webnovel

Change To Life

17+ Manda Hashilla harus menelan pil pahit ia mengetahui dirinya telah hamil sedangkan ia belum menikah. Manda tahu siapa ayah dari anak yang ia kandung, tapi ia tak berani mengungkapkannya. Dia adalah Erlan Airlangga Gantara. Teman satu angkatan Manda yang terkenal tajir, cool, cerdas. Pil pahit itu tak berhenti, setelah malam acara kelulusan ayahnya tak sengaja menemukan test pack yang ia gunakan. Ayahnya Manda marah dan langsung mengusir Manda dari rumah. Erlan yang berusaha mengingat malam pesta Reno akhirnya teringat. Ia telah merenggut sesuatu yang berharga dari seorang gadis. Lalu bagaimana mereka menjalani kehidupan? Dan bagaimana reaksi mereka jika ternyata yang merencanakan kejadian ini semua adalah orang yang tak terduga bagi mereka? . . . . Sesuatu yang bermula dengan keburukan tak mesti berakhir buruk pula. Berusahalah. Keajaiban itu ada.

fatikhaaa_ · Urban
Not enough ratings
187 Chs

19. Manda dengan ngidamnya 2 (18+)

Manda tersenyum misterius ia lalu membisikkan sesuatu pada telinga Erlan. "Hah?!" kata Erlan dengan keras.

Manda memperlihatkan puppy eyes nya, berharap meluluhkan Erlan. Erlan yang melihat betapa manis dan imutnya Manda hampir saja mengucapkan iya. Erlan menggeleng, ini menyangkut harga dirinya, ia tak mau.

Manda tak mengalah, ia benar-benar ingin hal itu saat ini. "Please..., kamu mau anak anak kamu ileran, engga kan?" Erlan menggeleng, "Yang lain deh Yang janji deh aku turutin," pinta Erlan.

"Anak kamu pinginnya itu," ujar Manda sedih. "Ya udah deh gak jadi Lan, kayaknya kembar cuma anakku aja deh." Erlan mulai tak suka ketika Manda menyebutkan kembar hanya anaknya saja.

"Gak papa Sayang, kita cari angin aja yuk. Kamu kan anak-anak Bunda," ucap Manda dengan sedikit sindiran. Manda menuju pintu kaca pembatas balkon kamar. Udara saat malam sangatlah dingin tapi Manda saat ini ingin mencari angin, meredamkan keinginannya.

"Ya udah yok," ajak Erlan. Dengan senyum mengembang seketika Manda menuju berdiri dan masuk ke dalam kamarnya menuju meja rias yang dibelikan mertuanya. Erlan menghela nafasnya, wajahnya setelah ini akan berubah.

Manda dengan senang menata jajaran kosmetik miliknya. Erlan duduk di kursi rias milik Manda sedangkan Manda sudah dihadapan Erlan entah dengan botol pembersih wajah.

Manda dengan semangat melakukan apa yang ia idam idamkan yaitu mendandani Erlan dengan bedak dan lipstik barunya, testimoni. Erlan hanya bisa pasrah, jika ia melawan yang ada Manda marah padanya dan tak mau berbicara atau menatapnya.

"Lan hadap sini." Erlan mendongak ke arah wajah Manda membuat Manda lebih leluasa lagi. Manda menuangkan cairan itu di kapas lalu mengusapkan di wajah Erlan. "Dinginkan?" tanya Manda.

"Iya, baunya enak juga." Manda tertawa lalu melanjutkan membersihkan wajah Erlan. "Yang kalau di pikir-pikir kembar pintar ya," ujar Erlan.

"Kenapa emangnya?" tanya Manda sambil mengganti kapas.

"Aku selalu bilang ke kembar buat engga repotin kamu, eh ternyata mereka nurut. Kamu engga harus mual-mual pagi hari, mereka mau makan apa aja, selalu ngidam pas ada aku atau orang lain jadi kamu engga harus capek-capek cari makanan."

Manda tertawa, "Iya juga ya Lan, eh mereka juga nurut loh sama kata Ayah sama Papa. Buat nyusahin kamu aja." Manda langsung tertawa kencang sedangkan Erlan berengut sebal.

Manda mengecup pipi kanan dan kiri Erlan tiba-tiba membuat jantung sang empu langsung berdisko. Erlan terdiam sambil menatap Manda yang tersenyum lebar, "Makasih ya Lan selalu berusaha yang terbaik buat kita. Makasih ya Ayah."

Erlan jelas saja tak melepaskan kesempatan begitu saja. Ia mendudukkan Manda di meja rias milik wanita itu. "Terimakasih juga kamu mau menjalani ini semua bareng aku. Terimakasih ya Bunda."

Erlan mencium bibir Manda yang ada dibawahnya saat ini. Ia mengalungkan tangan Manda ke lehernya lalu menggendong Manda seperti koala tanpa melepas ciuman bibir mereka. Manda secara naluri melingkarkan kakinya ke pinggang Erlan. Erlan menahan Manda dengan kedua tangannya, tubuh Manda sekarang terasa lebih berat dari terakhir kali Erlan memboyongnya.

Mereka melupakan acara mengidam Manda yang ingin mendandani Erlan. Sekarang justru menjadi acara yang lainnya.

Erlan menaruh pelan pelan tubuh Manda di atas kasur besar mereka. Tiba-tiba Erlan menghentikan ciuman mereka, ia teringat dengan Dokter Rina yang mengatakan untuk tidak terlalu sering melakukan hubungan intim saat hamil muda apa lagi Manda mengandung bayi kembar tiga.

"Kenapa?" tanya Manda dengan wajah mereka yang masih sangat dekat. "Kata Dokter Rina kita gak boleh sering-sering lakuin making love. Takutnya kamu ada apa apa."

Manda sedikit malu ketika Erlan berbicara seperti itu, entah mengapa, tapi saat ini gairahnya sudah naik. Ia menginginkan sentuhan Erlan. "Gak papa kok, aku juga mau." Manda saat ini yang memulai ciuman itu.

Mereka sudah di mabuk cinta, gairah sudah mengabutkan mata dan ciuman sudah berganti lumatan dan semua menjadi lebih intim. Manda meremat pundak dan rambut Erlan mencari pegangan disana.

Erlan melepas bajunya lalu ia membuka kancing atas daster milik Manda. Lalu ia menaikkan ujung pakaian Manda agar ia bisa meloloskan baju itu. Manda saat ini hanya menggunakan bra dan celana dalam saja sedangkan Erlan masih dengan celana dan dalamannya.

Kedua tangan Erlan berada di sisi kanan dan kiri tubuh Manda yang berbaring, menumpang tubuh Erlan agar tak menindih Manda dan kembar. Erlan menurunkan ciumannya membuat Manda mendongak, ia membuat tanda kemerahan si tulang selangka Manda membuat mendesah. Manda menenggelamkan wajahnya di leher Erlan melalukan hal sama di leher Erlan. Erlan menggeram ketika merasakan hisapan mulut Manda di lehernya, istrinya ini sudah banyak belajar ternyata.

Tok.. Tok.. Tok..

"Erlan Manda," panggil Bunda di luar kamar mereka. Manda membuka matanya melihat ke arah pintu, ia mencoba menghentikan Erlan yang semakin menurunkan ciumannya. "Lanhh.. Bunda.."

Erlan menghiraukan saja nafsunya sudah di puncak ubun-ubun dia tak ingin berhenti. Erlan menuju payudara Manda, melancarkan aksinya di sana. Manda menggigit bibirnya dan memejamkan erat-erat ketika Erlan menghisap di bawah sana.

"Manda Erlan!"

"Kalian di dalam kan?? Bunda mau minta tolong."

"Erlan, Papa mau pulang dari rumah sakit, Bunda gak bisa ngurus administrasinya."

Manda yang mendengar itu mencoba sekali lagi menghentikan Erlan. Dalam hatinya Erlan menggerutu Papa nya itu, masih sakit tapi minta pulang ke rumah, menganggu acara orang lain lagi. Akh!!!!

"Temen-temen Manda udah di bawah loh!"

"Lanhh stop, Bunda... minta tolongh." Erlan menghiraukan saja di bawahkan ada Bik Surti dan Pak Mar, Bunda nya pasti akan meminta bantuan mereka.

Manda merasakan Erlan yang tak ada tanda tanda akan berhenti malah semakin menjadi-jadi. "Lanh.. stop." Manda mengelus punggung dan dada Erlan, "Ayahh please stop." Erlan menghentikan apa yang ia lakukan sambil menggeram sebal. Ia menjatuhkan tubuhnya di samping Manda dengan tengkurap.

"Manda Erlan! Kalian di dalam gak??" teriak Bunda. Setelah itu terdengar suara langkah kaki yang menjauh dari pintu kamar mereka sepertinya Bunda mencari mereka di tempat lain.

"Bunda ganggu banget!"

Manda tertawa malu malu, ia meraih selimut lalu meninggalkan Erlan di atas kasur yang pasti sedang mengurus sesuatu dibawah sana agar reda. Manda menuju walk in closet lalu ia mengambil baju baru untuknya Erlan melempar daster yang ia kenakan terlalu jauh sedangkan jarak manda lebih dekat ke walk in closet.

Manda mengganti semua yang ia kenakan tak lupa ia mengambil ganti juga untuk Erlan. Manda memakai dress lumayan panjang tanpa lengan, ia menambahkan baju crop top putih miliknya karena jika tidak Erlan akan mengomel panjang kali lebar kali tinggi karena dress Manda yang terbuka.

Manda kembali ke ranjangnya terlihat Erlan yang masih tiduran di kasur, "Lan aku turun dulu. Bajunya aku taruh di tempat biasa." Cupp..

Manda mengecup dahi Erlan lalu menuju ke lantai bawah. Erlan hanya memandang Manda yang terlihat biasa saja dan tak ingin membantunya, sedangkan dirinya sedang tak baik baik saja. Erlan membangunkan tubuhnya dari kasur, ia akan mandi air dingin sebentar.

Manda menuruni tangga itu satu persatu, "Ya ampun Manda Bunda cariin loh, sampai minta tolong teman teman kamu buat bantu Bunda cari kalian. Kamu habis dari mana sih?" tanya Bunda dengan sedikit panik, "Kalian gak kenapa kenapa kan?" Manda memeluk Bunda.

"Maaf ya Bunda hehheehe."

"Kamu bikin Bunda panik, kira kamu sama Erlan kenapa kenapa," ucap Bunda sambil memeluk erat menantunya itu. "Erlan kemana? Papa itu ngotot minta pulang aneh aneh emang tuh. Bunda gak paham ngurus administrasi jadi mau minta tolong Erlan. Bik Surti sama Pak Mar udah pulang dari tadi."

"Manda panggilin bentar ya Bun."

"Ya udah kalau gitu Bunda siap siap dulu ya, ini temen temen kamu di ajak aja, kasian udah sampe sini juga," kata Bunda.

"Kalian mau ikut ke rumah sakit?" tanya Manda. "Ya gak papa sih, ketimbang di sini sendirian di kira maling lagi," jawab Dera.

Manda dan Bunda tertawa, "Salah siapa datangnya jam segini," ucap Manda. Manda meminta teman-temanya untuk menunggu sebentar di ruang tamu, ia akan memanggil Erlan terlebih dahulu.

. . . . . . .

Dera, Salsa dan Hanin saling melemparkan tatapan, mereka seketika langsung menahan tawa ketika mereka melihat Erlan yang turun bersama Manda. Erlan dan Manda berpakaian normal kok, gak ada yang salah sama penampilan tapi ppfftt. . . . .

Bunda mengajak Erlan, Manda dan teman-temannya Manda untuk menuju mobil. Erlan, Manda dan Bunda memilih untuk satu mobil sedangakan Dera, Salsa, dan Hanin menggunakan mobil milik Hanin karena mereka tadi berangkat bersama.

Di dalam mobil Bunda tak ada habis habisnya bercerita tentang cerewetnya Papa yang ngotot minta pulang hari ini juga. "Bunda tuh sampai heran gitu loh. Orang masih sakit, masih suruh di rawat kok ya maksa pulang. Mau Bunda marahin tapi kok sakit jantung, mau Bunda larang tapi kok ngelunjak, heran Bunda sama Papa kalian."

Manda yang duduk di samping Erlan yang sedang mengemudi menatap Erlan. Sedangkan Erlan yang sudah biasa dengan Bunda nya hanya diam mendengarkan. Bunda nya emang selalu begitu, salah selalu di omelin panjang, entar kalau ada orang lain di ceritain deh itu kejadian sambil marah marah.

"Kalian tahu alasannya apa? Cuma biar gak duduk rebahan doang di kasur. Astaga pingin Bunda pites tuh suami, untung sayang banget."

"Dokter tuh sampai angkat tangan karena Papa minta pulang terus, sampai di ancam dokternya sama Papa kalian. Astagfirullah ya Allah, kok bisa bisanya Bunda punya suami yang kayak gitu, keras banget kepalanya."

Manda menengok ke belakang melihat Bunda yang sedang menatap jalanan kota lewat jendela sampingnya sambil terus berbicara. Manda baru tahu mertuanya ternyata begitu. Asik sih kalau pas diajak ngerumpi no secret tapi pas marah ngomelnya kayak kereta api. Panjang pakek benerr....

Erlan melihat ke arah Bunda nya lewat kaca spion di atasnya. Bunda terlihat masih marah, kesal, dan belum ada tanda-tanda belum berhenti berbicara.

"Lan, Bunda emang gitu?" bisik Manda sambil menjawil tangan Erlan yang memegang kemudi. Erlan mengangguk, ia lalu menggenggam tangan Manda menaruhnya di pangkuannya. Lebih baik romantis romantisan dengan istrinya, dan biarkan Bunda terus mengomeli tingkah suaminya.

"Bunda tuh kesel gitu Man Lan. Udah berkali-kali Bunda kasih tahu jangan kerja lama lama, jangan suka lembur, jangan minum kopi terus, gulanya di kurangin masih aja dilanggar. Emangnya Papa kamu itu bandel banget, alasannya banyak banget, ini itu ini itu jadiin semua alasan. Yang gak enak sama klien, yang gak enak sama karyawan. Sedangkan Bunda yang direpotin Papa terus gimana coba?"

"Udah malam malam minta pulang dari rumah sakit katanya kalau engga pulang bakal kabur dari rumah sakit. Aneh aneh kelakuannya itu, padahal udah mau punya cucu. Tobat Bunda rasain Papa kamu Lan."

Erlan menatap spion atasnya kembali, Bunda nya sudah mulai mengatur nafasnya seperti Bunda sudah akan berhenti berbicara. Tapi Erlan mengerutkan dahinya. Bundanya ini kalau marah satu rumah pasti kena alias Erlan juga pasti ke bahas. Lah kok ini Erlan gak kesinggung wah wah wah perubahan terbaru ini.

Manda melihat mertuanya itu, "Sabar Bunda, mungkin Papa emang udah bosen. Manda aja berhari-hari di sana udah bosen banget. Setiap dari siang sampai sorekan Papa sendirian. Bunda kerja, Erlan kerja siapa yang mau nemenin. Apa lagi Papa terbiasa ketemu orang banyak, jadi aneh Bun rasanya kalau tiba-tiba sendiri gitu," ucap Manda.

Erlan memandang istrinya itu, mengapa ia menanggapi kata Bundanya bisa bisa bakal jadi kalimat dengan gerbong kereta api yang panjang.

"Mungkin kali ya Man. Bunda malah jadi bersalah udah biarin Papa sendirian, padahal Bunda bisa ngerjain tugas kantor di rumah sakit. Ih Bunda jadi ngerasa bersalah deh."

"Bunda gak perlu risau, setelah Papa pulang dari rumah sakit Bunda bisa nemenin Papa di rumah selama masa pemulihan. Nanti Bunda bisa bawa pekerjaan dirumah," kata Manda sambil menatap Bunda.

Erlan kembali menatap sebal istrinya. Sepertinya Bunda nya dan Manda akan satu frekuensi, ia harus siap mental dan telinga jika benar Bunda dan Papanya di rumah. Ia pasti takkan bisa berduaan lagi dengan Manda. Dan omelan Bunda nya akan menghiasi setiap ia dirumah. Ia jadi pingin punya rumah sendiri aja.

.

.

.

.

Erlan, Manda, Bunda dan teman-temannya Manda sudah sampai di ruangan Papa Erlan. Ternyata Om Ivan dan istrinya ada di sana. Jadi mereka terlibat pembicaraan yang panjang.

Dera, Salsa dan Hanin pamit pulang karena mereka sudah lama juga ada di sini. Ia juga sudah banyak berbicara dengan Manda. Mereka juga tak enak jika menganggu waktu keluarga Erlan dan Manda.

"Kalian hati-hati ya, maaf kalian malah jadi ke sini." Manda memeluk Salsa yang memang kebiasaannya.

"Halah gak papa, niat kitakan mau jenguk Lo sama tahu rumah Lo sekarang. Ya udah, kita pulang dulu ya Man. Jaga baik baik keponakan kita, sehat terus ya Bumil," kata Dera sambil ikut memeluk Salsa. Hanin yang melihat itu memeluk Manda sekarang mereka seperti teletabis.

"Oh iya sampai hampir mau lupa Man," ucap Dera. Dera mengambil sesuatu di tasnya, lalu menberikan sebuah undangan berwarna pink golden.

"Jangan lupa dua minggu lagi datang ke pertunangan aku sama Reno ya. Ingat loh harus dateng, awas sampai gak dateng Gue bakar kantor sama rumahnya Erlan," kata ancam Dera.

"Siap, gak lupa kok."

"Ya udah kita duluan ya titip salam buat Erlan sama keluarganya," kata Salsa. Mereka akhirnya berpisah, Manda masuk kedalam ruangan ketika para sahabatnya sudah masuk kedalam lift.

Manda langsung menghampiri Erlan duduk di sofa. "Kamu udah ngurus semua buat Papa?" tanya Manda. Erlan melingkarkan tangannya ke pinggang Manda sambil mengangguk.

"Oh Aku kayak tahu deh Mas kenapa Erlan sewot banget tadi," kata Om Ivan tiba-tiba pada Papa. Semua orang jelas langsung memandang Om Ivan.

"Apa?" tanya Papa penasaran.

Om Ivan membisikkan sesuatu pada Kakaknya itu. Membuat Papa dan Om Ivan tertawa kecil sambil memandang satu pasangan muda di dekat mereka. Manda dan Erlan yang di tatap pun hanya bisa saling memandang dan penasaran.

Bunda dan istri Om Ivan juga ikut penasaran. Suami mereka yang tahu membisikkan sesuatu pada istri mereka. "Pakai bisik bisik segala," sinis Erlan lalu merebahkan tubuh dan kepalanya di sofa.

Semua orang tertawa membuat Erlan dan Manda semakin kebingungan. "Ih maafin Bunda ya, abis Papa kamu yang minta pulang sekarang."

Erlan semakin bingung dengan Bundanya dan yang lainnya. "Lan, tadi udah final atau lagi pemanasan?" kata ambigu Om Ivan membuat Manda dan Erlan semakin semakin bingung. "Lihat leher kamu Lan," perintah Papa nya.

Sontak saja mereka langsung melihat ke arah leher Erlan. Disini Manda langsung malu ia menutup mukanya dan bersembunyi di balik punggung Erlan. Leher Erlan ada merah merah di sana dan di sini. Manda sadar itu ulahnya ketika mereka di atas ranjang tadi. Erlan yang mengaca menggnakan ponselnya hanya bisa tertawa.

"Makanya Pah jangan aneh aneh, ngerepotin orang ganggu lagi!" kata sinis Erlan.