webnovel

Bosan? Isekai Aja!

Lazu adalah orang kaya muda yang dilanda kebosanan ekstrem sepeninggal Ayah dan Ibunya. Karena tak sanggup menahan beban tersebut, ia pun akhirnya memutuskan bunuh diri dan kembali dihidupkan sebagai petualang gembel yang sebatang kara.

Andrean_Lazuardi · Fantasy
Not enough ratings
15 Chs

#12 Pasca Tragedi

"Lazu, Ayah ingin membicarakan sesuatu denganmu."

"Apa yang ingin Ayah bicarakan?"

"Hmm ... bagaimana cara bilangnya, ya? Ehem! Begini, kira-kira bagaimana reaksimu seandainya Ayah sudah tidak ada lagi di dunia ini?"

"Heh!? Orangtua macam apa yang penasaran dengan reaksi anaknya saat mereka meninggal? Punya Ayah kok kadang gada akhlaknya!"

"Bukan begitu. Ayah hanya ingin tahu kesiapan mentalmu. Kita tidak pernah tahu kapan ajal menjemput, 'kan?"

"Jadi Ayah masih memikirkan ajal di tengah lautan harta kita? Coba lihat emas-emas itu, perhiasan milik ibu, koleksi sneaker-ku. Hidup kita sudah sempurna. Aku bahkan ragu kalau ajal itu benar-benar ada."

"Oh, begitu, ya. Jadi kau sangat yakin semua harta kita bisa menyogok kematian?"

"Memangnya apa yang tidak bisa dilakukan harta? Harta adalah segalanya. Bahkan kita mungkin bisa membeli keadilan Tuhan dengan harta sebanyak ini. Aku yakin!"

Kala itu aku masih terlalu naif. Percaya bahwa harta bisa membeli apa saja. Aku lupa bahwa dari sekian banyak lautan harta yang kumiliki, ada dua cahaya yang tenggelam di bawahnya. Hati nurani dan rasa syukur.

Sekarang aku paham. Tak peduli seberapa pun gembrotnya perutmu ketika menimbun harta, pasti akan tiba saatnya kau akan kebosanan dengan segala kemilau memuakkan itu.

Bukan harta yang membuatmu sempurna, tetapi kebahagiaan yang muncul ketika kau membuka pintu dan melihat wajah kedua orangtuamu. Kini aku sudah tak bisa mendapatkan momen itu lagi. Kesempurnaanku sirna.

Setelah diganyang habis-habisan oleh Rick, entah kenapa aku jadi bijak seperti ini. Mungkin otakku gesrek atau semacamnya. Akan tetapi, monolog serius ini tidak boleh dibiarkan terlalu lama. Nanti bisa-bisa genre komedinya hilang. Hiiih!

"Lazu, kau tak apa-apa?" Wina membuyarkan lamunanku.

"A-aku baik-baik saja. Hanya terlalu sulit untuk berjalan, jadi aku cuma duduk kaku seperti orang mencret di celana."

Hampir seluruh badanku menderita luka lebam. Jelas sekali kalau hampir seluruh badanku juga harus diperban, sehingga aku sebelas-duabelas dengan mumi. Bedanya, cara jalanku seperti suster ngesot karena selangkanganku terlalu kaku untuk digerakkan.

Setidaknya aku masih bersyukur karena kondisi Veo dan Sena tidak seburuk diriku. Mereka memang sempat pingsan, tetapi luka yang didapat tidak seberapa. Selain itu, dinding serikat juga jebol gara-gara tendangan Rick ketika melakukan time skip. Beruntung Petit mampu menambalnya dengan cepat.

Aku masih tidak bisa menerima kejadian tempo hari. Yang benar saja! Masa aku digebuk kamen rider sampai sekarat? Itu tidak lucu sama sekali! Dia juga mengambil pedang yang kudapat dengan susah-payah. Sekarang, sekarang aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa.

"Bagaimana kondisi selangkanganmu, Bro?" Veo yang tiba di kamarku langsung main tembak saja.

"Kaku," jawabku.

"Berarti t*t*tmu mati rasa, dong!?"

"Bajingan!" dampratku. "Aku yakin t*t*ku masih ada!"

"Chill, Bro. Aku cuma bertanya." Roden itu cekikikan. "Btw, apa rencana kita sekarang?"

"Entahlah. Aku masih belum memikirkannya."

Tak berselang lama, Carlos juga ikut datang ke kamarku. Sejujurnya aku cukup senang. Ternyata banyak juga yang peduli denganku, ya.

"Hola, Amigos. Bagaimana kabar selangkanganmu?"

"Bro! Jangan tanya selangkangannya. Lazu sensitif soal selangkangan."

"Berhentilah mengkhawatirkan selangkanganku. Dia baik-baik saja," omelku.

"Maaf, maaf. Aku cuma penasaran."

"KUDENGAR BEBERAPA HARI YANG LALU ADA ORANG YANG SELANGKANGANNYA KENA TENDANG KOBOI. APA ITU KAU?" Petit ujug-ujug datang ke kamarku dan menanyakan hal yang sama.

"Aku sudah tak tahan lagi. GRAAAA! BERHENTILAH MENGURUSI SELANGKANGANKU! DASAR KALIAN OTAK SELANGKANGAN!"

"Lazu, kenapa kamu teriak-teriak?"

"Sena! Apa kau juga mau tahu kabar selangkanganku, hah? Dia sehat! Kami baru saja berkirim surat! Lewat burung merpati!" gelegarku.

"Wow, wow! Siapa yang mau mengurusi selangkanganmu? Dasar mesum!" cibir gadis itu.

"Eh? K-kau tidak penasaran, ya?" Aku seketika salting. "Ehe ... ehe ... ehe ... kukira kau mau tahu," kataku sambil membuang malu.

"Sudahlah. Mumpung kita sedang berkumpul di sini, bukankah lebih baik ada sesuatu yang dibahas?" ujar Sena.

"MARI KITA MEMBAHAS TENTANG MEMBANTAI MARMUT!"

"JANGAN ITU LAGI!" Kami berteriak serempak.

"Jujur saja, aku tidak tahu harus berbuat apa. Sebelum pergi, Rick bilang kalau ia mungkin datang lagi jika aku sudah cukup kuat untuk menghadapinya. Akan tetapi, mana bisa aku jadi sekuat itu!" Aku mendengus pasrah.

"Jangan pesimis begitu, Bro. Aku yakin kau masih punya potensi untuk menjadi kuat. Punya selangkangan super misalnya."

"Diamlah, Veo. Aku sedang tidak mood bercanda."

"Kamu bilang koboi itu akan datang lagi jika kamu cukup kuat, 'kan?" Sena coba memastikan.

"Mungkin," timpalku.

"Oke! Itulah tujuan kita selanjutnya. Lazu harus menjadi kuat agar bisa bertemu lagi dengan Rick."

"Bagaimana caranya?" Aku merespons lesu.

"Senam jari, Bro!" celetuk Veo.

"Dasar bodoh!"

"Wina, Petit, apakah kalian tahu tempat untuk meningkatkan kekuatan?" Sena bertanya.

"Meningkatkan kekuatan?" Wina coba mengingat-ingat. "Itu sudah dulu sekali, sih. Tapi aku pernah dengar rumor kalau di kota Neko Miaw ada seorang petapa yang sangat sakti. Mungkin Lazu bisa belajar dengannya."

"Neko Miaw?" Aku mengernyit. "Apa itu kota kucing?"

"Iya," sahut Wina.

"Kucing humanoid?"

"Benar."

"Apa mereka suka menyanyi dan menari seperti orang setengah bugil?"

"A-aku tidak tahu. K-kenapa kau menanyakan itu, Lazu?"

"Hmm ... tak apa. Aku cuma memastikan kalau datang ke kota itu bukan mimpi buruk."

"Jujur saja, aku nggak begitu yakin dengan rencana ini," kata Sena. "Kita nggak tahu siapa petapa itu, atau apakah dia benar-benar sakti. Bahkan, kita juga nggak tahu apakah sekarang ia masih hidup atau tinggal nama."

"Aku juga tidak yakin dengan rencana ini, Bro. Jangan-jangan petapa itu cuma petapa genit," tambah Veo.

"Iya, sih. Tapi apa ada rencana yang lebih baik dari ini?" tanyaku.

Mereka semua terdiam. Itu saja sudah cukup meyakinkanku untuk pergi ke Neko Miaw dan mencari petapa itu. Kami tidak banyak, tidak pula punya kekuatan yang cukup. Aku muak menjadi beban bagi teman-temanmu. Meskipun harapan yang tersisa hanyalah rumor, aku akan tetap mengambilnya!

"Petit bisa melatihmu, Bro. Dia kelihatan kuat," usul Veo.

"BENAR! AKU PENYIHIR YANG HEBAT. TAPI KAU HARUS MENGGAJIKU SETIAP JAM PERTEMUAN. AKU INGIN TUMBAL DARAH MARMUT SEGAR!"

"Tidak usah," tolakku. "Kita ambil rencana ke Neko Miaw saja."

"Kau serius, Bro?"

"Lazu, kamu yakin? Kita nggak punya jaminan apa-apa, lho. Bisa jadi kita gagal menemukan petapa itu dan semakin banyak waktu yang terbuang."

"Amigos, pikirkan baik-ba—SENA!!!"

Tiba-tiba saja kepala Carlos dilalap api hitam. Kedua matanya mengeluarkan cahaya merah sebesar bohlam lampu. Kami semua sontak terkejut. Bahkan aku sampai melompat ke belakang hingga selangkanganku berderak.

"Sena! Aku tahu kau di sini! Cepat jawab aku!" ucap Carlos, seolah sedang dikendalikan seseorang.

"Ayah?" Mata Sena menyipit.

"Berani-beraninya kau kabur dari istana! Aku sudah melarangmu untuk bepergian ke mana pun, tapi kau malah kabur bersama PENCURI BENDA PUSAKAKU!" Carlos menggelegar. "Kalian harus mengembalikan pedang jerangkong milikku. Jika tidak, aku akan menjadikan tengkorak kalian sebagai tempat kencing!"

"Kami nggak akan mengembalikan pedang jerangkong itu!" tandas Sena.

"SENA! KAU BERANI MENENTANG AYAHMU SENDIRI?!!!"

"Iya! Aku sudah bebas sekarang. Dan Ayah nggak akan pernah bisa menemukanku lagi."

"Aku pasti akan menemukanmu! Aku akan menghancurkan orang-orang di sekitarmu. Percayalah! Jika pedang jerangkong itu masih belum kau kembalikan, aku akan membawa mimpi buruk ke tempat kalian!" Selepas berteriak nyaring, api hitam dan sinar merah di kepala Carlos tiba-tiba hilang.

"Eh? Heh? A-apa yang barusan terjadi?" ujarnya kebingungan.

"Mantra Raja jerangkong. Ayahku pasti sempat menempelkan mantra itu padamu, Carlos. Sekarang kita dalam bahaya."

"B-benarkah?" Carlos melongo. "Aku ingat! Saat mengantar Lazu, aku dipanggil oleh Yang Mulia Milos untuk melapor. Saat itu dia mengusap kepalaku. Jangan-jangan!"

"Benar. Saat itulah Ayahku meletakkan mantranya. Astaga! Ini benar-benar memusingkan."

"Apa yang akan terjadi?" tanyaku penasaran.

"Kamu sudah dengar, 'kan? Jika kita nggak kembalikan pedangnya, maka Ayahku akan memburu kita semua. Padahal pedang itu sudah nggak ada di tangan kita lagi."

"Bukankah itu artinya kita sudah tak ada pilihan lain lagi?" Aku menatap serius. "Satu-satunya cara adalah pergi ke Neko Miaw dan temukan petapa itu."

"Hahh~ aku ngikut ajalah." Sena pasrah.

"Bagaimana dengan kalian?" Aku menatap Veo dan Carlos.

"Aku akan mengikuti Tuan putri Sena ke mana pun." Carlos berucap mantap.

"Damn, aku benci kucing. Tapi yasudahlah." Veo mengangkat bahu setuju.

Bagus! Tujuan berikutnya sudah diputuskan. Kami akan pergi ke Neko Miaw bersama-sama. Walaupun dipenuhi pertaruhan dan ketidakpastian, tetapi setidaknya inilah jalan yang terbaik.

"Yeah! Kita akan pergi ke Ne—arrghh!" Aku terlalu senang sampai lupa sedang diperban. "Aww, selakanganku nyeri."

"Kita tunggu selangkangan itu sembuh dulu, baru mulai perjalanannya." Sena bersedekap.

"Aku setuju, Bro. Selangkangan first."

"I-itu ide bagus," kataku sambil merem-melek menahan sekit. "Kalian boleh pergi."

(Bersambung)