webnovel

BETTER WITH YOU

"Apakah akan lebih baik jika kamu masih di sini dengan sejuta kejahilan dan sikapmu yang menyebalkan daripada seperti ini, Ju." Dia Jessica Stefany Auryn. Hidupnya berubah sejak insiden tiga tahu yang lalu, sosok periang dalam diri Jessica seolah ikut hanyut dalam ombak hari itu, dan karena insiden itu ia telah kehilangan getaran dalam hatinya pada sosok yang disebut laki-laki sejak usia 20 tahun saat ia kehilangan cahayanya. Jessica kehilangan teramat kehilangan, hatinya patah saat sedang berada dipuncak kasmaran membuat hingga akhirnya hati Jessica membeku, tertutup dari semua dan tidak mengizinkan satupun pria bisa mendekatinya. Cahaya yang menyinari dunianya telah pergi membawa hati, perasaan dan separuh nyawanya menyisakan sesak, tangis, hampa dan gelap di dunianya. Tapi, takdir seolah tak ingin membuatnya bersedih terlalu lama. Di saat hatinya sedang hancur, tak sengaja Jessica bertemu dengan cahaya yang sama persis dengan cahayanya yang telah hilang. Juan, laki-laki yang ternyata adalah produser eksekutif setiap karyanya membuat Jessica terkesiap dengan takdir yang ada padanya. Juan terlalu mirip dengan cahaya yang membuat Jessica selalu bingung, bimbang, kecewa, marah, cemburu dan bahagia bersamaan. Awalnya, Jessica mendekati Juan karena percaya dia adalah orang yang sama dengan masalalu Jessica yang membuat perasaan dan getaran itu perlahan kembali tapi keadaannya berbeda. Tapi, Juan menyakinkan kalau dia bukanlah masalalu Jessica dan Saat Jessica mencoba pasrah dan tak memperdulikan cahaya itu, cahaya bernama Juan itu mendekatinya. "Setelah flashdisk itu aku dapatkan, aku tidak akan mengganggumu lagi, Jess." Entah apa maksud dari ucapan Juan saat itu, tapi setidaknya beberapa bulan terakhir ia dekat dengan wanita cantik yang menganggapnya istimewa itu. Lalu, bagaimana bahagia akan terwujud jika cahaya itu tak benar-benar menganggapnya berarti, karena Juan ternyata memiliki niat lain?

Itsme_Abigel · Urban
Not enough ratings
22 Chs

Aku Merindukanmu, Ju.

"Kalau mereka tidak menerima sinyal apapun. Itu artinya mereka memata-matai Jessica karena hal lain!"

Kevin menganggukkan kepalanya. "Sepertinya mereka berhasil menekan pengacara Lee untuk memberitahu mereka siapa ahli warismu."

Juan terdiam, ia meraih tablet di atas meja. Membuka sebuah gambar yang menunjukkan titik merah yang bergerak. "Sinyal ini sudah beberapa minggu tidak terlihat. Sinyalnya berhenti dan menetap di Els Agency."

"Berarti ada orang di Agency Els yang mencoba membuka flashdisk itu! Tapi bukan berarti kakak ipar yang memiliki flashdisk itu kan?" ucap Kevin sambil mengunyah buah pisang sambil beranjak dari duduknya. Ia berpindah ke sisi lain ruangan Juan.

"Pasti ada yang membawa flashdisk itu tiga tahun yang lalu. Selain dia, siapa lagi yang berbeda di Els Agency?"

Percakapan semakin serius, mendengar ucapan Juan. Raut wajah Kevin berubah sedikit tenang, meskipun Juan terlihat begitu serius membahas masalah flashdisk yang hilang sejak tiga tahun lalu.

"Semua orang mengira flashdisk itu hancur karena ledakan itu, termasuk aku."

"Tidak disangka ternyata kakak ipar yang menyimpan flashdisk itu selama ini. Itu artinya, ini memang takdir kalian kembali bertemu!"

Suasana sedikit mencair, meskipun es kutub itu sama sekali tidak terlihat terhibur.

"Aku harus mendapatkan flashdisk itu sebelum Leo menyadarinya!"

***

Drttt Drttt Drttt

Justin meletakkan foto Jessica kembali ke tempatnya, kemudian ia meraih ponselnya dari dalam kantong celananya lalu mengangkat panggilan telepon yang masuk.

"Halo," ucap Justin datar.

"Halo, Ketua. Saya mau laporan, saya melihat nona Jessica berada di kuburan."

"Ngapain dia di sana?"

Kerutan di kening Juan tercipta begitu jelas saat mendengar di mana Jessica berada saat ini. Juan jelas tahu, bahkan laki-laki itu sangat jelas mengetahui kuburuan mana yang dimaksud oleh sang penelfonnya.

"Nona Jes terlihat berada mengarah ke kuburan anda, Pak."

"Baik, saya segera ke sana. Pantau terus, jangan sampai dia kenapa-kenapa!"

"Siap, Pak."

Tut!

Juan mematikan teleponnya, ia menghela nafas panjang. Sesuai dugaannya, Jessica pasti pergi ke kuburan palsu yang ia buat dahulu.

Juan memutuskan untuk menyusul wanitanya itu. Dengan segera, Juan keluar dari ruangannya dan langsung pergi begitu saja tanpa meninggalkan pesan apapun pada pembantu yang ia lewati.

Juan masuk ke dalam mobil lalu menyalakannya. Dengan kecepatan sedang Juan melajukan mobilnya membelah keramaian kota.

"Maaf, Jes."

Satu-satunya kata-kata yang terucap di bibir Juan setiap kali mengetahui Jessica pergi ke makamnya. Penyesalannya cukup besar untuk hal itu, ia tidak menyangka Jessica akan rutin pergi ke sana, bahkan setelah tiga tahun berlalu.

Flashback On.

Malam hari, tepat beberapa saat setelah ia dikabarkan meninggal sebagai korban dari kebakaran kapal pesiar mewah miliknya sendiri.

"Kak Ju, keluarga besar anda membuat berita kalau anda telah meninggal dunia!" lapor seorang laki-laki sambil menundukkan kepalanya di depan Justin yang masih terkapar di rumah sakit.

Justin menatap orang kepercayaannya itu dengan tatapan tidak percaya tapi setelah ia membuka saluran televisi, ia menggelengkan kepalanya berkali-kali. Tidak percaya bahwa apa yang dikatakan oleh orang kepercayaannya itu adalah benar adanya.

"Aku tidak kaget!" ucap Justin pada akhirnya.

"Apa yang harus kita lakukan? Mereka sudah membuat pers percaya kalau kau telah meninggal."

Justin mengangguk paham, ia paham betul apa yang sedang terjadi. Keluarga besarnya dari dulu memang menginginkan kepergiannya agar seluruh harta miliknya bisa mereka kuasai. Tapi, tentu saja Justin bukan orang bodoh, ia mengalihkan semua asetnya atas nama Jessica sejak ia tahu niat buruk keluarganya.

"Kau, masuklah ke kehidupan Jessica. Protect dia dari dekat, aku yakin cepat atau lambat mereka akan tahu semuanya. Buat juga makam palsu agar sandiwara mereka semakin meyakinkan! Selebihnya kita pikirkan nanti," papar Justin tegas.

"Baik, Kak."

Flashback End.

"Bu, bunganya lima puluh ribu ya," ujar Jessica berdiri tepat di depan sebuah tempat membeli bunga untuk ia sebar di kuburan yang akan dikunjunginya.

"Sebentar, Mbak."

Jessica mengangguk, ia memperhatikan ibu di depannya memasukkan banyak bunga ke dalam kantong plastik. Setelah itu, Jessica menerima bunga yang diserahkan oleh penjual padanya.

"Ini, Buk. Pas ya," kata Jessica sambil tersenyum manis.

"Makasih, Mbak."

Agnes mengangguk, ia pergi dari sana, melangkahkan kakinya dengan gontai menuju makam yang ia maksud. Dibalut pakaian berwarna serba hitam dengan kacamata dan masker hitam yang menutupi wajahnya, Jessica menutupi matanya yang sudah berkaca-kaca.

"Kesekian kalinya di bulan ini, ku tapak kan kakiku di tanah makam yang membawaku tersadar pada kenyataannya bahwasanya kamu telah tiada, Ju. Harapanku, perasaanku, cintaku pun padam bersama kepergianmu," batin Jessica saat ia menyusuri tanah merah yang selalu khas dengan makam.

Langkah kaki Jessica semakin berat saat ia mendekati sebuah makam di mana kekasih hatinya terkubur. Sekuat tenaga Jessica melangkahkan kakinya mendekat pada makam Justin. Tapi, hatinya tak sekuat langkahnya.

Hati Jessica terlalu rapuh, segala hal tentang Justin memang membuatnya menjadi sensitif. Kini matanya yang semula berkaca-kaca telah meluncurkan butiran-butiran bening yang menghiasi pipinya.

"Aku datang, Ju."

Jessica tersungkur tepat di samping makan Justin, tangisnya langsung meledak setelah melihat foto Justin sedang tersenyum terpanjang di depan pusaranya itu.

Tak jauh dari tempat Jessica tersungkur, laki-laki bernama Juan memperhatikannya. Ia datang sejak lima menit yang lalu bersamaan dengan Jessica yang sedang berjalan setengah membeli bunga.

Juan menatap dengan tatapan sayu. Wajahnya memerah menahan tangis dan kesedihan, mendengar Jessica menangis membuatnya ingin berlari dan memeluk wanita itu. Tapi, ini bukan waktu yang tepat.

Keberadaan Jessica akan semakin membahayakan jika dia muncul sebagai Justin di sana, Juga tahu. Masih ada beberapa suruhan keluarganya yang berkeliaran dan memata-matai Jessica.

"Aku di sini, Jes."

Juan hanya bisa membisu, diam seribu bahasa. Ia hanya menatap punggung Jessica yang terlihat naik turun, terdengar juga suara tangis sesenggukan dari wanita cantik pemilik hatinya itu.

"Bos, di sisi sebelah kiri ada seseorang yang nampak mencurigakan!" ujar orang yang ia minta menjaga Jessica melalui sambungan telepon yang tersambung sejak tadi.

Mendengar hal itu, Juan mengedarkan matanya memandang ke sekeliling. Ia melihat ke arah orang suruhan yang memberikan kode padanya.

"Sial!" umpat Juan dalam hati.

"Protect Jessica, jangan sampai dia kenapa-kenapa," perintah Juan.

"Baik, Bos."

Sementara itu, di depan pusara Justin. Jessica terus menangis, tangis yang terdengar begitu menyayat hati. Rasa kehilangannya nampak belum usai, hati dan pikirannya belum rela dengan kepergian Justin. Hingga tangisnya pun berkepanjangan.

"Aku kangen kamu, Ju," kata Jessica sambil terisak-isak, pundaknya berguncang hebat, matanya sudah mulai sembab. Bahkan kini, baju wanita cantik itu tak lagi sebersih pertama ia datang, baju hitam itu sudah ternoda dengan tanah merah saat Jessica memeluk pusara Justin.

***

Bersambung...