webnovel

Berharga

Mela Widia Astuti, merupakan anak tunggal dari Ibu Mayangsari .Ia mempunyai adik laki-laki yang masih kecil. Mereka hidup bertiga di rumah kecilnya. Kisah ini berawal dari pengalaman Mela yang sudah merasakan beban berat keluarganya. Mencari nafkah berdua bersama ibunya. Suatu ketika, Mela dilamar Seorang dokter muda yang baik hati dan tampan wajahnya. Dokter inilah yang sering membantu satu persatu masalah yang Mela hadapi. Namun, ada pertentangan untuk hubungan mereka. Mulai dari orang terdekatnya yang iri, keluarganya yang terhasut dan banyak hal yang Mela rasa ini bukan salahnya. Gadis bernama Mela inilah yang Setia memberikan dukungan moral, memberikan semangat yang terkobar pada temannya, namun mereka tidak tahu apa yang dialami oleh Mela di belakang layar. Sampai pada akhirnya, mereka menemukan pengganti derita yang Mela alami, Mela yang mampu merubah lara, asa menjadi tawa. Kini apa yang tidak diketahui temannya perlahan mereka pecahkan. Mela yang berkeinginan untuk lebih manjadi wanita yang kuat dari apa yang ia harapkan. Ingin menjadikan rasa yang tercipta dengan sederhana dan ,mengalir bagai air yang tenang.

Oktavianirianti · Teen
Not enough ratings
9 Chs

Buah Cinta

*******

Selepas menunaikan kewajiban. Mela tengah sibuk merapihkan mukena dan sajadahnya di tata rapih di atas lemarinya. Kemudian ia langsung menghampiri sang ibu yang tengah berada di dapur dari pagi buta. Wangi yang tercium dari masakan-masakan buatan ibunya, telah menggoda lidah Mela untuk segera mencoba. Rasa kagum Mela terhadap ibunya tidak pernah sirna. Ketangguhan, kesabaran, keahlian sang ibu yang membuat Mela harus tetap menjadi penyemangat lelahnya sang ibu. Mela mendekat dan berhamburan memeluk ibu dari belakang punggungnya dan..

"Sayang ibu" ucap Mela

"Drama apa lagi nih" goda ibu

"Ih ibu, ini tuh bukan drama. Tapi kasih sayang tiada tara" timpal Mela

"Iyadeh ibu mengalah" canda Ibu

"Ohiyah bu, Mela hari ini bawa jualannya agak banyakan, soalnya hari ini kan jadwal olahraga tuh. Pasti pada laper-laper."sahut Mela semangat

"Memangnya kamu yakin bakal habis semua? Nanti gimana kalo sisa kan mubadzir nak?" ucap Ibu

"InshaAllah bu akan Mela usahakan habis semua deh pokonya" semangat Mela yang tak henti membuat ibunya kagum.

"Yasudah kalo begitu, tolong bantu ibu masukkan kue itu ke dalam box jinjing untuk barang daganganmu."titah ibu

"Siyap bos" timpal Mela menggoda

Hari ini, Ibu Mayangsari merasakan pedih menjalar sekujur tubuhnya. Bangga yang diliputi rasa iba terhadap dua anaknya ini. Tega jika harus berbagi susah jerih payah mencari nafkah. Tetapi apa daya, jika keadaan mengharuskan kami saling membantu satu sama lain. Untung saja dirinya merasa bangga telah dikaruniai anak yang tidak manja juga mandiri ini.

"Bu sudah selesai ini, yang Mela bawa segini kan?" sahut Mela tanpa mengalihkan pandangannya dari kuenya itu.

"Iyah nak, itu untuk bawaanmu. Yang ini untuk dagangan ibu di pasar." ucap ibu

"Oh iya bu, Ade udah bangun?" tanya Mela

"Kayanya sih belum, tadi udah bangun cuman dikasih minum susu tidur lagi dia" sahut ibu mengingat kejadian tadi subuh saat dirinya kesusahan membagi waktu masak dengan mengurus anak bungsunya yang nangis tak karuan.

"Yasudah bu, Mela mau siap-siap berangkat sekolah."ucap Mela

"Iya Mel, nanti sekalian kalo sudah selesai siap-siapnya. Kamu tolong kasih makan ademu bentar ya" titah ibu yang sedang menata kuenya di dapur.

"Iya bu" sahut Mela sambil berlalu pergi ke kamar mandi.

Suasana rumah Mela yang setiap harinya seperti ini, berkumpul sebentar, berpisah berjam-jam. Ibunya yang bersusah payah mencari nafkah, Mela yang berjuang menimba ilmu di sekolahnya, meskipun sesekali Mela pun menjajakan barang dagangan ibunya di waktu olahraga mendatang. Sedangkan sang adik yang setiap harinya mau tidak mau harus dititipkan di rumah neneknya. Perjuangan keluarga kecil Mela yang sungguh berbeda dari yang lainnya.

*******

Mela PoV

Angkutan umum berseliweran di ramainya kota Jakarta. Aku hendak memilih angkutan umum yang tidak lama ngetem. Yang tertuju hanya satu angkutan umum di sebrang sana, mau tidak mau Aku harus menyebrang. Perlahan aku mulai menapaki jalan yang padat dengan kendaraan melintas. Sesekali mataku mencoba hati-hati melihat kanan-kiri saat melintas.

"Hufftt,, akhirnya sampai juga" keluhku dengan keringat di kening yang bercucuran. Entah panas atau grogi saat berusaha menyebrang.

Aku akhirnya segera menaiki angkutan umum itu, dan segeralah angkutan umum ini melaju dengan santai seolah-olah memberikan ruang pada angin untuk menyapa gerahku. Angin yang berhembus semakin membuatku risih dengan keadaan rambutku yang lupa tidak diikat. Aku biarkan tergerai dan mencoba menghirup udara segar dari angin yang menerpa.

"Stop pak, saya turun disini saja" ucapku menghentikan sang supir.

"Baik neng" ucap supir

Aku pun segera membayar uang ongkos kepada pak supir. Lalu aku segera menyebrang kembali ke gerbang sekolahku. Kehatian yang kugunakan ketika menyebrang sungguh ampuh. Membuatku terselamatkan dari para pengendara ngebut. Ya sesekali aku merasakan ketakutan ketika menyebrang. Tapi ini yang menjadikanku semakin ingat, bahwa kehatian adalah kunci utama dari apapun.

"Mela" teriakan Rina di depan gerbang sekolah membuat kepalaku yang tengah tertunduk segera menoleh ke arah sumber suara

"Eh Rin, gue kira siapa" sahut Mela

"Mel tumben lo datengnya keduluan sama gue" tanya Rina

"Iya nih tadi gue ngasih makan dulu Ade gue, soalnya ibu lagi nyiapin barang dagangannya". Ucap Mela

"Yaudah yuk kelas"ajak Rina akhirnya menawarkan.

"Yuk" jawab Mela

Kami pun segera pergi ke kelas, suasana ramai kantin, lapangan, tempat nongkrong, dan tempat lainnya menciptakan bising yang Setia menyapa gendang telinga. Suasana inilah yang membuatku tidak mau berpisah dengan sekolah tercinta. Terlalu banyak kenangan yang tiada taranya. Susah berjuang aku lalui bersama kesaksian sekolah ini.

"Mela, mel" panggil Rina setengah teriak menyadarkan lamunanku saat ini.

"Eh.. Iya Rin apaan?" tanya Mela

"Lo dari tadi ngelamunin apaan sih" ucap Rina

"Engga, gue cuman seneng aja liat ini sekolah. Rasanya gue gak sanggup jika nanti harus berpisah dengan sekolah ini" ucap Mela tak mengalihkan pandangan dari area sekolah.

"Hemm, gue pun sama Mel kalo hal itu" sedih Rina

"Iyah gue rasanya masih pengen jadi anak SMA selamanya" ucap Mela

"Eh ko kita jadi baper-baper ke gini sih" ucap Rina

"Abisan lo nya mancing-mancing gue" ucap Mela tak mau kalah.

"Yaudah ah gue mau ke kelas" ucap Rina

"Kan gue pun mau ke kelas kunyuk" ucap Mela.

Kini kami berjalan beriringan mencari keberadaan kelas favorit kami. Sesekali kami menoleh teman-teman sekolah yang sedang sibuk bercengkrama dan bergurau ria bersama teman yang lain.

"Stopppppppp it" ucap Rina tiba-tiba

"Apaan sihhh" kesal Mela

"Itu liat! " suruh Rina sembari telunjuk tangannya mengarah kepada seseorang yang tidak familiar bagi Mela saat ini.

"Itu kan pak dokter"tebak Mela

"Iyah dia lagi ngapain sama si kacrut itu" pikir Rina dengan nada kesal

"Kacrut maksud lo siapa?" tanya Mela

"Itu si Riska, anak kelas IPS yang cantik kata lo itu" sahut Rina

"Oh dia yang waktu itu jadi petugas upacara ya?" tebak mela

"Iya, dan gue denger katanya pak dokter itu tuh suka pulang bareng sama itu anak" nyinyir Rina

"Mm iyah gitu?" jawab Mela

"Iya, waktu itu gue juga liat mereka berdua masuk mobil barengan." jujur Rina

"Oh yaudah ke kelas yuk" ajak Mela

"Yuk" Ucap Rina

Setelah apa yang aku dengar dari Rina, entah mengapa rasanya aku tidak tenang. Padahal aku baru mengenalnya dan tidak mungkin jika aku menaruh rasa untuknya. Tidak mungkin!.

"Mel. Mela.. Mel" panggil Rina tak digubris sambil melambaikan tangannya pada sang empu.

"Ehh... Maaf gue barusan nginget-nginget takut ada kelupaan." bohong Mela

"Gk usah bohong deh sama gue, ngelamun apaan sih lo?"cerca Rina tak sabar

"Enggak ih,, gue cmn ngingetin apa yang gue lupa" sanggah Mela

"Yaudah kita ke kelas kan mau bahas buat drama nanti" sambung Rina

"iya-iya" ketus Mela akhirnya

Setiba di kelas, Mela dan Rina dikejutkan sesuatu dan...