webnovel

BTS; About You

Banyak hal yang ingin ku kenang bersama mereka dalam sebuah cerita, cerita yang menyampaikan kepada mereka bahwa aku mencintainya.

Bluebusy · Celebrities
Not enough ratings
4 Chs

Knock Off (End)

"Aku bukan tuhan, tapi aku punya pilihan. Walaupun takdir tetaplah takdir."

.

.

.

Pemandangan di balkon apartemen terlihat bersih, pasalnya tak ada kabut yang mengelilingi gedung tinggi di Seoul seperti biasanya.

Jung Hoseok, ia menikmati paginya ditemani dengan secangkir kopi dan Roti dengan selai strawberry.

Ia menghirup dalam-dalam udara, seolah itu akan habis esoknya, lalu tersenyum kecil.

"Jangan terlalu santai begitu."

Seseorang berbicara melalui Handsfree yang dikenakan Hoseok, membuat ia semakin memperdalam senyum.

"Aku sedang menikmati udaranya, hari ini begitu bersih," balas Hoseok.

"Ck, kita dalam misi pengintaian."

Orang diseberang sana kelihatannya mulai jengkel, Hoseok hanya tertawa kecil mendengar keluhannya.

Belum sempat ia membalas keluhan dari rekannya, suara kokangan senjata membuat atensinya teralih ke dalam kamar tidur.

"Siapa kau?" Tanya Hoseok.

Hoseok melangkah tenang, sedangkan tangannya sudah berjaga-jaga dengan pistol.

Dari dalam kamarnya muncul seseorang dengan pakaian serba hitam, juga masker yang menutupi wajahnya.

"Apa-apaan pakaian konyol itu," Hoseok tertawa.

"Diam!" Teriaknya.

Orang itu sangat marah, terlihat dari wajah dan telinganya yang memerah walau ditutupi dengan masker.

"Kau menggertakku? Yang benar saja." Hoseok beralih ke arah kursi dan duduk.

"Aku bilang diam kau kepar*t, Jung Hoseok," Teriaknya dengan membabi buta, amarahnya sudah sangat diujung.

Keinginan untuk menembak mati Hoseok sangat besar, tapi harus ia tahan.

"Apa yang ingin kau lakukan denganku, Damar?"

Orang itu terkejut, bagaimana bisa penyamarannya bocor padahal ia sudah menutupinya?

Hoseok tersenyum miring sambil memainkan pistol ditangannya, menatap dingin pada orang di hadapannya.

"Aku ingin kau mati," ucap Damar dengan arogan. Nada suaranya menjadi rendah, penuh dengan kepercayaan diri.

"Kau kesini karena ingin karena membalas dendam atas kematian ayahmu, bukan?"

Damar membelak, keringat mulai membasahi pelipisnya. Hoseok tau tanpa perlu melihat wajahnya.

"Tidak, itu karena aku ingin membunuhmu."

"Jujur saja Damar. Tapi asal kau tau, kematian ayahmu bukan aku yang bertanggung jawab."

Damar melotot marah ke arah Hoseok, menganggap semua yang di ucapkan Hoseok adalah omong kosong belaka.

"Hoseok, jelas-jelas kau yang membunuhnya, masih mengelak hah?!"

Hoseok tersenyum, Damar muak melihat senyumnya yang terasa seperti mengejek dirinya.

DOR!

Satu peluru melayang ke lengan kiri Hoseok.

"Jangan mengejekku dengan senyummu. Kau berpikir aku tidak bisa menembak? Kau salah, bodoh!"

"Damar, aku tersenyum karena aku mau. Bukan karena aku mengejekmu..." Hoseok terdiam sebentar sambil melirik luka di lengannya, maniknya kembali menatap damar tajam.

"Tapi sepertinya memang kemampuan menembakmu masih dibawah diriku," ucap Hoseok tenang.

Tak ada satu katapun yang bergetar dari bibirnya, ia berhasil menakuti Damar.

"Kau pikir aku akan tumbang hanya karena luka di lengan? Kau salah Damar. Kamu menilaiku terlalu rendah, Sampai melupakan fakta bahwa aku lawan yang terlalu tinggi untukmu."

"Jangan banyak omong kosong, hadapi aku jika memang kau hebat."

"Damar, benar jika aku yang membunuh ayahmu, aku lakukan itu demi uang. Tapi pernahkah kau berpikir bagaimana bisa sniper profesional sepertiku membunuh ayahmu?"

"Aku bilang, jangan banyak bicara!"

Hoseok berdiri, ia mesejajarkan dirinya dengan Damar, melihat pria itu dengan tatapan kosong.

"Pamanmu yang membayarku dengan harga tinggi, karena bisnisnya takut disaingi oleh ayahmu."

"Dan kau hebat karena mengetahui keberadaanku setelah sekian lama. Tapi Damar, percuma kau datang dari jauh hanya untuk berniat membunuhku."

Tatapan Hoseok semakin mendalam, netranya menggelap, melihat Damar bagai mangsa yang sudah lama ia nantikan.

"Karena aku tak dapat disentuh."

Damar bergetar, ia tidak pernah melihat tatapan Seperti itu sebelumnya.

"Ucapanmu terlalu arogan, Jung Hoseok. Kau bukan tuhan jika berbicara kau tak dapat disentuh."

"Aku tidak ingin banyak bermain-main denganny, karena targetku saat ini malah mendatangi malapetaka-nya sendiri."

Damar terkejut, ia masih belum mencerna ucapan Hoseok. Tangannya yang memegang pistol bergetar hebat.

"Dan aku bukan tuhan, tapi aku punya pilihan untuk dapat disentuh atau tidak. Aku hanya mengizinkanmu menyentuhku selama lima menit, sisanya tidak."

"Jangan bercanda, kau yang akan mati duluan, Bajing*n!"

Hoseok tersenyum, "tapi bukan aku yang membunuhmu kali ini, karena aku tak mendapatkan sepeserpun untuk itu."

Damar tumbang, satu peluru melesat tepat di kepalanya.

Tanpa perlawanan yang berarti, Damar tewas di hadapan Hoseok yang tidak berekspresi.

"Ku bilang jangan banyak bicara," Oceh orang diseberang sana. Tepatnya ia berbicara dari gedung lain yang tak jauh dari apartemen Hoseok.

"Yah, maafkan aku karena terbawa suasana."

"Terserahlah, aku memaafkan mu karena misi ini berhasil tanpa perlu repot. Lagipula seperti katamu, ia akan mendatangimu disini."

Hoseok tertawa kecil, tangannya yang berdarah mengambil cangkir kopi di balkon.

"Firasatku hampir tak pernah meleset, Min Yoongi."

Decakan keluar karena Hoseok terlalu menghebatkan dirinya.

"Aku akui kau memang hebat, tapi seperti katamu, kau tidak mendapatkan apa-apa."

"Aku mendapatkan hukuman yang setimpal kak, luka di lenganku, dan..."

Hoseok menahan kata-katanya, nyeri mengelilingi relung hatinya.

"Biarkan Vrey tenang, dia tidak terluka lagi karena misinya sudah berakhir," ucap Yoongi untuk menenangkan Hoseok.

"Seharusnya Vrey sudah pensiun dari pekerjaan ini, tapi aku malah membawanya menjemput mautnya."

"Tak ada yang tau takdir, bahkan kau tak tau mati kapan."

Hoseok tertawa, "Bagaimana aku bisa tau itu?"

"Ayo, kita lanjutkan misi lainnya, Sniper!" ucap Yoongi sambil tersenyum kecil di seberang sana.

Hoseok berdeham, lengannya yang terluka ia genggam. Wajahnya kembali menatap Seoul dengan datar, angin mulai berhembus namun masih tenang.

"Ayo."

.

.

.

Knock Off, End.

"Kita punya luka, berat yang tak sama, namun sama-sama perih jika di rasa."

Bluebusycreators' thoughts