webnovel

Olive jatuh pingsan

"Kamu dengar tidak?!"

"Oh, apa sekarang kamu menjadi anak tuli dan gagu juga, iya?!"

"Ibuk gak suka kamu pulang telat dan kamu pulang dengan laki-laki, kamu dengar tidak?!"

"Buk, maafin Olive. Tadi ban-"

"Gak usah banyak alasan, Olive!!!" tono datang dan langsung ikut memarahi Olive.

Padahal Olive memiliki alasan jelas mengapa ia pulang terlambat dan juga mengapa Kahfi mengantarnya pulang, tapi baik Tono mau pun Kartika tidak ada yang mau mendengar penjelasan Olive. Mereka hanya melihat apa yang mereka lihat tanpa mau mendengar sedikit pun penjelasan Olive.

"Maaf Om, Tante. Tadi ban motor Olive pecah, jadi saya membantunya dan saya mengantar Olive pulang. Takut nanti Olive kenapa-kenapa lagi," jelas Kahfi.

"Siapa kamu?" tanya Tono.

"Saya-"

"Ayah, jangan." tahan Olive.

Tono hendak menampar Olive, namun Kahfi menahan tangan Tono sehingga tidak mengenai pipi Olive.

"Om, jangan selesaikan masalah dengan kekerasan. Semuanya bisa dibicarakan baik-baik, saya tidak ada maksud apa pun. Saya murni hanya membantu Olive, Om."

Tono menepis tangan Kahfi, Tono merasa tidak terima dengan perkataan Kahfi yang merasa paling benar. Kahfi sudah membuat emosi Tono semakin mendidih, rahangnya mulai mengeras. Ingin rasanya Tono menonjok Lahfi saat ini, namun Olive menghalangi Kahfi.

"Yah, jangan. Olive mohon," Olive memohon pada Tono.

"Minggir!" Tono menyingkirkan Olive dari hadapan Kahfi.

"Tau apa kamu soal hidup saya? Jangan sok kamu, dan berhenti mengurusi hidup orang lain!" Tono menarik kerah baju Kahfi hingga Kahfi merasa sesak.

"Yah, lepasin!"

"Aku mohon."

Kartika menahan Olive agar Olive tidak menghalangi Tono untuk menghabisi Kahfi.

"Buk, lepasin. Kasian dia," berontak Olive.

"Kamu di sini aja, gak usah bantah Olive!!"

"Yah, jangan!!"

Tono terus membuat Kahfi merasa kehabisan nafas, tapi Kahfi sama sekali tidak membuat perlawanan. Bahkan Kahfi terlihat tenang meski bisa saja ia mati di tangan Kahfi malam ini juga.

"Om, saya... Saya hanya membantu Olive... Olive anak yang baik, dia pegawai saya.." ucap Kahfi tertatih.

Tono melepaskan Kahfi setelah mendengar jika Olive adalah pegawainya.

"Pak, Bapak gak papa kan?" Tanya Olive memastikan semuanya.

"Saya gak papa, saya harus meluruskan semuanya." ucap Kahfi.

"Om, perkenalkan saya Kahfi. Saya atasan Olive, saya hanya mengantar Olive Om. Niat saya baik, saya hanya ingin melindungi pegawai saya. Apakah saya salah? Jika saya salah, saya minta maaf. Tapi tolong jangan sakiti anak sebaik dan selugi Olive, saya permisi."

Kahfi pamit setelah menjelaskan kesalah pahaman Tono padanya dan juga pada Olive, Kahfi tidak ingin Tono menyakiti Olive. Setelah Kahfi pulang, Tono menyeret Olive dan memukuli gadis malang tersebut.

"Ampun Yah, ampun.."

Olive terduduk sambil memegangi kaki Tono, seraya meminta ampunan agar Tono berhenti memukulinya.

"Kamu mikir dong Olive, apa kata tetangga kalau melihat kamu pulang malam-malam denga laki-laki? Kamu mau bikin saya malu?!"

"Oh, atau sekarang kamu sudah jadi p*l*anc*r yang suka ju*l d*iri sama om-om kaya? Begitu!"

"Emang ada yang mau sama kamu, Olive?"

"Dibayar berapa kamu jadi p*lanc*r?!"

Olive tidak menyangka jika Tono, ayahnya sendiri bisa mengatakan itu padanya. Tono memang sering mencelanya dengan sebutan buruk rupa atau pun gendut. Tapi baru kali ini, Tono menyebutnya dengan kata yang jauh lebih kasar.

"Ban motor aku bocor, yah." Olive hendak membela dirinya, tapi Tono tak memberikan ruang untukknya.

"Kamu gak usah ngeles, kalau emang kamu sekarang jual diri ya bilang aja!" celah Kartika.

"Enggak, Buk. Aku-"

Brak...

Bugh...

"Aw..." rintih Olive kesakitan.

Olive di lempar ke dinding dengan kasar, tidak ada rasa belas kasihan Tono mau pun Kartika pada Olive. Entah setan apa yang merasuki kedua orang tua ini, hingga tega melempar anaknya sendiri ke dinding.

"Ngelawan aja terus kamu!! Rasakan itu!!" bentak Tono tak merasa bersalah.

Olive merasa tubuhnya kini sakit, dan pelipisnya berdarah akibat bentura yang kuat. Tak hanya pelipis, hidungnya pun berdarah. Tapi yang lebih sakit saat ini adalah hati Olive, tidak ada yang paling sakit selain hatinya. Mentalnya pun sudah sejal lama merasakan sakit, dan sekarang fisik Olive juga ikut terluka.

"Masih mau ngelawan sama orang tua?!" tanya Tono.

"Makanya jadi anak itu yang nurut, gak usah banyak gaya. Pake pulang sama laki-laki segala, sok kecantikan kamu!"

"Ingat, jangan pernah kamu berhubungan lagi dengan orang itu. Saya tidak suka, terlalu banyak ikut campur urusan orang lain!!"

Olive hendak meraih kaki ayahnya untuk meminta ampunan, namun Tono menendang dan ia memulul kepala Olive dengan kayu yang ia pegang sejak tadi.

Plak...

"Aaaaaahh!"

Olive merasa dunia kini berputar sangat kencang, pukulan dari Tono mebuat kepalanya tidak stabil lagi dan Olive merasakan darah keluar dari kepala belakangnya tak lama kemudian Olive tak sadarkan diri.

Bugh...

Olive jatuh pingsan, karena kepalanya di pukul menggunakan kayu oleh Tono, Olive kini terbaring lemah tanpa tahu Olive masih bernafas atau tidak. Sementara Tono dan kartika tidak mau bertanggung jawab, mereka malah membiarkan Olive yang pingsan di didepan ruang tv sambil bercucur darah.

"Olive," panggil Tono.

"Udah lah Mas, palingan dia cuma akting. Udah kita biarin aja,"

"Tapi-"

"Aku ngantuk, dedek bayinya juga ngantuk nih papah." Ucap Kartika dengan manja.

"Ya sudah, ayo dedek bayi kita bobo yuk." Ajak Tono.

Pagi hari berlangsung, matahari mulai menampakkan sinar indahnya yang menerangi seluruh bumi. Meski begitu, Olive masih belum sadarkan diri.

Kartika mulai sedikit khawatir, dan meminta Tono memeriksanya. Namun Tono sama sekali tidak khawatir, bahkan dia berdoa agar Olive secepatnya tiada.

"Mas, Olive belum bangun juga." ucap Kartika cemas.

"Gimana ini mas, kalau dia gak ada gimana? Nanti kita bisa dipenjara." lanjutnya.

"Udah biarin aja, biar sekalian mati. Anak kurang ajar gitu, gak ada untungnya kita ngurusin anak kaya Olive!"

"Tapi mas, nanti kalau sampai ada apa-apa sama Olive gimana? Kita bawa aja ke rumah sakit ya mas, ayo mas." Kartika bujuk Tono untuk bawa Olive kerumah sakit, tapi Tono menolak dia malah mengajak Kartika jalan-jalan untuk beli perlengkapan bayi.

"Dari ada ngurusin dia, mending kita ke mall. Kita beli perlengkapan buat calon bayi kita. Kan sayang kalau dipakai buat berobatnya si Olive. Mending kita happy-happy, Sayang."

"Betul juga ya mas, yang ada rugi kalau uangnya buat Olive. Ya udah aku siap-siap dulu,"

"Oke, aku panasin mobil dulu."

Mereka pun pergi, selamg beberapa msnit Lily datang karna Olive belum datang ke kantor, Lily khawatir kalau Olive jatuh sakit lagi. Makanya Lily mendatangi rumah Olive setelah mendapat izin dari Kahfi, bahkan Kahfi juga sempat mengatakan pada Lily kalau Tono sempat salah paham lada Kahfi dan juga Olive.

"Olive," panggil Lily.

Tok...tok...tok

"Liv, kamu di dalam?"

Tok tok tok

"Ini aku Lily,"

"Kamu sakit?"

"Olive!"

"Tulip!"

"Kok gak nyahut-nyahut ya, pintu rumahnya juga ke tutup. Apa jangan-jangan Olive sudah dalam lerjalanan?" tanya Lily.

Lily hampir berpikir untuk kembali ke kator karena Lily pikir Olive usdah dalam perjalanan. Tapi ketika Lily berbalik ia tidak sengaja melihat jendela dan matanya menemukan Olive dengan posisi tergeletak dan di sampingnya ada darah mengering.

"OLIVE!!!" teriak Lily.

Lily mencoba masuk lewat jendela yang terbuka, Lily memcoba membangunkan Olive namun tidak ada respon apa pun dari Olive.

"Olive, bangun." tanpa sadar Lily sudah menangis.

Lily panik, dan ia menghubungi Kahfi. Olive harus segera di bawa ke rumah sakit, sebelum semuanya benar-benar terlambat.

"Aduh, angkat dong Pak."

Lima kali sudah Lily menghubungi Kahfi, tak satu pun panggilannya di terima oleh Kahfi.

"Tolong!!!" teriak Lily.

"Tahan ya, Liv. Kamu pasti kuat, aku pasti bawa kamu ke rumah sakit."

"Tolong!!!"

Rumah Olive terbilang sepi tetangga, sehingga berteriak sekencang apa pun tidak akan ada yang mendengarnya. Lily kembali mencoba menghubungi Kahfi, dan kali ini Kahfi menerima panggilan Lily.

"Pak, tolongin Olive!" teriak Lily.

"Olive kenapa, Ly?" tanya Kahfi di sebrang sana.

"Nanti saya jelasin pak, sekarang buruan tolongin Olive!!"

"Iya, iya. Kamu tunggu di sana, saya sekarang ke sana."

Tut.. tut...

Kahfi menutup panggilannya, Lily masih mencoba menyadarkan Olive namun tangan mau pun kaki Olive sudah terasa dingin. Darah yang ada di kepala mau pun pelipis dan hidung Olive sudah sedikit mengering, Lily menyesal karena sudah membiarkan Olive melewati semuanya seorang diri.