ma, kenapa mama malah menangis di sini? Ayo, kita cari papa di ruangan lain. Kalo papa gak ada di sini, papa pasti ada di ruangan lain kan? Ayo ma, jangan di sini lagi. Kita cari papa sekarang juga. Pasti papa juga sedang menunggu kedatangan kita sekarang. Bahkan tadi dalam mimpiku aja papa mau ngajak aku untuk pergi bersamanya ma. Kak Jade juga jangan hanya diam saja di sini. Bantu aku untuk mencari papa sekarang. Dokter ini pasti sudah bohong samaku, papa masih ada. Papa gak mungkin..." Belum sempat menyelesaikan seruan - seruannya tiba - tiba terdengar suara tangan yang memukul pipinya dengan begitu keras. Ivory lalu terdiam. Matanya perlahan - lahan mulai dipenuhi dengan genangan air yang tidak bisa terbendung lagi. Sedari kecil, ia tidak pernah sekalipun ditampar atau dipukul oleh kedua orang tuanya, kakeknya atau siapapun. Tapi kali ini apa yang menyebabkan seorang ibu kandungnya sendiri malah menamparnya dengan begitu keras? Apakah ia telah melakukan kesalahan besar pikirnya. Jade pun begitu kaget karena baru sekali ini melihat Moniq bersikap seperti itu terhadap putri kesayangannya. Ia ingin membela Ivory akan tetapi ia merasa tidak berhak untuk ikut campur ketika situasi sedang memanas seperti ini. Ia belum berani mengganggu kedua orang yang sedang dalam kondisi tidak stabil itu karena takut akan semakin memperburuk suasana. "Sadar nak, papamu sudah tiada. Papa sudah pergi dan meninggalkan kita untuk selama - lamanya. Apa kamu gak liat kecelakaan itu? Kamu liat saja baju yang kamu pakai sekarang, baju mama, kamu pikir ini darah siapa kalo bukan darah papa? Kamu pikir kamu aja yang kehilangan papa? Mama juga. Kita semua di sini kehilangan sosok beliau. Sadarlah nak, mama mohon sama kamu jangan begini lagi. Mama juga sakit. Mama jauh lebih sakit lagi karena selain kehilangan papamu, sekarang malah harus melihat kamu yang seperti ini lagi. Tadinya mama sempat lega sedikit setelah liat kamu akhirnya sudah bisa sadar kembali tapi kenapa kamu sekarang jadi bersikap begitu? Hati ibu mana yang gak sakit melihat anaknya jadi seperti ini? Kamu ngerti gak sih perasaan mama saat ini kayak gimana?" Moniq yang sudah sedari tadi menangis akhirnya kehilangan kendali lantas melampiaskan semua kesedihan, kekecewaan, kemarahan dan semua kekesalan yang sudah seharian bersemayam di dalam hatinya kepada Ivory. Ia benar - benar tidak tahu lagi harus bagaimana menjelaskan kepada Ivory agar ia bisa mengerti dan menerima keadaan.

Sementara Ivory yang masih menangis karena tamparan ibunya yang begitu keras baru menyadari bahwa dirinya memang telah melakukan kesalahan. Ia baru sadar bahwa tidak seharusnya ia bersikap seperti itu, harusnya ia bisa menghibur beliau, bukan malah semakin memperuncing keadaan. Ia menghampiri Moniq dan akhirnya meminta maaf atas kesalahan yang telah dilakukannya, begitu juga Moniq. Ia menyesal karena ia telah kebablasan. Andai saja Enrique mengetahui hal ini pastilah ia tidak akan suka jika Moniq main tangan seperti itu pikirnya. Ia segera meminta maaf kepada Enrique di dalam batinnya. Ia berjanji kepada dirinya sendiri bahwa ini akan menjadi yang pertama dan terakhir kalinya. Rasanya dirinya pun merasa sakit karena tamparan yang dilayangkan terhadap putrinya tersebut. Tidak seharusnya ia berbuat seperti itu karena biar bagaimanapun Ivory sedari kecil sudah begitu lengket dengan ayahnya pastilah akan sangat sulit baginya untuk menerima keadaan dan kenyataan yang begitu pahit dan terjadi secara mendadak. Moniq segera mengusapkan tangannya pada pipi putrinya yang telah ditamparnya itu untuk mengurangi rasa sakit akibat tamparan yang telah membuat kulit wajah nan lembut tersebut memerah. "Aku gak apa - apa ma. Aku yang salah. Mama juga yang sabar ya. Aku juga sedih dan sakit kalo liat mama nangis terus seperti ini. Nanti mama jadi sakit loh. Aku janji gak akan seperti ini lagi dan akan temani mama mulai dari sekarang." Akhirnya setelah keadaan mulai stabil mereka sudah bisa saling mendukung dan saling menguatkan satu sama lain. Ivory pun memeluk Moniq yang sudah sedari tadi kelelahan karena menangis terus - menerus.

Setelah keadaan mulai stabil dan terkendali, Jade baru berani kembali membuka suara. Ia mengucapkan belasungkawa yang sedalam - dalamnya atas kepergian ayah angkatnya itu dan berusaha menenangkan mereka lalu memberitahukan rencana pemakaman yang telah dibantu pengurusannya oleh supir pribadi mereka seharian ini. Setelah semua administrasi rumah sakit diurus oleh Jade, akhirnya mereka bisa kembali ke rumah terlebih dahulu untuk bersiap - siap mengurus pemakaman Enrique yang sempat tertunda. Proses pemakaman hanya dihadiri oleh keluarga inti. Jade pun menelepon Catherine untuk pulang dari rumah temannya agar bisa mengikuti proses pemakaman sebagai penghormatan terakhir kepada Enrique. Dengan terpaksa dan tanpa rasa bersalah atau rasa simpatik, Catherine mau tidak mau hanya menyanggupi permintaan kakaknya demi menghormatinya. Selama proses pemakaman berlangsung pun Moniq dan Ivory masih kembali larut dalam tangisan atas kehilangan dan kesedihan mereka karena telah kehilangan satu – satunya orang yang amat berarti dalam kehidupan mereka. Hari sudah mulai gelap dan beberapa tamu pun sudah kembali ke kediaman masing - masing. Hanya tersisa Moniq dan Ivory masih betah di sana karena masih berat rasanya bagi mereka untuk meninggalkan Enrique. Jade hanya bisa menunggu dan tidak ingin mengganggu mereka yang sedang berkabung saat ini. Ia sendiri pun saat ini merasakan suatu kepedihan yang mendalam dan ingin sekali meminta maaf kepada mendiang ayah angkatnya itu, andaikan ia memiliki salah. Tidak sedikit pun pernah terpikirkan olehnya bahwa kepergian Enrique begitu cepat padahal ia belum sempat membalas segala kebaikan dan jasa Enrique yang begitu besar terhadapnya selama ini. Ia berjanji kepada Enrique di dalam hatinya sendiri, bahkan bersumpah di hadapan makam Enrique dengan segenap jiwa dan raganya bahwa ia akan mewakili Enrique dan menjaga Moniq beserta Ivory untuknya dan akan melindungi mereka dari segala kejahatan apapun. Ia pun berjanji bahwa ia akan mencari tahu dan membantu Enrique untuk menemukan keadilan atas kejadian yang telah membunuh dirinya.

"After the hurricanes, here comes the rainbow. Even the dark cloud could even become the brightest sky."

- L. J. Literary Works -

Thank you for all readers who still support me till today ^_^

linajapardycreators' thoughts