webnovel

Rencana Perjodohan

"Lara, bangun sayang!!!" teriak Bu Yuni pada anak gadisnya.

Dilara, gadis yang baru saja menyelesaikan studi S1 nya di Jakarta itu masih meringkuk di atas bed kamar tidurnya. Bahkan hangatnya mentari yang masuk dari celah jendela, sama sekali tidak mengusik tidurnya. Karena keasyikan nonton Drakor, dia sampai harus kesiangan, pagi ini. Beberapa kali, mamanya memanggil dia untuk bangun. Tapi, tak ada pergerakan dari wanita itu. Hingga mamanya sudah geram melihat anak gadisnya yang selalu susah, jika bangun pagi.

"Lara, bangun!!! Kalau kamu gak bangun juga, Mama akan menyiram kamu dengan air es ini!!!" ancam Bu Yuni, yang sudah siap dengan segelas air dingin yang ia ambil dari dapur. Perlahan, tubuh mungil wanita itu mulai bergerak. Sedikit demi sedikit, wanita itu membuka matanya. Tapi, saat matanya sudah membulat sempurna dan melihat Mamanya sudah siap menyiram dia dengan air itu. Wanita itu melonjak kaget, hingga menarik dirinya menjauh dari tangan mamanya.

"Mama, apaan sih! Lara kan kaget," decak wanita yang memiliki bulu mata lentik itu.

"Lagian kamu, anak gadis tiap hari bangunnya kesiangan. Gimana bisa mau dapat jodoh, kamu! Kalau bangun aja masih harus di ancem dulu," omel wanita berbadan sedikit berisi itu pada putri semata wayangnya.

"Yealah Ma, lagian siapa juga yang mau cepet-cepet nikah!" seloroh Lara, beranjak dari bed, dia memilih meninggalkan Mamanya yang masih ngomel-ngomel padanya. Lara pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

"Dasar anak itu, kalau diomongin gak pernah nurut," gerutu Bu Yuni, sembari membereskan tempat tidur Dilara. Setelah tertata rapi dia beranjak keluar, seraya berteriak. "Ra, Mama tunggu di meja makan. Cepetan mandinya, kasihan Papamu udah nunggu dari tadi!"

"Beres, Ma!!!" sahut Lara dari kamar mandi.

Dilara adalah putri satu-satunya dari pasangan Yuni Arsinta dan Irawan Prayoga. Papanya adalah pemasok bahan material bangunan yang ada Lampung timur. Selain itu, beliau juga petani karet yang cukup sukses di daerah itu. Ratusan hektar kebun karet miliknya, yang di kelola oleh para pekerja yang ia percaya. Sementara Bu Yuni Arsinta, beliau adalah pemilik butik yang cukup ternama di daerah Lampung timur, tepatnya kecamatan way Jepara. Dilara baru saja menyelesaikan kuliahnya di Jakarta. Wanita itu tidak ingin melanjutkan studinya dengan alasan sudah capek mikir itu. Alasan yang gak jelas, kan. Tapi ya begitulah Dilara. Dia hidup semaunya, tidak ada satupun orang yang bisa mengatur dirinya.

"Mana anakmu, Ma?" tanya Pak Irawan saat istrinya baru kembali dari kamar anaknya.

"Masih mandi, Pa!" jawab wanita itu mendaratkan tubuhnya di kursi, disisi kanan suaminya.

"Anak itu, gak pernah mau berubah. Seenaknya saja!" seloroh pak Irwan sambil menggeleng. Beliau sampai kualahan menghadapi sifat manja dari putrinya.

"Hmmm, iya seperti itulah, Pa. Mama capek, nasehati dia terus gak pernah di denger!" keluh Bu Yuni, menyendok kan makanan ke piring suaminya.

"Kita nikahkan saja dia, Ma. Papa juga sudah kualahan ngadapin anak itu," sahut suaminya, menunjuk lauk yang ingin ia makan. Dengan telaten Bu Yuni melayani suaminya, mengambilkan makanan yang di minta pak Irawan.

"Lagian, siapa yang mau Pah, sama Lara. Yang ada suaminya bakalan pusing, ngurusin dia!" seloroh Bu Yuni putus asa.

"Mama ini sembarangan kalau ngomong, ya jelas banyak yang mau dengan anak kita. Dia itu kan cantik," bela Pak Irawan yang tidak terima putrinya di katakan tidak laku.

Tak lama setelah itu, orang yang di sebut-sebut namanya datang dari lantai atas. Wanita itu langsung mengecup kening Papanya dari belakang, dan mengalungkan tangannya di leher Papanya.

"Astaghfirullah, Lara!!! Kamu bikin kaget aja!" Lara hanya cengengesan menanggapi Omelan Papanya. Setelah itu, dia duduk di sisi kiri Papanya.

"Pagi, Papa!" sapanya, dengan senyuman khas Dilara.

"Pagi-pagi, ini udah siang!" timpal Mamanya mendelik kearah dia.

"Selow dong, Ma!" salak Lara, mulai mengambil makanan yang ada di atas meja makan.

"Ra, kamu mau lanjutin kuliah kamu dimana?" tanya Papanya sambil mengunyah makanannya.

"Pa! Lara kan udah ngomong sama Papa. Lara gak mau lanjutin kuliah Lara! Lara capek Pa, capek!!!" ketusnya pada Papanya.

Pak Irawan meletakkan sendok yang ia pegang kedalam piringnya. Setelah itu meneguk segelas air putih yang ada di hadapannya. Lalu dia mengelap sisa makanan dan minuman di bibirnya, seraya berkata. "Kalau kamu nggak mau lanjutin kuliah kamu, Papa akan nikahkan kamu dengan pria pilihan Papa!"

Seketika Lara menjadi tersedak setelah mendengar ucapan Papanya. Dia langsung meminum minumannya hingga tidak tersisa. Dia begitu terkejut mendengar apa yang barusan Papanya katakan.

"Gak mau, Lara gak mau nikah sama siapapun!" tolak Lara, langsung meninggalkan tempat itu.

"Lara!!! Ra!!!" Teriakan dari Papa dan Mamanya sama sekali tidak di hiraukan. Lara masuk ke kamarnya, dan membanting pintunya keras-keras. Dia paling tidak suka kalau masalah pribadinya di ikut campuri dengan orang lain. Termasuk orangtuanya sendiri.

Bu Yuni menyusul anaknya ke kamar. Beliau mengetuk-ngetuk pintu kamar Lara. Tapi lantang dari dalam Lara berteriak. "Lara nggak mau nikah dengan siapapun!!!"

"Ra, dengarkan dulu Papamu!" Bu Yuni membujuk Lara.

"Nggak Ma, Nggak. Kalau Mama dan Papa terus mendesak Lara untuk menikah dengan pria pilihan Papa. Lara bakalan pergi dari rumah ini!!!" ancam Lara, seperti mendapat angin segar. Dia yakin, dengan ancamannya tadi, dia tidak akan di paksa oleh orangtuanya lagi.

"Ra, Kalau kamu nggak mau nikah sama pria pilihan Papamu. Ya udah, kamu nikah aja dengan pacar kamu, pria yang kamu suka. Daripada kamu lontang-lantung gak jelas, Papa khawatir kamu terjerat dalam pergaulan bebas." Bu Yuni memberi saran pada Lara. Harapannya hanya satu, Lara mau melanjutkan kuliahnya dengan ancaman itu. Bu Yuni yakin, anaknya tidak punya pacar ataupun kekasih. Jadi, akan mudah bagi beliau membujuk anaknya agar melanjutkan studinya.

"Ok!!!" balas Lara, dan membuat Bu Yuni tercengang.

Lara kemudian membuka pintu kamarnya. Dan Bu Yuni masih berdiri di luar. Sembari mengulurkan tangannya Lara berucap. "Lara bakalan nikah dengan pria yang Lara suka!!!" Bu Yuni hanya bisa membelalakkan matanya. Dia tidak menyangka, kalau putrinya yang urakan itu sudah punya pacar.

"Emang kamu punya pacar?" tanya Bu Yuni, setengah mengejek. Merasa tertantang dengan ejekan Mamanya. Akhirnya Dilara berbohong.

"Punya, Dong! Besok Lara bawa ke sini!" serunya dengan nada sombong.

Dalam hatinya dia berkata. Mau cari dimana pria yang mau jadi pacarnya. Sedangkan kelakuannya seperti itu. Tapi, dia tidak akan menyerah. Dia harus bisa membuktikan pada orangtuanya kalau dia punya kekasih. Jadi, dia bisa terbebas dengan pernikahan paksa dari kedua orangtuanya. Meskipun, selesai ini. Dia akan pusing sendiri, mencari pria yang cocok dan yang paling penting mau menjadi suami pura-pura nya.

Selepas kepergian Mamanya. Lara berjalan mondar-mandir di kamarnya. Sembari mencari cara agar bisa menemukan pria yang mau diajak nikah pura-pura. Tapi, bukannya dapat solusi, wanita itu justru pusing dan frustasi. "Argggh...kalau kayak gini, gimana aku mau dapat cowok yang mau jadi suami boongan aku. Ya Tuhan... ampunilah hambamu ini..." Dilara menghentak-hentakkan kakinya di lantai. Saking bingungnya.