webnovel

Apes

Tepat pukul 12.00 WIB, sebuah mobil Alphard berwarna merah membelah keramaian jalanan. Mobil itu melaju begitu kencang, sehingga beberapa kendaraan lainnya lolos dia salip. Seorang wanita yang sedang mengendarai mobil itu, terlihat cemas dan gelisah. Dia juga bingung harus melakukan apa. Sementara dia sudah terlanjur bilang pada Mamanya akan membawa calon suaminya datang ke rumah. Padahal dia sendiri, belum punya pacar. Itu yang sejak pagi tadi mengusik pikirannya. Sehingga dia berada di dalam mobilnya saat ini.

Rencananya dia akan menemui sahabatnya yang tinggal di Sribhawono, untuk minta pendapat, sekaligus minta bantuan. Mungkin dengan bertukar cerita dengan sahabatnya itu, bisa menemukan solusi dari masalahnya.

Belum juga jauh dia melajukan mobilnya, tiba-tiba dari belakang mobilnya seperti terhantam sesuatu, sehingga dia harus menghentikan mobilnya. Dan melihat apa yang terjadi.

Seorang driver ojek online, yang terlihat panik menepikan motornya. Setelah itu, menghampiri mobil yang baru saja dia tabrak. "Mampus, gue!" umpatnya mengacak-acak rambutnya setelah melihat kerusakan dari mobil itu.

Dilara yang sudah terlihat emosi, langsung menghampiri pria itu. Dengan wajah yang memerah, wanita itu menghampiri driver ojek online itu. "Hey, bisa bawa motor nggak, loh! Coba liat, ini mobil jadi begini gara-gara elo!" maki Dilara menunjuk ke bamper bagian belakang mobilnya.

Dengan wajah memelas pria itu mencoba bernego dengan pemilik mobil itu. "Maaf Mbak, saya gak sengaja. Tapi, tolong! Jangan laporkan saya ke polisi." Dilara memperhatikan pria itu dari ujung kepala sampai ke ujung kakinya. Setelah itu dia menyunggingkan sudut bibirnya. Dia seperti mendapat angin segar dari masalahnya.

"Ganteng juga," lirihnya, namun masih bisa di dengar oleh pria itu, seketika pria itu membelalakkan matanya. "Sini KTP, Lo!" salak Dilara, mengulurkan tangannya.

Dengan tangan gemetar, driver ojol itu mengambil dompet yang berada di dalam saku celananya. Di cabut ya, KTP miliknya dari dalam dompet itu, lalu di berikannya pada Dilara, "ini Mbak!"

"Surya Kusuma, ini asli KTP Lo kan?"

"Asli Mbak, kan itu fotonya sama kayak wajah saya," kata driver ojol itu dengan gugup.

"Ok, gue bakal maafin Lo. Tapi, dengan satu syarat.." Dilara menjeda kalimatnya, seraya menyunggingkan senyuman. "Elo harus nikahin, gue!!" Surya membelalakkan matanya, dia begitu terkejut mendengar apa yang baru saja dikatakan gadis itu.

"Apa!!!" teriaknya dengan mulut menganga.

"Kenapa? Elo nggak mau nikah sama gue?" teriak Dilarang memainkan KTP Surya di tangannya. "Ya! Kalau elo nggak mau, siap-siap aja gue laporin loe ke polisi," ancam Dilara berhasil membuat pria di hadapannya ketakutan.

"Jangan Mbak!" sergahnya. "Tolong jangan laporkan saya ke polisi. Tapi, kalau tentang pernikahan itu saya..."

Belum sempat Surya melanjutkan kata-katanya, Dilara sudah memangkasnya terlebih dahulu. "Saya nggak punya penawaran lain!" Wanita itu membalikkan badannya dan mulai melangkahkan kakinya untuk masuk kedalam mobil. "Gue tunggu Elo di rumah gue ba'da magrib nanti!" ucapnya bergegas menghidupkan mesin mobilnya, dan segera dia tancap gas mobilnya. Meninggalkan Surya yang masih mematung di tengah jalanan. Hingga suara klakson mobil truk membuat dirinya sadar, dan segera menepikan tubuhnya dari tengah jalan.

"Hufff, sial! Apes amat nih gue hari ini!!!" umpatnya menendang botol minuman yang tergeletak dijalananan hingga terpental di parit. "Dia pikir, pernikahan itu main-main apa?" maki Surya, meninggalkan tempat itu.

"Yeahhhh akhirnya, masalah gue kelar juga. Hufftt, sekarang tinggal happy-happy sama teman-teman." Gadis yang memakai setelan celana jeans dan kaos lengan pendek itu melonjak kegirangan.

Seraya bersiul, dia melanjutkan perjalanannya untuk bertemu dengan teman-temannya. Namun, saat dia sedang asyik dengan lantunan musik yang ia putar dari disk, di mobilnya. Tiba-tiba pikirannya terbesit keraguan atas pria itu. Dengan menopang satu tangannya di pintu mobil, seraya mengelus dagunya. Wanita itu tampak berfikir keras, agar pria itu tidak ingkari janjinya.

"Astaghfirullah, gue kan gak minta nomor handphone nya." Seketika wajahnya menjadi panik, "gimana gue bisa hubungi cowok itu, dia juga kan gak tahu rumah gue...." Gadis itu menepikan mobilnya. "Bodoh...bodoh...." Di pukul nya kepalanya berulang kali.

"Oh, iya dia kan ojol di aplikasi ini. Hah ..gak sulit buat nemuin nomor ponselnya." Dilara terus bicara sendiri, sambil mengotak-atik handphonenya. Setelah apa yang dia cari, dia dapatkan. Gadis itu kembali melonjak girang, "yes, dengan ini..dia gak bakal bisa ngelak lagi!" selorohnya tersenyum penuh arti.

Dilara membatalkan janjinya untuk bertemu dengan teman-temannya. Dia mengirim chat dari aplikasi WhatsApp nya, kalau dia ada urusan mendadak. Setelah itu, Dilara putar balik mobilnya menuju ke rumahnya. Dia harus pastikan, kalau driver ojol itu datang kerumahnya, ba'da magrib nanti.

Sekitar sepuluh menit perjalanannya, Dilara sampai juga di rumahnya. Rumah mewah bercat merah, dengan beberapa ornamen berwarna gold, mobil gadis itu berhenti.

Segera dia berjalan ke kamarnya, tanpa mengucap salam terlebih dahulu. Bu Yuni yang menyadari putrinya baru pulang, beliau langsung menegurnya. "Darimana kamu, Ra?"

"Rumah temen, Ma. Udah ya, Lara mau ke kamar dulu! Daa Mama!!!" teriaknya setengah berlari menapaki satu demi satu anak tangga, di rumah itu.

Bu Yuni hanya menggeleng pelan, dengan kelakuan anak gadisnya. Sementara di kamar, Lara langsung melempar tasnya di ranjang. Kini dia sedang fokus dengan ponselnya.

Berbekal nomor driver ojol yang ia dapat dari aplikasi ojol di handphonenya, Lara mulai menghubungi nomor tersebut. Namun, beberapa kali di telpon, driver ojol itu tidak menjawabnya.

"Bener gak sih, ini nomor teleponnya...huft...sial....sial..." Seraya menggigit bibir bawahnya, Lara berjalan dari satu sisi ke sisi lain, dengan telunjuknya yang ditempelkan di hidungnya. "Ahh..kirim pesan ajalah..."

(14.30): ini gue, yang mobilnya Lo tabrak tadi.

Satu pesan ia kirim ke nomor driver ojol itu. Namun, dia sedikit cemas. Karena tertera di layar ponselnya, centang satu.

(14.35): Lo gak lupa kan, dengan perjanjian tadi!!?!

Kurang puas dengan satu pesan, ia kirim lagi, lagi, dan lagi.

(14.40): Awas aja, kalau sampe Lo gak dateng. Gue bakal viralin Lo di medsos.

(14.50): Lo kemana, sih!

Hingga magrib tiba, pesan yang Dilara kirim ke nomor driver ojol itu masih centang satu. Dengan penuh kekesalan akhirnya dia lempar ponselnya di ranjang dan bergegas menemui Mama dan papanya di bawah untuk melaksanakan sholat magrib berjamaah, di mushola rumahnya.

Usai sholat magrib, keluarga itu berkumpul di meja makan. Wajah Dilara terlihat sangat murung, karena rencananya tak semulus yang ia bayangkan tadi. Dia masih saja memikirkan pertanyaan-pertanyaan dari Mamanya tentang pacarnya yang akan di ajak ke rumah.

"Ra...pacarmu jadi kan, ke rumah?" Belum selesai dia memikirkan hal itu, mamanya sudah mencetus pertanyaan itu padanya.

"Jadi dong, Ma! Mungkin masih di jalan, ia dijalan..." jawabnya dengan sangat yakin, dan Bu Yuni hanya mengangguk.

"Kalian ini ngomongin apa?" sahut Pak Irawan, dengan menatap bingung keduanya.

"Itu loh, Pa. Mama sudah buat kesepakatan dengan Lara. Kalau dia tidak mau melanjutkan studinya, dia harus menikah dengan laki-laki pilihan Mama. Tapi, dia menolaknya, alih-alih mau menikah dengan pacarnya. Ya, kita lihat aja nanti, apa putri kita ini benar-benar punya pacar. Seperti yang ia bilang ke Mama," celetuk Bu Yuni sekilas melirik ke arah putrinya.

"Nah, kalau dia gak berhasil bawa laki-laki itu ke sini. Lara harus menikah dengan laki-laki pilihan Mama." Ucapan Bu Yuni, sontak membuat Dilara tersedak.