webnovel

Change To Life

17+ Manda Hashilla harus menelan pil pahit ia mengetahui dirinya telah hamil sedangkan ia belum menikah. Manda tahu siapa ayah dari anak yang ia kandung, tapi ia tak berani mengungkapkannya. Dia adalah Erlan Airlangga Gantara. Teman satu angkatan Manda yang terkenal tajir, cool, cerdas. Pil pahit itu tak berhenti, setelah malam acara kelulusan ayahnya tak sengaja menemukan test pack yang ia gunakan. Ayahnya Manda marah dan langsung mengusir Manda dari rumah. Erlan yang berusaha mengingat malam pesta Reno akhirnya teringat. Ia telah merenggut sesuatu yang berharga dari seorang gadis. Lalu bagaimana mereka menjalani kehidupan? Dan bagaimana reaksi mereka jika ternyata yang merencanakan kejadian ini semua adalah orang yang tak terduga bagi mereka? . . . . Sesuatu yang bermula dengan keburukan tak mesti berakhir buruk pula. Berusahalah. Keajaiban itu ada.

fatikhaaa_ · Urban
Not enough ratings
187 Chs

05.Hari Pemeriksaan Bayi

Mereka berdua sudah berada di salah satu rumah sakit yang paling dekat dengan rumah Erlan. Sesuai arahan suster yang mereka tanyain, mereka sampai di poli kandungan. Sesuai saran Bunda, Erlan mengajak Manda untuk memeriksakan keadaan bayi mereka sore ini.

Manda merasa gugup, ini pertama kalinya juga ia akan memeriksa kandungannya. Selama ini ia tidak pernah terpikirkan, bagaimana tidak ia hanya memikirkan bagaimana ia melanjutkan hidup.

Tanpa sadar waktu berlalu begitu cepat, nama Manda disebut oleh suster di sana. Mereka berdua berjalan beriringan dengan Manda dan masuk ke dalam ruangan putih itu lalu menuju seorang dokter wanita yang sudah berumur dan terlihat begitu menenangkan.

"Selamat datang, Ibu Bapak. Silahkan duduk."

Dokter dengan nama Eni itu melihat data diri Manda dan belum ada riwayat pemeriksaan apapun sebelumnya. Sebenarnya ia merasa sedikit terkejut dengan umur Manda yang masih belia namun ini bukanlah haknya untuk bertanya atau menghakimi.

"Kalau boleh tahu Mbak Manda udah pernah melakukan pemeriksaan sebelumnya?"

"Belum pernah Dok."

Dokter itu menganggukkan kepalanya lalu ia mengambil sebuah sarung tangan membuka tirai abu-abu di sampingnya. "Kalau begitu akan saya periksa janinnya sekarang ya Mas Mbak. Silahkan Mbak Manda tiduran di ranjang, minta tolong ya Sus."

Manda dibantu satu suster untuk menuju kasur sedangkan Dokter Eni sedang mempersiapkan apa saja yang akan dibutuhkan. Setelah suster itu membantu Manda, ia juga langsung mempersiapkan alat untuk pemeriksaan. Erlan melihat bagaimana Manda gugup di atas ranjang itu. Ia juga sama halnya dengan Manda.

Dokter Eni membuka baju milik Manda sehingga mempertontonkan perut putih Manda yang terlihat sedikit membuncit, "Maaf ya Mbak bajunya saya buka sedikit."

Erlan yang melihat itu langsung memalingkan wajahnya.

"Alhamdulillah janinnya sehat, perkembangannya sesuai dengan usianya. tidak perlu ada yang harus dikhawatirkan karena semuanya normal."

Manda menatap layar hitam abu-abu yang menampilkan isi perutnya. Yang terdapat janin, calon anaknya. Dokter Eni membersihkan perut Manda lalu menutup baju Manda.

Tanda diketahui Manda dan Dokter Eni, Erlan terkesima dengan apa yang ada di layar itu. Untuk pertama kalinya ia dekat calon anaknya, ada suatu getaran di dadanya yang membuat dirinya geli namun bahagia.

"Kita kembali ke meja Saya ya Mbak Manda." Dokter Eni membantu Manda turun dari kasur lalu berjalan menuju meja yang terdapat Erlan duduk di sana.

Dokter Eni menuliskan sesuatu di atas kertas lalu memberikannya kepada Manda. "Ini obat untuk penguat kandungan, Mbak Mas bisa tebus di apotik rumah sakit kami. Mbak Manda jangan lupa untuk meminumnya dan meminum susu hamil. Jangan mengangkat sesuatu yang berat atau pekerjaan yang berat-berat. Istirahat yang cukup, hindari sesuatu yang bisa membuat Mbak Manda memikir berat atau stres dan dua bulan lagi Mbak Manda bisa kembali ke sini untuk pemeriksaan selanjutnya."

"Bisa Saya minta nomor pribadi Dokter?" tanya Erlan tiba-tiba.

"Oh tentu saja, sebentar ya." Dokter Eni mengambil kartu nama miliknya di dalam laci meja kerjanya lalu memberikannya kepada Erlan. Manda mengerutkan dahinya, heran dengan tindakan Erlan.

"Terimakasih banyak Dok, kami pamit," ujar Manda yang akan segera pergi.

Manda dan Erlan keluar dari ruangan dokter itu. Mereka menuju ke arah apotik rumah sakit ini dengan jalan beriringan tanpa bergandeng tangan. Ketika sampai Manda dan Erlan mengambil antrian lalu mereka duduk berdekatan.

Erlan menyibukkan dirinya dengan ponselnya. Ia memasukkan nomor Dokter Eni ke dalam ponselnya. Manda yang merasa canggung hanya bisa melihat ke sekitar dan hanya bisa menghela nafas beberapa kali saja.

Tiba-tiba saja ponsel Manda bergetar, membuat sang pemilik langsung merogoh ponselnya di dalam sling bag. Manda menatap layar ponselnya yang menampilkan notifikasi pesan dari salah satu sahabatnya yang menanyakan kabarnya. Ponsel Manda kembali bergetar, pesan itu berlanjut, sahabatnya banyak yang mencarinya dan mengatakan rindu dan khawatir pada Manda.

Manda menatap sedih layar ponselnya. Ia memiliki tiga orang sahabat dan tidak satupun dari mereka yang mengetahui kondisi Manda yang sebenarnya. Yang mereka tahu, Manda bekerja di toko bunga dan dalam keadaan baik-baik saja.

Mereka tahu Manda bekerja di sana, sebab mereka menanyakan pada Manda tentang alasan Manda tidak datang pada hari kelulusan.

Erlan menatap layar ponsel Manda lalu menatap Manda yang hanya diam termenung. Dari situ Erlan tahu bahwa Manda masih belum menjelaskan semuanya pada sahabat-sahabatnya. Erlan tahu perasaan Manda.

"Lebih baik jujur pada mereka."

Manda menatap Erlan yang sedang menatap layar ponsel milik Erlan. "Gak segampang itu," ucap Manda sedikit sebal dengan Erlan.

"Bukannya kalian sahabat. Kenapa Kamu ragu sama temen Kamu sendiri? Makin kamu lama bohong, makin buat mereka terluka," ucap Erlan yang memang benar adanya.

Erlan hanya tidak mau Manda dijauhi, setidaknya ia memiliki teman untuk bercerita. Erlan sebenarnya peduli pada Manda terutama pada janin mereka. Erlan mengingat apa kata Dokter Eni, bahwa Manda tidak boleh sampai stres. Mungkin dengan keterbukaan Manda pada sahabat-sahabatnya ia bisa meringankan beban pikirannya karena Erlan yakin Manda akan sungkan bercerita dengan dirinya apalagi Bundanya.

Manda menatap Erlan kembali, ia merasa Erlan menjadi lebih perhatian dengan dirinya. Ia hanya merasa seperti itu. Namun Manda terlalu takut untuk memastikannya, takut geer.

Erlan melirik ponsel Manda dari sudut matanya. Terlihat Manda yang mengetik kata-kata namun dihapus kembali. Erlan yang melihat beberapa kali Manda seperti itu terus ia menjadi sangat gemas. Tanpa sadar ia merampas ponsel Manda lalu mengetikkan pesan kepada sahabat Manda yang bernama Dera. "Erlan!"

Manda kembali merebut ponselnya namun pesan itu sudah terlanjur ke kirim ke Dera. Erlan mengajak Dera untuk bertemu di taman kota dekat sekolah. Manda langsung saja bergetar, ia gugup dan takut. Ia marah juga dengan Erlan yang seenaknya.

"Aku temenin Man, percaya deh, lebih lega untuk jujur ke mereka," ucap Erlan menyakinkan.

"Gimana kalau mereka jauhin Aku?" tanya Manda balik dengan hal yang menjadi ketakutannya selama ini.

"Kamu raguin mereka Man, apa itu yang namanya sahabat? kalau pun bakal seperti itu mereka bukan sahabat Kamu dan gak pantas disebut sahabat dan tidak pantas diingat sebagai sahabat."

Manda menatap Erlan yang baru saja berucap dengan sangat tegas. Nada bicara Erlan membuat Manda menjadi sedikit memiliki keberanian untuk jujur namun tetap ada rasa ketakutan.

"Percaya sama Aku Man."

Manda mengalihkan pandangannya ke depan lalu menyandarkan tubuhnya, melemaskan dan hanya bisa pasrah. Erlan melihat Manda yang sepertinya menyetujui perkataannya. Erlan tahu Manda masih ada keraguan, tapi ia yakin ini yang terbaik. Karena ia juga mengalaminya.

Erlan yang terlihat tenang ketika mengatakan semuanya pada kedua sahabatnya nyatanya dalam dirinya ia merasa malu dan takut. Selama ini kedua sahabatnya selalu menjadikan Erlan sebagai pusat mereka, tapi justru ia memberikan contoh yang buruk dengan meniduri anak orang.

Tapi setelah mereka berdua tahu, justru Erlan merasa lega. Justru mereka berdua terutama Reno selalu memberikan masukan kepada Erlan tentang bagaimana menghadapi wanita, karena Reno lebih berpengalaman ketimbang Erlan yang bahkan di dekati wanita pun ia ogah-ogahan.

"Nomor antrian 0134. Silahkan menuju ke loket 2."

Suara itu menjadi akhir kecanggungan dan perdebatan mereka berdua. Erlan dan Manda langsung segera berdiri dan menuju loket 2.

........

Manda dan Erlan sampai di rumah milik keluarga Erlan. Manda tidak langsung menuju ke dalam rumah, ia masih belum memiliki nyali masuk ke dalam rumah tanpa ada kehadiran Erlan. Sambil menunggu Erlan memarkirkan mobilnya, Manda melihat dua pembantu Erlan yang terlihat begitu mesra.

"Apa Aku bakal kayak mereka ya? mesra, langgeng sampai tua," batin Manda yang merasa iri dengan pasangan yang sudah berumur itu. Terlihat masih sangat romantis padahal mereka sudah lama berumah tangga.

"Sepertinya indah ya, kalau kita bersama orang yang kita cinta," batin Manda kembali dengan rasa penyesalan.

Manda memiliki orang yang sangat ia sukai, pastinya bukan Erlan. Erlan memang tampan, pintar, cerdas tapi Erlan bukanlah tipe laki-laki yang Manda suka. Tapi sudahlah, bahkan laki-laki itu tidak tahu Manda menyukainya. Hanya sekedar adik dan kakak kelas saja.

"Ayo masuk," ujar Erlan yang baru saja melewati Manda lalu berjalan menuju pintu utama rumah.

Manda menghela nafasnya, langkah berat dan lemas untuk memasuki rumah yang indah yang nyatanya tidak memberikan kenyamanan apapun.