webnovel

BETTER WITH YOU

"Apakah akan lebih baik jika kamu masih di sini dengan sejuta kejahilan dan sikapmu yang menyebalkan daripada seperti ini, Ju." Dia Jessica Stefany Auryn. Hidupnya berubah sejak insiden tiga tahu yang lalu, sosok periang dalam diri Jessica seolah ikut hanyut dalam ombak hari itu, dan karena insiden itu ia telah kehilangan getaran dalam hatinya pada sosok yang disebut laki-laki sejak usia 20 tahun saat ia kehilangan cahayanya. Jessica kehilangan teramat kehilangan, hatinya patah saat sedang berada dipuncak kasmaran membuat hingga akhirnya hati Jessica membeku, tertutup dari semua dan tidak mengizinkan satupun pria bisa mendekatinya. Cahaya yang menyinari dunianya telah pergi membawa hati, perasaan dan separuh nyawanya menyisakan sesak, tangis, hampa dan gelap di dunianya. Tapi, takdir seolah tak ingin membuatnya bersedih terlalu lama. Di saat hatinya sedang hancur, tak sengaja Jessica bertemu dengan cahaya yang sama persis dengan cahayanya yang telah hilang. Juan, laki-laki yang ternyata adalah produser eksekutif setiap karyanya membuat Jessica terkesiap dengan takdir yang ada padanya. Juan terlalu mirip dengan cahaya yang membuat Jessica selalu bingung, bimbang, kecewa, marah, cemburu dan bahagia bersamaan. Awalnya, Jessica mendekati Juan karena percaya dia adalah orang yang sama dengan masalalu Jessica yang membuat perasaan dan getaran itu perlahan kembali tapi keadaannya berbeda. Tapi, Juan menyakinkan kalau dia bukanlah masalalu Jessica dan Saat Jessica mencoba pasrah dan tak memperdulikan cahaya itu, cahaya bernama Juan itu mendekatinya. "Setelah flashdisk itu aku dapatkan, aku tidak akan mengganggumu lagi, Jess." Entah apa maksud dari ucapan Juan saat itu, tapi setidaknya beberapa bulan terakhir ia dekat dengan wanita cantik yang menganggapnya istimewa itu. Lalu, bagaimana bahagia akan terwujud jika cahaya itu tak benar-benar menganggapnya berarti, karena Juan ternyata memiliki niat lain?

Itsme_Abigel · Urban
Not enough ratings
22 Chs

Masih Jam Dua Belas.

"Aduh, Michele... bisa nggak sih kalo masuk ruangan aku suaranya dikecilkan dikit!" gerutu Jessica memegangi telinga sambil memandangi wajah polos Michele yang menyebalkan.

Michele hanya nyengir lalu duduk di sofa ruangan Jessica, ia memandangi sekeliling ruangan Jessica yang terlihat berbeda dari biasanya.

"Jess, kamu ngerubah desain ruangan?" celetuk Michele mengalihkan pembicaraan.

Jessica yang telah kembali fokus pada laptop di depannya itu hanya mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan oleh Michelle.

"Kamu belum berangkat, Jess?" seru Kevin sembari duduk di sebelah Michele.

Jessica melirik jam tangannya lalu menggeleng. "Masih jam setengah dua belas," jawab Jessica santai lalu menyeruput sisa kopinya. "Kalian ngapain ke sini?" ujar Jessica balik bertanya setelah ia menutup laptopnya.

Michele menggelengkan kepalanya. "Enggak, kita cuma mau mastiin aja kalo kamu bakalan pergi ke cafe," ujar Michele tanpa pikir panjang.

Jessica menghela nafas, ia bersandar di kursinya. Sudah sesuai dugaannya, ke dua orang itu tidak mungkin datang ke kantor tanpa tujuan apapun.

"Iya-iya, gue bakalan datang kok," jawab Jessica malas.

Kevin dan Michele saling tatap, mata mereka seakan saling berbicara satu sama lain. Senyum mengembang di bibir kedua orang itu, mereka terlihat senang dan tenang dengan jawaban yang dilontarkan oleh Jessica.

"Lo yakin pergi ketemu doi pake baju kaya gitu?" tanya Michele melihat baju Jessica. Wanita cantik itu hanya menggunakan baju casual seperti yang biasa ia gunakan untuk bekerja.

Jessica menganggukkan kepalanya, ia tidak merasa ada yang aneh dengan pakaian yang ia gunakan. Tapi, tatapan Michele tetap membuatnya menoleh pada bajunya dari atas ke bawah.

Setelah itu, Jessica kembali menatap pada Michele. "Kenapa?"

Michele menggeleng. "Nggak sih, nggak apa-apa! Tapi, lo nggak mau ganti pake dress atau apa gitu kek?"

"Nggak ah! Habis ketemu temennya Kevin, gue ada survey sama Bu Els! Ribet kalo gue pake dress."

Michele hanya mengangguk, ia tidak ingin membuat Jessica berubah pikiran hanya karena dirinya yang banyak protes.

Jessica melirik Michele sambil mengulum senyumnya. Ia tidak tahan melihat ekspresi pasrah Michele saat ia menjawab pertanyaan sahabatnya itu dengan cuek.

Namun, Jessica tidak bisa menahan tawanya lebih lama lagi dan akhirnya tawa Jessica pecah membuat Michele menatapnya bingung.

"Chel... Chel... Nggak mungkin lah aku pake baju kaya gini ketemu cowok! Aku nggak secuek itu kali... setidaknya aku harus memberikan first imperssion yang cantik dan menawan bukan?"

Jessica berdiri dari duduknya sambil menenteng totebag, ia berjalan menuju kamar mandi yang ada di ruangannya untuk mengganti pakaiannya.

"Kirain," jawab Michele polos.

Setelah mendengar pintu kamar mandi tertutup. Kevin berdiri lalu menoleh pada Michele. "Aku nelfon Kak Ju dulu," kata Kevin lalu keluar dari ruangan Jessica.

Sampai di depan ruangan Jessica, Kevin mengotak-atik ponselnya mencari nomor Juan lalu menghubunginya.

"Halo."

"Bersiap-siap, Kak! Kakak ipar sudah siap untuk berangkat."

Kevin tidak mendengar suara jawaban dari Juan. Ia lalu tersenyum, Kevin tahu betul pasti dalam hati Juan, ia menantikan pertemuan ini.

"Kau tahu, kakak ipar memberikan perhatian lebih untuk kencan kali ini."

"Eh, tapi... bukankah kakak ipar tidak tahu jika pasangan kencannya adalah Kak Ju."

Senyum Kevin mengembang, ia tahu Juan pasti tidak akan senang dengan godaannya.

"Kamu datanglah ke sini! Aku sudah di cafe, sekarang!"

"Sepertinya kau sudah tidak sabar."

Tut!

Sambungan teleponnya diputuskan sepihak oleh Juan, Kevin pun hanya menggelengkan kepalanya sambil mengulum senyumnya.

"Kau telah merindukan selama tiga tahun, aku rasa kau tidak mungkin dapat menahan diri untuk pertemuan kali ini!"

"Aku tahu dia memang Justin, kan?"

Mendengar suara yang sangat familiar, Kevin membelalakkan matanya terkejut dan laki-laki itu berbalik, ia menemukan Michele berdiri di belakangnya sambil berpangku tangan.

"Chel!"

Michele mengangguk dengan tatapan yang sulit dijelaskan. "Kenapa dia baru kembali sekarang?"

Pertanyaan Michele membuat Kevin bingung, ia tidak mungkin mengatakannya. "Nanti aku ceritakan! Masuklah sebelum Jessica mencarimu!"

"Janji?" ujar Michelle sambil menunjuk jari kelingkingnya agar Kevin berjanji padanya.

Kevin mengangguk ragu lalu menautkan kelingkingnya pada jari Michelle.

"Janji sayang," kata Kevin lembut, bahkan sangat lembut.

Kevin menghela nafas panjang. Ia lalu berdehem untuk mendapatkan perhatian Jessica dan Michele dan benar saja, kedua wanita itu langsung menoleh padanya.

"Kenapa?"

"Aku harus kembali ke kantor, ketuaku memangil."

Michele dan Jessica mengangguk paham, mereka tahu laki-laki itu tidak bisa menolah jika sudah ketuanya yang memanggil.

"Ya sudah, pergilah! Nanti biar Michele menemaniku," ujar Jessica.

Kevin menggeleng. "Enggak! Kakak ipar sendiri saja, biar nanti aku yang jemput Michele di sini atau Michele mau langsung ikut aku sekarang?" tanya Kevin menoleh pada Michele.

Matanya mengode Michele untuk ikut saja dengannya agar Jessica bisa berdua dengan Juan.

"Aku ikut Kevin aja lah... ikut kamu nanti aku jadi obat nyamuk!" kata Michele yang mengerti kode dari Kevin.

Michele langsung berdiri, mengikuti Kevin.

"Ya udah, aku cuma sebentar kok! Nanti kita sekalian makan berdua aja," ujar Kevin menatap Michele.

Jessica menghendikkan bahunya pasrah, ia paham itu hanya akal-akalan kedua orang itu agar Jessica hanya berdua dengan lelaki yang menjadi pasangan kencan butanya.

***

Di cafe Starlight ...

Juan terlihat sedang berada di dalam toilet pria, ia membenarkan letak pakaiannya. Setelah menjawab telepon Kevin, Juan langsung pergi ke toilet untuk mengecek penampilan.

"It's the time, ini mungkin satu-satunya cara untuk melepaskan Jessica dari masalah ini! Aku yakin sebentar lagi pasti mereka akan tahu letak flashdisk itu."

Mengingat masalahnya, Juan kembali teringat akan ledakan di kapal pesiar yang mereka tumpangi hari itu. Naas, ternyata itu adalah ulah dari adik tiri dan keluarganya yang ingin merebut semua harta Juan.

Tatapan Juan pada cermin di depannya terlihat sangat menakutkan. Dadanya mendadak sesak saaat mengingat ia harus melupakan semua mimpinya bersama Jessica karena dirinya harus bersembunyi dari keluarganya yang jahat itu.

Sampai suatu hari, Juan dan Jessica kembali bertemu secara tiba-tiba. Iya, selama ini Juan memang menjaga Jessica dari jauh tapi kejadian malam itu ia dan Jessica berpikir kalau itu adalah kebetulan.

"Kalau saja flashdisk itu tak memancarkan sinyalnya, mungkin aku sudah memutuskan untuk tidak lagi mengganggunya karena keberadaanku hanya akan membahayakan dirinya."

Justin, laki-laki yang mengubah namanya menjadi Juan itu telah merencanakan itu semua demi sebuah flashdisk yang ada di tangan Jessica.

Setelah itu, Juan memutuskan kembali ke ruang VIP pesanannya yang ada di lantai dua cafe itu. Justin datang beberapa jam lebih cepat dari jadwal janjian yang seharusnya.

"Masih jam dua belas," gumam Juan setelah melirik jam tangannya.

***

Bersambung...