webnovel

Orang Bodoh

"Ming Zhu! Dari mana saja kau?" Kakek Yin Dan bertanya.

Ming Zhu menggelengkan kepala, "Tidak dari mana-mana!" gagapnya sambil berharap Kakek Yin Dan tidak melihat dirinya yang baru saja memasuki gerbang Paviliun Ying Hua.

"Kamu keluar?" Kakek melongok ke belakang Ming Zhu, gerbang masuk memang terlihat dari tempat mereka berdiri.

"Aku tidak berani," Ming Zhu tertunduk gelisah.

"Emmm. Memang harus begitu. Jangan buat masalah sementara Laoshi-mu tidak ada. Kembalilah ke kamar! Berhenti keluyuran. O, ya! Temui kakakmu dulu, Zhao Shen, dia panik mencarimu sejak dua jam lalu. Hampir saja dia menghubungi Wang Mo Ryu!"

"Memang Laoshi akan peduli?". Ming Zhu menggerutu di dalam hati. Lalu, apa yang terjadi jika Wang Mo Ryu menemukan kenyataan. "Bahwa aku telah melanggar aturan." Sebelumnya Ming Zhu ketakutan. Tapi, setelah dipikir lagi, Ming Zhu justru jadi penasaran. Hukuman seperti apa yang akan ia terima? Kekecewaan seperti apa yang akan gurunya sandang? Atau dia justru tidak peduli? "Lalu, apa yang terjadi jika Yu Jian Hua benar-benar menghukumku. Apa guru akan melakukan pembelaan? Atau membiarkan semuanya berjalan apa adanya?"

"Ah, sudah! Jangan dipikirkan! Yang penting aku sudah bebas!" Ming Zhu berubah wujud. Ia mengendus bau Zhao Shen dan berjalan ke arah di mana hidungnya yang sensitif akan membimbingnya. Dengan penampilan seperti itu, Zhao Shen tentu tidak akan mengomel terlalu panjang. Zhao Shen hanya akan memeluknya dan melontarkan kalimat kekhawatiran seperti biasa.

<>

Di Clair Art School, hujan turun dengan suara yang justru ditenggelamkan oleh permainan ghuzeng Wang Mo Ryu. Yu Jian Hua pun bisa merasakan, tetesan hujan yang bisu itu, hingga ia bisa membaca dengan tenang.

Yu Jian Hua memilih duduk bersandar di tiang, di atas dinding setengah terbuka gazebo, tepat di belakang Wang Mo Ryu. Dengan berada di sana, mereka tidak akan saling melihat. Itu penting untuk menjaga suasana hati masing-masing. Karena sudah cukup menjengkelkan dibuat menunggu oleh Raja Zhian.

Di dunia manusia, Zhian Yu Fei adalah CEO sebuah perusahaan yang bergerak di bidang entertainment. Dia mengurusi film, musik, serial drama, periklanan, dan artis-artis ternama. Mengurusi orang dan menghibur memang kegemarannya. Kadang-kadang ia menuntut Yu Jian Hua menuliskan naskah yang bagus untuk dijadikan film. Tapi, cerita romantis dan menyentuh bukan bidangnya. Kecuali didasarkan pada epik dan tragedi, yang tak jarang membuat Raja Zhian menangis sambil berkata,"Ini sungguh cerita yang buruk". Lalu, Zhian Yu Fei akan memerintahkan anak buahnya, menggarap itu segera, memvisualisasikan dengan efek luar biasa, hingga gampang dinikmati. Jadilah Zhian Yu Fei orang yang paling sibuk di antara mereka. Tapi, karena status, baik Wang Mo Ryu ataupun Yu Jian Hua jadi tidak berhak protes.

Yu Jian Hua, meski kelihatannya asyik dengan buku, pikirannya sebenarnya tertuju pada kejadian sehari sebelumnya. Sejak melihat Wang Mo Ryu hari itu, ia benar-benar penasaran tentang apa saja yang sudah diajarkan Wang Mo Ryu pada si iblis kecil. Kebodohan Ming Zhu yang entah diwariskan oleh siapa.

Yu Jian Hua tersenyum simpul. Keanggunan yang ditampilkan laki-laki itu; meski tidak sedang mengenakan jubah sutra seperti biasa, hanya sweater dan denim hitam; tetap tidak kalah dengan keanggunan suara ghuzeng dari permainan Wang Mo Ryu.

Hanya saja, ekspresi Yu Jian Hua justru membuat Wang Mo Ryu merasa curiga. "Apa yang kau tertawakan?" tanya Wang Mo Ryu tanpa menghentikan permainannya.

Yu Jian melirik ke Wang Mo Ryu. Hanya terlihat punggungnya saja. Ya, orang itu memang cukup luar biasa. Tanpa berpaling, seolah belakang kepala punya mata. Lalu, angin bertiup sedikit lebih keras, menggoyangkan rambut hitam Yu Jian Hua yang panjang hingga ke punggung. Ada pita hitam di kepala, yang menguncir setengah rambutnya. Kadang pita itu jatuh menyentuh wajah ketika ia menunduk.

"Aku hanya tidak menyangka, masih ada orang bodoh di Yueliang Palace!" ungkap Yu Jian Hua. Siapa itu, tidak akan ia biarkan Wang Mo Ryu tahu.

"Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan!"

"Memang tidak semua hal bisa kau mengerti!" sahut Yu Jian Hua.

Permainan ghuzeng Wang Mo Ryu berubah kelam. Angin bertiup lebih kencang.

"Benar-benar buruk!" gerutu Yu Jian Hua. Sebenarnya ia tidak berniat merendahkan Wang Mo Ryu. Tapi, emosi Wang Mo Ryu benar-benar berfluktuasi, terlebih belakangan ini. Dengan emosi seperti itu, bagaimana mungkin dia mengajar Ming Zhu dengan baik. Itu menjadi wajar ketika kemarin ia bertarung dengan Ming Zhu, anak itu masih belum ada apa-apanya.

Untungnya, Raja Zhian datang sebelum mereka berdua memporak-porandakan Clair Art School. Berniat ataupun tidak, berkelahi dengan Wang Mo Ryu, adalah hal menarik untuk Yu Jian Hua.

"Xiao Hua, Xiao Ryu, maaf membuat kalian menunggu!"

Yu Jian Hua dan Wang Mo Ryu tidak mengatakan apa-apa. Mereka sama-sama berpikir agar langsung saja pembicaraan dimulai, agar cepat pula berakhirnya.

"Eh, Xiao Ryu, kau bilang kau bertemu saksi mata. Ayo, ceritakan!"

Wang Mo Ryu menunduk, tentang kejadian jantung yang hilang yang sedang mereka bahas. Di antara ratusan kejadian, ada beberapa saksi mata. Mungkin sebenarnya ada lebih banyak, tapi mereka lebih dulu syok dan berubah jadi gila. Sehingga kesaksian mereka agak bias. "Dua orang ini, dari tempat yang berbeda. Terpisah jauh ribuan kilometer. Melihat kejadian yang juga berbeda. Yang sama dari yang mereka ceritakan adalah tentang seorang laki-laki, rambut hitam, kulit putih pucat seperti boneka porselen. Mengenakan kemeja dan celana putih yang agak kebesaran. Sebenarnya, saksi-saksi ini tidak yakin dengan apa yang dilakukan laki-laki itu. Sebelumnya ia hanya melihat ada yang kesakitan sambil memegangi dada mereka. Lalu laki-laki yang berpakaian serba putih ini datang dengan langkah lambat. Kaki menapak langsung ke aspal. Ya. Tanpa alas kaki. Kemudian dia berhenti sekitar dua tiga meter dari korban. Tidak ada yang dia lakukan kecuali melihat. Seingat saksi, laki-laki itu bahkan memasukkan tangannya ke saku celananya sendiri."

"Apa mereka bisa melihat wajah si laki-laki itu?"

"Tidak. Mereka bilang jalanan terlalu gelap saat itu."

"Yang dilihat manusia mungkin akan berbeda di mata kita."

"Dan kau, Xiao Hua, apa kau menemukan sesuatu?"

"Sebelumnya, kita mengira bahwa kejadian dilakukan secara acak dan terencana untuk mengelabui kita. Saat itu informasi yang kita terima masih tidak lengkap. Setelah informasi disusun berdasarkan waktu, ternyata tidak seperti itu. Bahkan mungkin, pelaku tidak punya rencana samasekali. Hanya menyisir suatu wilayah, kebetulan ketemu mangsa, saat itulah eksekusi langsung dilakukan. Jika ingin mencarinya, kita hanya perlu tahu titik korban terakhir korban ditemukan. Yang tidak kita ketahui hanyalah arah si pelaku kemudian, juga waktu ia bertemu mangsa. Si pelaku mungkin pergi ke utara, selatan, barat atau timur. Tapi, tentunya tidak akan jauh dari kota sebelumnya ditemukan korban."

"Aku mengerti. Dengan pola seperti itu, sebenarnya kita bisa memancing dia!" tanggap Raja Zhian.

"Em!" Yu Jian Hua mengiyakan.

"Baiklah. Kalau begitu aku akan membentuk empat pasukan. Kalau tidak salah kejadian terakhir di kota Yisan, berbatasan dengan Heyyan di utara, San Du di timur, Fort Armor di barat dan Balya di selatan. Xiao Hua, kau pergilah lebih dulu ke Yisan. Tandai di mana saja "Kaum Perantara" berada. Pasukanku akan menyisir empat penjuru, mencari orang dengan ciri-ciri yang disebutkan Wang Mo Ryu tadi. Dan kau Xiao Ryu, emmm...terserah padamu saja. Lagi pula, kau masih harus mengajar, 'kan? Oh, ya, jika memungkinkan cobalah bicara dengan Alex, mungkin dia bisa membantu."

"Baik, Baginda!" jawab Wang Mo Ryu dan Yu Jian Hua bersamaan.