webnovel

Change To Life

17+ Manda Hashilla harus menelan pil pahit ia mengetahui dirinya telah hamil sedangkan ia belum menikah. Manda tahu siapa ayah dari anak yang ia kandung, tapi ia tak berani mengungkapkannya. Dia adalah Erlan Airlangga Gantara. Teman satu angkatan Manda yang terkenal tajir, cool, cerdas. Pil pahit itu tak berhenti, setelah malam acara kelulusan ayahnya tak sengaja menemukan test pack yang ia gunakan. Ayahnya Manda marah dan langsung mengusir Manda dari rumah. Erlan yang berusaha mengingat malam pesta Reno akhirnya teringat. Ia telah merenggut sesuatu yang berharga dari seorang gadis. Lalu bagaimana mereka menjalani kehidupan? Dan bagaimana reaksi mereka jika ternyata yang merencanakan kejadian ini semua adalah orang yang tak terduga bagi mereka? . . . . Sesuatu yang bermula dengan keburukan tak mesti berakhir buruk pula. Berusahalah. Keajaiban itu ada.

fatikhaaa_ · Urban
Not enough ratings
187 Chs

04. Kembali Lagi

Manda menatap dinding kamar yang kembali asing. Ia dan Erlan benar-benar memutuskan akan tinggal di rumah keluarga Erlan kembali. Dan Manda sudah berada di kamar Erlan kembali.

Pagi ini Manda mendapatkan sambutan yang bisa dikatakan lebih baik. Bunda Erlan menerimanya sangat baik dan Papa Erlan masih menatap tajam Manda namun tidak ada sepatah katapun yang keluar.

Kemarin Erlan membicarakan hal tersebut langsung kepada Manda. Erlan mengatakan untuk beberapa bulan kita berdua menetap di sini dan setelah itu Manda yang memutuskan akan pindah kemana. Erlan mengetahui kondisi rumah saat ini sangatlah tidak baik untuk mereka berdua. Seakan dengan suka rela masuk ke dalam kandang singa.

Tapi apa boleh buat. Erlan sangat menghawatirkan kondisi Bundanya. Bunda memang sudah memiliki penyakit jantung selama beberapa tahun belakangan ini. Hanya saja sudah jarang kambuh karena pola hidup Bunda yang sangat sehat dan selalu rutin meminum obat. Jadi ketika Bundanya kambuh, Erlan jelas sangat khawatir apalagi Bunda tidak mau dibawa ke rumah sakit

Manda memilih menerima ia tidak tega melihat Bunda Erlan yang memohon dan terlihat sangat tulus. Wajah pucat dengan alat yang menempel membuat Manda semakin sulit menolak permintaannya.

"Kamu mau istirahat?" tanya Erlan yang baru saja mengangkat satu koper terakhir milik mereka. Manda menggelengkan kepalanya. "Boleh Aku jenguk Bunda?" tanya Manda.

Erlan terkekeh, "Boleh aja, kenapa harus ijin sih Man."

"Aku temani ya," lanjut Erlan yang menggandeng tangan Manda membuat hati Manda tersipu.

Manda dan Erlan turun dari kamar mereka dan menuju ke kamar Bunda Erlan dirawat. Ketika melewati dapur Manda dan Erlan dihentikan oleh suara seseorang yang sedang menyeduh kopi di meja makan.

"Bersyukur Kamu Manda, jika saja istri Saya tidak memohon Saya benar-benar akan memisahkan kalian dan mengusir Kamu."

"Erlan enggak suka ucapan Papa!"

"Baru beberapa hari saja Kamu tambah berani melawan ucapan Papa ya Lan. Apalagi beberapa bulan kedepan?"

Manda menarik sedikit tangan Erlan membuat Erlan menoleh ke arahnya. Ia tersenyum, mengatakan bahwa ia baik-baik saja dan meminta Erlan untuk tidak membalas perkataan sang Papa. Manda tidak ingin Erlan dan Papanya bertengkar kembali.

"Kita lanjut jalan aja," ujar Erlan.

Erlan menarik tangan Manda yang memilih untuk meninggalkan dapur dan pergi dari sang Papa. Manda berjalan menunduk, ia sadar diri dan tidak ingin terlihat melawan Papa Erlan.

Sesampainya mereka di dalam kamar dimana Bunda Erlan dirawat, mereka berdua disambut dengan sangat senang hati oleh Bunda Erlan. "Bunda gimana kabarnya? udah baikan?" tanya Erlan.

"Udah bisa tidur nyaman Nak, cuma kalau makan perut Bunda masih sakit, minum obat pun susah."

"Tapi dipaksa makan ya Bun, walaupun cuman dia tiga sendok makan aja."

Bunda Erlan tersenyum, bagaimana tidak, inilah yang ia mau. Erlan adalah anak yang sudah lama ia nantikan, perjalanan panjang di rumah tangganya selama lima tahun tidak ada seorang anak pun. Erlan segalanya baginya.

Bunda lalu menaikkan sedikit pandangannya menatap Manda yang sedang berdiri kaku sambil menatapnya ragu-ragu. "Sini Man dekat-dekat Bunda. Masa ada anak Bunda jauh dari Bunda."

Manda terkejut mendengar hal itu. Sebenarnya ia sudah menduga ini, semenjak pernikahan Manda dan Erlan, hanya Bunda Erlan yang terlihat menerima musibah itu. Bahkan beliau menemani Manda di ruang tunggu sebelum dilaksanakan ijab qobul, walau tidak pernah ada percakapan antara dirinya dan beliau. Mendengar perkataan itu jujur saja Manda sangat lega.

Manda berjalan ke arah samping Erlan yang duduk menyamping di tepi kasur menghadap Bunda. Erlan menggeserkan duduknya agar memberikan ruang kepada Manda untuk lebih dekat dengan Bundanya.

"Manda gak istirahat Nak? pasti capek angkat-angkat."

"Enggak kok Tante, lebih banyak Erlan yang beres-beres."

"Kok Tante? anak Bunda masa manggil Bunda Tante sih," ujar Bunda Erlan dengan cemberut. Erlan yang mendengar itu tersenyum.

Manda tersenyum kaku, "Iya Bunda."

Bunda Erlan tersenyum lalu ia meraih tangan Manda dan mengelusnya, "Sekarang ini Kamu tidak hanya sedang sendiri tapi ada anak kamu, cucu Bunda. Jadi jangan lakuin yang berat-berat, makan teratur, istirahat cukup. Ini juga rumah Manda dan Bunda juga Bunda Manda. Kalau ada apa-apa mintalah bantuan dan Kamu bisa cerita semua ke Bunda."

Mata Manda mulai memerah, terlihat mengkilap karena air mata. Sudah lama ia tidak merasakan kasih sayang seorang Ibu. Bahkan sudah tidak mendengar, melihat dan menyalurkan rindunya kepada sang Ibu.

"Bunda enggak marah?" tanya Manda.

"Bukan lagi marah, tapi sudah sakit hati dan kecewa. "

Manda tahu itu. Siapa yang tidak akan sakit hati dan kecewa dengan kabar tidak mengenakan itu apalagi menimpa pada anak satu-satunya dan sangat membanggakan selama ini.

"Tapi, Bunda akan jauh lebih sakit hati dan marah karena membiarkan anak, mantu, dan cucu Bunda jauh dari Bunda. Kalian ini keluarga Bunda, anak-anak Bunda."

"Mungkin itu cara Tuhan untuk mempertemukan kalian. Bunda tidak lagi mempermasalahkan hal tersebut, sekarang ini Bunda hanya mau menerima dan hanya mau dekat dengan keluarga Bunda."

Manda tersenyum sangat lega, seakan setengah beban hidupnya sirna begitu saja. Manda mengusap air matanya, "Terimakasih Bunda."

"Sini peluk Bunda," ujar Bunda Erlan sambil meminta Manda untuk memeluknya.

Erlan yang melihat Bunda dan istrinya berpelukan menjadi sangat lega. Ia senang sekaligus berterimakasih pada Bunda karena telah mau menerima Manda dan tetap mau mengangap Erlan dan Manda sebagai anaknya.

.....

Pagi sudah berubah menjadi siang. Papa Erlan tidak terlihat batang hidungnya, sepertinya beliau kembali ke kantor untuk bekerja. Erlan yang tidak biasa berada di rumah di jam seperti ini memilih untuk menuju ke balkon kamarnya. Sementara Manda sedang tidur pulas di atas ranjang selepas mereka mengunjungi Bunda.

Erlan masih sedikit canggung jika harus sekasir dengan Manda. Walau saja mereka pernah berdekatan bahkan mungkin satu kasur hanya saja terasa aneh dan asing. Mungkin karena ini pertama kalinya.

Erlan menatap langit, bukan berarti canggung itu mengartikan ia tidak suka dengan Manda, ia sudah menerima keadaan dirinya sekarang ini. Menerima kehadiran Manda, anak mereka dan masa depannya yang berubah. Erlan tidak bisa meninggalkan begitu saja, ia tidak ingin lari dari tanggung jawab dan tidak ingin menjadi laki-laki brengsek. Apa bedanya dirinya dengan Gege, musuh sekaligus dalang dibalik kejadian ini.

Ah, Gege. Erlan sudah tidak mau memikirkan laki-laki itu yang hobinya selalu membuatnya marah dan bertengkar. Ia sudah tak ingin mengenal apalagi berdekatan dengan satu manusia itu. Erlan juga meminta dua sahabatnya untuk tidak membalas perbuatan Gege terhadapnya dan meminta untuk menghiraukan Gege saja.

Erlan menatap Manda, sebenarnya ia merasa kasihan pada Manda. Bagaimana pun korbannya adalah Manda. Masa depannya yang hancur, hubungan dengan keluarganya yang juga ikut hancur dan dunia Manda yang berubah. Erlan bisa saja kembali ke rencana masa depannya, mendaftarkan dirinya kembali ke beasiswa lain lalu meneruskan pendidikannya di sana membangun cita-citanya. Tapi apa Manda bisa?

Erlan akui disini yang paling luar biasa adalah Manda.

Erlan tidak pernah tahu siapa yang ia tiduri sampai ia meminta rekaman cctv tepat satu minggu berlalu. Ketika Erlan mencari tentang siapa Manda dan dimana ia tinggal, satu fakta yang ia dapati ternyata Manda sudah jarang masuk ke sekolah, semenjak kejadian itu. Fakta itu Erlan dapat dari sahabat Manda yang kebetulan adalah pacar sahabatnya, Reno.

Ketika ia mendapatkan alamat rumah Manda, Erlan justru berpapasan oleh Manda di sebuah toko bunga dengan Manda yang bekerja di sana. Di toko itulah awal mula Erlan bertemu dengan Manda dan membicarakan kejadian itu.

Saat Erlan akan mengantarkan Manda pulang, Manda justru mengarahkan jalan yang berbeda dari alamat yang Erlan dapatkan tentang rumah Manda. Ketika Erlan tanya, jawaban Manda membuat Erlan terdiam bahkan ingin sekali memukuli dirinya sendiri. Apalagi Erlan ingin rasanya mengutuk dirinya saat tahu bagaimana kondisi tempat yang Manda tinggali. Sungguh jauh dari kata layak huni.

"Maaf, cuma bisa itu yang Aku lakuin Man."

Erlan jadi teringat kata-kata Manda yang mau bertahan dan berusaha memperbaiki yang ada. Yang dimulai buruk tidak selalu berakhir dengan buruk pula.

"Kenapa baru ketemu cewek kayak Manda sekarang ya?"

Andaikan dulu Manda dan Ia sering berpapasan dan Erlan tahu salah satu siswi disekolahnya sebaik dan setegar Manda mungkin ia akan jatuh cinta pada Manda dan bisa melupakan masa lalunya. Dengan orang yang bahkan masih memiliki posisi teristimewa di hatinya.

"Gimana kalau kabar Aku sekarang terdengar sampai di telinganya? Dan bagaimana jika Aku bertemu kembali dengannya dalam waktu dekat ini? Sulit buat Aku merubah cintaku secepat itu."