webnovel

Keluarga Kaya

Sepulangnya dari pasar, Maula bergegas menuju desa Buaran untuk mencari tempat tinggal saudagar yang dimaksud. Ngomong-ngomong ia juga belum tahu siapa nama orang yang ia cari. Dengan berjalan perlahan, Maula menyusuri jalanan batu di bawahnya. Ia sesekali melihat rumah-rumah besar yang ada di seberang jalanan.

Tiba di sebuah rumah yang sangat besar dengan halaman rumah luas, banyak orang yang terlihat keluar dari rumah tersebut dengan wajah sumringah. Maula penasaran ada apa yang sedang terjadi. Ia menghentikan seorang pria tua yang tersenyum bahagia bersama temannya.

"Permisi, kalian dari rumah itu kenapa tersenyum bahagia?"

"Ah, benar. Kami sangat bahagia karena hari ini kami mendapatkan pinjaman dari keluarga Pak Darmo," jawab pria kurus.

Pria tinggi di sebelahnya menganggukkan kepalanya. Pakaian mereka terlihat sama, sederhana dan sedikit kumal.

"Mereka adalah orang baik di kampung kami yang mau menolong rakyat kecil seperti kami. Bunga yang diberikan pun sangat kecil."

Maula berbinar. Ia sangat ingin mendapatkan pinjaman sama seperti mereka.

"Apakah saya juga boleh meminjam kepada mereka? Kebetulan saya juga sedang mengalami masalah."

"Bapak dari desa mana?" tanya pria kurus.

"Dari desa sebelah, Pak. Saya dengar dari seseorang di pasar tadi," jawab Maula.

Mereka mengangguk paham.

"Datanglah saja, Pak. Setahu kami hanya orang-orang desa sini saja yang biasanya pinjam uang sama keluarga Pak Darmo. Semoga saja kedatangan Bapak bisa dibantu sama mereka."

Maula mengiyakan perkataan pria gendut. Mereka lantas berlalu meninggalkan Maula yang masih berdiri di jalan. Ia memutuskan untuk pulang dan berunding dengan istrinya lebih dulu.

Sesampainya di rumah, Maula berlarian memanggil nama istrinya dari pekarangan rumah. Saminem yang mendengar panggilan Maula lantas tergopoh-gopoh menyambut kepulangan sang suami.

"Ada apa, Pak? Pulang-pulang kok teriak begitu?"

Maula duduk di bangku bambu di terasnya sambil terengah-engah. Usianya sudah tua, tidak seharusnya ia berlari seperti tadi.

"Mbok, Bapak punya informasi pinjaman," ujarnya sedikit berseru.

Informasi yang didapatnya sangat membuat hatinya bahagia sehingga Maula tidak sabar untuk memberitahu pada Saminem.

"Benarkah itu?" Saminem duduk di dekat suaminya. Dia siap mendengarkan perkataan Maula dengan baik.

"Benar. Untuk apa aku berbohong!" kata Maula. "Di desa sebelah ada seorang saudagar yang baik. Mereka mau memberikan pinjaman kepada kaum seperti kita. Bapak belum sempat ke sana karena mau memberitahumu lebih dulu."

Saminem berbinar. Masalah yang sedang dihadapinya seketika sirna dari pundaknya. "Kalau begitu ayo, Pak, kita ke sana!" ajaknya.

Maula mengiyakan.

***

"Jadi, Pak Maula dan Bu Saminem ini datang jauh-jauh kemari untuk meminjam uang kepada kami?" tanya Pak Darmo, saudagar kaya dari desa Buaran. Dia duduk di sofa empuk di ruang tamu yang luas bersama putra dan istrinya.

Maula dan Saminem mengiyakan.

"Kami sedang mempunyai masalah, Pak. Kami sangat menyesal dengan perbuatan kami. Kami berjanji akan melunasinya kepada anda segera setelah Bapak memberikan pinjaman kepada kami," kata Maula memohon. Wajahnya memelas, meminta belas kasihan kepada keluarga Pak Darmo.

Pak Darmo menghela napas berat, ia bimbang hendak memberikan pinjaman kepada Maula dan Saminem karena nominalnya sangat besar.

"Saya kasihan melihat putri kami bekerja keras untuk melunasi utang-utang kami, Pak. Dia bahkan tidak sempat bersenang-senang bersama teman-temannya.

Pak Darmo menyimak ucapan Maula dengan rasa prihatin. Ia lalu menganggukkan kepalanya. Menyuruh seorang lelaki bertubuh kekar yang berdiri tegap untuk mengambilkan uang.

Pak Darmo akhirnya mau memberikan pinjaman kepada Maula dengan bunga yang tidak terlalu besar seperti perkataan warga desa lainnya.

Maula menangis haru. Ia bersimpuh bersama Saminem berucap banyak terima kasih kepada keluarga Darmo.

"Yang penting Bapak harus melunasinya tepat waktu ya," ujar Darmo mengingatkan bahwa setiap bulan mereka harus membayar lima ratus ribu rupiah kepadanya.

"Baik, Pak. Akan kami ingat dan kami berjanji akan membayarnya setiap bulan. Terima kasih banyak Pak Darmo."

Maula dan Saminem kemudian pulang ke gubuk mereka setelah mendapatkan uang pinjaman. Mereka lega bahwa masih ada orang baik yang mau menolong mereka.

Bersambung ...