webnovel

Chapter 1

15 JUNI 2017, JAM 00.45)

"Mom..!! Ayolah..!! Bisakah untuk sejenak saja mommy juga mementingkan kesehatan mommy sendiri? Aku tidak seharusnya meracau setiap hari seperti seorang penjaga bayi kecil kepada mommy kan?", Cheryl merajuk sambil meletakkan secangkir teh lemon diatas sebuah nakas kayu tua. Menatap lembut ke arah sepasang mata tua yang kini telah terlihat mulai sayu.

Di hadapanya ada seorang wanita ringkih yang sedang bersandar di atas sebuah ranjang tidur usang yang terbuat dari lembaran papan kayu pinus. Terdengar helaan nafas dalam dan juga gemetar dari mulut wanita tua yang Cheryl panggil mommy itu. Wanita tua itu menghela nafas dalam-dalam sekali lagi. Sebelum akhirnya memutuskan untuk menjawab rajukkan yang baru saja ia dapatkan dari putrinya.

"Kau tau kan Cheryl? Malam ini telah nampak rembulan purnama terakhir diatas langit di pertengahan bulan juni. Dan tentu saja hari esok adalah hari ulang tahun untuk mendiang ayahmu. Mommy harus menyelesaikan rajutannya malam ini. Atau mommy tidak akan pernah sama sekali bisa memberikan kado ulang tahun untuk ayahmu besok".

Wanita tua itu dengan sedikit gemetar melepas kacamata rabunya. Meletakkan kaca matanya di atas nakas, dan selanjutnya ia beralih mengambil cangkir teh lemon yang ada di sebelahnya. Menyeruput sedikit teh lemon itu, lalu ia segera meletakkan kembali cangkirnya di tempat ia mengambilnya tadi.

Cheryl yang tadinya masih berdiri, kemudian perlahan turut duduk di tepian ranjang tidur di sebelah ibunya. Menatapi wanita tua itu dengan penuh rasa iba, merapatkan jari jemarinya sendiri yang kini sedang saling bertautan satu sama lain. Kemudian dia berdehem, memberi jeda sejenak seperti sedang memilih sebuah rangkaian kata yang memungkinkan untuk dapat ia ucapkan.

"Kau tau Mom? Apa yang lebih tidak masuk akal dibandingkan cintanya Mom kepada Dad?". Hening. Ada senggang beberapa detik sebelum akhirnya Cheryl mengucapkan jawaban atas pertanyaannya sendiri.

"Seseorang yang selalu mengharapkan untuk dapat hidup selama-lamanya, bahkan ketika dia sudah mengetahui bahwa hari esok dia akan menjalani eksekusi hukuman gatung".

"Itulah yang Mom lakukan selama ini".

"Jangan bodoh Mom.!! Dad sudah tidak lagi butuh sweter rajutan dari Mom...".

"Lagi pula saat ini musim sedang panas. Pasangan romantis dari belahan bumi mana yang memberikan kekasihnya kado ulang tahun sebuah sweter rajut disaat musim panas?? Hehh?".

Wanita tua itu seperti tidak menghiraukan ocehan dari putrinya. Dia terus saja berusaha mengaitkan benang rajut diantara jarum satu dengan jarum lainya membentuk utaian rajutan berjajar yang rapi.

Tapi jelas sekali kini raut mukanya telah berubah. Tanganya menjadi lebih bergemetar dari sebelumnya. Ada beberapa bulir air mata pula yang kini telah menapaki garis kerimut kulit pipi tuanya. Suara seraknya terlihat jelas bahwa dirinya sedang menahan tangis yang tak mampu ia sembunyikan ketika ia hendak memulai mengucapkan kata-kata.

"Aku hanya berharap untuk bisa menjadi pasangan yang terbaik bagi ayahmu Cheryl..". Wanita tua itu menelan ludah sejenak, membasahi tenggorokanya.

"Mom pun berharap masih bisa membuatkan sajian makan malam untuk ayahmu di hari ulang tahunya. Tapi kau tau apa yang telah Mom lakukan di hari ulang tahun mendiang ayahmu tahun kemarin bukan..? Mom malah hampir saja menghanguskan seluruh bagian dapur di tempat ini. Itu akan lebih bayak menghabiskan uangmu...".

Wanita tua itu sesenggukan mengendalikan tangisannya. Terdengar suara helaan nafas hampir menyerah keluar dari mulut Cheryl, sebelum akhirnya ia menanggapi ucapan wanita tua dihadapanya itu.

"Lalu kenapa Mom tidak meminta para penjaga untuk membantu Mom memasak kala itu?? Kenapa Mom malah menyelinap di malam hari untuk mengerjakan semuanya seorang diri??".

Suara nada bicara wanita tua itu segera meninggi satu oktaf begitu ia mendengarkan kalimat yang diucapan putrinya tadi.

"Kau masih saja belum mengerti Cheryl??"

"Seorang suami pastilah menginginkan hidangan makan malam yang dibuat oleh istrinya sendiri. Dan sama sekali bukan dari tangan orang lain Cheryl..".

Wanita tua itu hapir tak mampu lagi berucap karena menahan tangisannya. Namun berikutnya ia masih saja tetap berusaha untuk dapat melanjutkan kalimatnya.

"Aku bahkan masih ingat lagu kesukaan ayahmu ketika kita berdua sedang berdansa".

"Tapi sekarang, untuk ke kamar mandi pun aku membutuhkan bantuaan dari orang lain. Mom tidak akan sanggup lagi membuat ayahmu terkagum dengan kelincahan Mom diatas lantai dansa. Sama sekali tidak Cheryl...".

"Yang bisa kuperbuat sekarang hanyalah merajut, merajut, dan merajut.... Diatas sebuah ranjang panti jompo yang usang nan reot semacam ini. Aku hanya sedang berusaha untuk menjadi pasangan yang terbaik bagi mendiang ayahmu Cheryl...!! Aku ingin menjadi yang terbaik..!! Hhhe... Hhhe..".

Tangis wanita tua itu pun pecah di akhir penghujung kalimatnya. Mengisyaratkan pedihanya hari demi hari yang selama ini dengan sangat perlahan ia lewati dalam kesendirianya.

Cheryl dengan nada kesalnya pun turut membalas ucapan ibunya dengan sediki hentakan.

" Kalau begitu pulanglah Mom..!!".

"Kau bahkan tidak tau kan? Apa yang dikatakan keluarga disekitar rumah kita tentang aku, hanya karena Mommy masih saja kukuh untuk tetap tinggal di tempat semacam ini".

Rasa keteguhan tiba-tiba saja muncul dari dalam diri wanita tua itu. Kehadiranya mengikis lenyap hampir sebagian besar rasa nelangsa yang sedari tadi tak mampu untuk ia pertahankan. Mengingatkanya kembali akan sebuah sumpah yang tak pernah mungkin untuk bisa ia langgar.

"Tidak Cheryl!! Mommy tidak ingin untuk pergi dari tempat ini".

"Mommy pun juga harus merasakan bagaimana rasanya mati dalam kesendirian diatas sebuah ranjang usang. Persis seperti apa yang telah dialami oleh mendiang ayahmu dulu".

Dengan segera rasa frustasi menguasai diri Cheryl. Membuat ia sudah tak mampu lagi untuk mengeluarkan kata-kata dari mulutnya. Dia mengusap wajahnya dengan gusar. Menundukkan kepalanya dengan perasaan jengah. Kemudian untuk beberapa saat Cheryl mulai menyingkirkan beberapa geraian rambutnya yang berjatuhan menutupi wajahnya.

"Pulanglah Cheryl..!! Besok kau harus mengantarkan sweter ini ke makam mendiang ayahmu sebelum ia terbangun", ucap wanita tua itu tanpa memandang kearah Cheryl.

Cheryl mulai bangkit dari tempat duduknya. Mengatakan dengan suara pelan namun masih bisa terdengar oleh ibunya yang saat ini sedang ia punggungi.

"Aku cuma berusaha untuk memperhatikanmu Mom...".

"Dan kumohon..!! Berhentilah untuk tidak memperlakukan Daddy seolah-olah dia masih saja bernyawa ".

Selanjunya Cheryl melangkah pergi menuju kearah pintu keluar. Tepat selangkah di ambang pintu, langkahnya pun harus terhenti oleh sebuah panggilan.

"Cheryl..!!".

Cheryl menghentikan langkahnya, namun dia masih menghadap kearah pintu dan memunggungi ibunya.

"Teh lemon yang kau sajikan tadi. Kau lupa untuk menambahkan gula kedalamnya".

Nada mengejek terdengar beriringan sejalan dengan kalimat yang baru saja dilontarkan oleh wanita tua itu.

"Apa kau berfikir bahwa kau benar-benar telah memperhatikan Mommy-mu ini..?? Hehh..?".

"Kurasa kau masih belum melakukanya dengan cukup baik Cheryl..".

Tanpa menggubris sama sekali kata-kata yang baru saja keluar dari mulut ibunya, atau bahkan hanya sekedar membalik badan untuk menghadap kearah ibunya ketika ibunya berbicara, Cheryl merasa bahwa semua itu tidak perlu.

Dengan yakin Cheryl memutar knop pintu, dan begitu saja ia langsung meninggalkan tempat yang paling ia benci untuk dikunjungi itu. Kamar dimana mendiang ayahnya pernah terbaring sekarat dalam menghadapi ajal kematiannya.

Love you my readers...