Bukan Cinta Monyet

Tentang sebuah cinta, siapa yang bisa memaksa? Siapa yang mampu menolak ketika dia hadir secara tiba-tiba? Murni, dan hal demikian memang sering terjadi. Tak bisa kita tebak kepada siapa kita mampu jatuh cinta. Memberikan segenap rasa yang ada, walau tak jarang hal yang kau anggap akan menghasilkan sebuah titik bahagia, malah dalam kenyataan berbalik menjadi sebuah titik luka. Panggil saja aku Ali, seorang laki-laki pendiam yang sulit sekali untuk membuka hati. Apalagi, aku adalah seorang pelajar. Tujuan pertama sekolah adalah untuk belajar, bukan untuk memikirkan hal lain apalagi perempuan yang berhubungan dengan sebuah perasaan. Statment religius yang aku pegang. Rasanya memang mampu menjadi prinsip tersendiri. Perempuan datang silih berganti memang rasanya tiada henti. Mungkin, mereka memang hadir hanya singgah, bukan menjadikan diriku sebagai rumah. Terkadang aku tertawa dengan diriku sendiri. Bagaimanamungkin seorang remaja seusiaku mampu bertahan dengan kesendirian. Berbahagia tanpa menjalin hubungan percintaan. Ah, sudah terbiasa memang aku dibuatnya. Sebelum pada akhirnya, aku mengenal seorang perempuan tetangga kelas yang memiliki paras menawan. Pipi lesung serta gigi gingsul yang cukup mampu membuat diriku jatuh hati dibuat oleh dirinya. Drian, nama perempuan yang masih aku ingat dan akan terus aku ingat. "Ah tidak, ini hanyalah cinta monyet seorang remaja. Tidak, tidak, tidak pantas rasanya seusiaku mempunyai perasaan sedalam ini," tuturku menenangkan diri ketika lama sekali menaruh sebuah perasaan dalam pada perempuan satu ini.