webnovel

Catatan Okta

Okta, mahasiswi yang tinggal seorang diri baru saja di berhentikan dari pekerjaannya sebagai pelayan di sebuah kafe. Di tengah perjalanan pulang, dia malah memergoki pacarnya yang sedang bersama perempuan lain. Di tengah-tengah keputusasaannya dalam menjalani hidup, dia berencana mengakhiri hidupnya. Tapi, pertemuannya dengan seorang anak kecil membuat hidupnya jadi lebih berwarna dari sebelumnya.

Rui_Costa · Teen
Not enough ratings
8 Chs

Baju Baru?

"Bagaimana lowongan kemarin?" Tanya Adit yang sedang mengunyah roti tawar dengan selai nanas buatannya sendiri di depan meja Okta.

Okta yang sedang menulis sebuah catatan pun mengangkat wajahnya lalu menggeleng pelan pada temannya itu.

"Mereka tidak bisa menerima ku," kata Okta sambil kembali menulis sesuatu di buku catatan kecilnya.

Adit sangat penasaran dengan apa isi buku yang selalu di tulis Okta tiap kali dia senggang. Tapi kalau Okta tau Adit mengintip, pasti Okta akan langsung menutupi tulisannya agar Adit tidak bisa melihatnya.

"Ngomong-ngomong, bagaimana soal anak kecil yang tinggal di rumah mu? Apa dia sudah pulang?" Tanya Adit lagi.

"Belum.. aku mau membuat laporan di Polsek dekat rumah ku, tapi petugas polisinya diam saja," kata Okta masih terdengar tenang.

Adit pun mengangguk pelan lalu dia melihat ke para mahasiswa yang ada di kelas ini tengah berbicara dengan teman-teman mereka.

"Kau tidak mau mencoba dekat dengan mereka?" Tanya Adit lagi.

"Untuk apa? Kami baik-baik saja. Sudah ah pergi saja, kau masih ada kelas kan? Kalau semakin lama berbicara dengan mu, pertanyaan mu semakin aneh," kata Okta mengusir Adit.

"Iya iya maaf deh.. sulit tau mencari topik pembicaraan," keluh Adit sambil berdiri lalu pergi dari kelas itu meninggalkan Okta di tengah-tengah keramaian.

"Lebih baik tidak usah bicara dari pada mengatakan sesuatu yang aneh," celetuk Okta.

Hari Rabu, hari ini adalah hari yang paling di sukai Okta.

Karna di hari Rabu, Salsa dan teman-temannya tidak ada kelas. Dan kamisnya, giliran dia tidak ada kelas. Jadi selama dua hari itu dia tidak akan bertemu Salsa.

Kebisingan kelas perlahan mulai redup. Okta selalu menghayati tiap kali dia menulis catatan di buku kecilnya. Terkadang tersenyum sendiri, terkadang juga merasa sebal sendiri.

Semakin lama dia menulis, fokusnya benar-benar teralihkan dari dunia luar.

Huruf demi huruf dia tuangkan ke dalam bukunya. Tapi, senyumannya seketika hilang, dan dia berhenti menulis saat tiba-tiba tangannya menuliskan nama seseorang yang baru saja dia kenal tidak lama ini.

Saat itu juga, dia mulai mendengar suara para mahasiswa yang mengobrol di sekitarnya.

"Benar juga, sekarang ada Gama yang tinggal bersama ku," pikirnya sambil bersandar di bangkunya menatapi buku catatannya yang penuh dengan tulisan.

Dia terus memutar-mutar pulpen di jari tangannya sampai akhirnya putaran itu berhenti dan Okta menutup buku catatannya.

Kedua alisnya perlahan mengkerut karna dia memikirkan sesuatu di kepalanya.

***************

Seorang anak laki-laki yang terbaring di tengah-tengah ruang depan terus menatap langit-langit tanpa ekspresi sejak kepergian Okta.

Meskipun diam saja, dia masih bisa merasakan semua yang bergerak di sekitarnya. Entah itu suara detik jam dinding, atau seseorang yang sekarang berada di depan pintu rumah ini.

Gama langsung bangkit duduk menatap pintu yang tertutup rapat di depannya. Lalu perlahan senyuman seringai nya pun terbentuk karna orang yang ada disana adalah orang yang dari tadi dia tunggu.

"Gama.. aku pulang.." kata Okta sambil membuka pintu rumah itu.

Gama yang tampak senang langsung berdiri lalu bergegas mendekati Okta. Tapi rasa bahagianya seketika hilang berganti penasaran dengan tas kantung jinjing kecil yang Okta letakkan di depannya karna dia sedang membuka sepatunya.

Gama yang penasaran dengan isi tas itu pun kembali menatap wajah Okta dengan penuh tanda tanya.

Okta sangat mengerti isyarat wajah itu. Okta pun tersenyum lalu berjongkok di depan Gama sambil mengambil sebuah kaus yang baru saja dia beli.

"Lihat, lucu kan? Apa kau suka?" Tanya Okta.

Tapi Gama tidak terlihat senang sama sekali. Yang ada dia malah merasa heran, kenapa Okta malah membelikannya pakaian?

"Kenapa? Kamu terlihat tidak suka?" Tanya Okta heran.

Gama yang sedang memperhatikan perempuan di hadapannya ini langsung kembali menoleh ke arah kaus yang dia pegang.

"Ka Okta sudah dapat kerja?" Tanya anak itu.

Okta tersentak mendengar pertanyaan Gama. Setelah di pikir-pikir, mungkin anak itu juga tau soal keuangannya saat ini.

"A- emm.. kakak beli ini bukan di tempat mahal ko. Tadi ada pasar tumpah di tengah perjalanan aku pulang, dan ku lihat Harganya 25 ribu dapat 2 hihihi.. ayo donk di coba, pasti kamu lucu kalau pakai ini,"

Anak itu tampak agak heran dengan Okta. Sebenarnya dia sangat menentang kalau Okta membelikannya sesuatu. Tapi, dia pikir pasti baju ini tidak bisa di kembalikan lagi.

Okta pernah ingat saat pertama kali dia memakaikan Gama baju adiknya yang kebesaran. Gama sendiri bilang kalau dia suka baju seperti ini, semua baju di rumahnya juga sengaja di beli kebesaran agar angin bisa masuk ke dalam sela-sela bajunya katanya.

"Waah.. lucu!!!" Kata Okta secara spontan saat melihat Gama memakai kaus merah yang dia beli dengan panjang di bawah pinggul nya.

Gama juga terus menggerakkan tubuhnya untuk melihat kaus barunya berkibar.

"Kau suka?" Tanya Okta yang masih berjongkok di depan Gama.

Gama yang tadi masih memperhatikan kausnya menoleh ke arah Okta lalu tersenyum dan mengangguk.

Okta yang masih terkekeh lucu melihat anak kecil yang terus melompat-lompat kegirangan di depannya.

Tapi, Okta tersentak saat Gama tiba-tiba menarik-narik tangannya lalu dia menunjuk ke arah meja yang ada di depan mereka. Okta langsung tau apa maksudnya, dia pun kembali tertawa lalu mengelus kepala anak itu sambil berdiri.

"Iya iya.. ayo kita makan siang. Kamu pasti sudah lapar yah karna kakak pulang jam 2?" Kata Okta berjalan masuk lalu meletakkan tas selempang nya di dekat meja dan pergi ke dapur untuk mengambil makanan.

Gama yang masih merasa senang langsung duduk di meja itu juga. Tapi senyumannya langsung berubah menjadi penasaran saat dia melihat tas selempang Okta yang terbuka sedikit.

Okta yang sedang menggoreng telur dengan santainya agak terkejut karna merasa ada yang menarik-narik celananya. Dia pun menoleh lalu melihat Gama mendongak dan memasang wajah heran sambil menunjukkan sebuah kertas yang dia temukan di tas milik Okta tadi.

Okta pun mengerutkan keningnya lalu mengambil kertas itu dan melihat isinya.

"Ooh.. surat pemberitahuan beasiswa? Kamu mau tau apa itu beasiswa?" Tanya Okta balik pada Gama sambil membalik telur yang dia goreng.

Gama langsung mengangguk penuh harap karna dia sekilas sempat membaca kertas itu.

"Beasiswa itu seperti.. emm.. kamu mendapatkan dana untuk murid berprestasi atau.. yang memenuhi syarat dari si pemberi beasiswa. Tapi biasanya dana itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sekolah atau kuliah saja," kata Okta menjelaskan sambil mematikan kompornya lalu mengajak Gama kembali ke depan.

Gama sempat terpaku disana. Tapi dia langsung tersadar saat Okta meninggalkannya di dapur.

Dia langsung bergegas mengejar Okta yang sudah berada di ruang depan dan duduk di meja yang ada di tengah-tengah ruangan itu.

Gama langsung kembali merebut kertas yang Okta pegang lalu menunjukkan tanggal yang tertera di kertas itu ke Okta.

"Emm?? Oh benar, dua Minggu dari sekarang beasiswa terakhir ku akan keluar. Tapi kau tau? Tadi aku mendapat kabar bagus. Katanya, beasiswa ku dan yang lainnya akan keluar Jumat nanti hahaha. Itu artinya dua hari lagi dari sekarang, hebat kan?" Kata Okta tersenyum lebar.

Wajah Gama yang tadi tampak penuh dengan pertanyaan seketika langsung berubah ikut senang mendengarnya.

****************

Seorang anak SMA yang masih memakai seragam sekolahnya berjalan sambil terus melihat ke sekitarnya sampai akhirnya dia tiba di sebuah jembatan.

Dia berhenti di tepi jembatan dan melihat air kali yang deras di bawah jembatan itu lalu melihat ke arah timur dari dia berdiri.

"Hampir dua kilo dari TKP kebakaran hari itu. Kalau di hitung betapa hebatnya Gama tersesat, kemungkinan terbesar dia akan melewati tempat ini karna arah angin semakin kuat dari sini," katanya bergumam sendiri sambil melihat mobil yang berlalu lalang di atas jembatan ini.

Di saat dia tengah berfikir, fokusnya terpecahkan karna dering HP miliknya yang ada di kantung seragam sekolahnya.

Dia pun mengeluarkan HP-nya dan mengerutkan keningnya menatap siapa yang menelponnya.

"Iya? Oh iya itu benar, kasusnya masih belum terpecahkan. Aku sendiri juga masih menyelidikinya sambil mencari Gama. Apa?? Kau kan peringkat 5, kenapa tidak kau saja yang mengurusnya??" Katanya jengkel pada seorang perempuan yang berbicara dengannya di sebrang sana.

"Apa? Semarang? Bukankah kau baru kembali dari Medan? Yaampun.. aku tau kalau tujuan mu mengobati orang-orang yang sakit di penjuru negeri ini, tapi perhatikan sendiri kesehatan mu. Iya baik, aku yang akan mengurus kampus itu, lagi pula aku pernah kesana sekali," kata Rendra dengan raut wajah sebal sambil mematikan telponnya.