webnovel

Berandal SMA inlove

Blurb : Di kehidupan nyata, Brenda dan Gina memiliki nasib kontras. Brenda Barbara terkenal dengan sikap angkuh dan sombong sebagai Ratu sadis sesekolah, sedangkan Gina Stefani hanya siswi berkacamata yang kumuh, jerawatan, penyuka novel romantis. Karena sebuah tabrakan maut, mereka terpaksa merenggang nyawa bersama. Membuat Brenda dan Gina mendadak bertransmigrasi ke dunia novel. Dengan memerankan dua tokoh berbeda. "Selama ini aku gak pernah bahagia, Ka. Prestasiku gak pernah diapresiasi, aku juga gak ada temen. Menurut kamu apa yang bisa aku banggain dari hidup aku yang kayak gini?" Reynand Dirgantara, laki-laki yang menyimpan banyak luka di dalam dirinya. Selalu mendapat peringkat 1 besar, ternyata tidak membuat orang tua Reynand puas. Serta tidak ada satupun siswa-siswi SMA Tunas Bangsa yang mau berteman dengannya. Alasannya, karena Ayah Reynand merupakan seorang koruptor. Gina Stefani Alexander, gadis cantik yang berpenampilan kumuh dan berkacamata yang mau berteman dengan Reynand. Tanpa sengaja, keduanya saling jatuh cinta. Dengan semua masalah yang ada, apakah semesta merestui mereka untuk bersatu? Dan Alter orang yang sangat ingin balas dendam pada Brenda or Choco itu, mempunyai kesempatan dan membuat Choco jadi Babunya Brenda yang dikenal sebagai Ratu sadis, menjadi Choco Valentine. Si tokoh figuran yang lemah dan miskin. Sedangkan Gina dengan bantuan Reynand yang semasa hidupnya sering di-bully, menjadi Cherry Camellia. Si tokoh utama yang sombong dan membully siswa lain dalam novel favoritnya

RinaMardiana_22 · Teen
Not enough ratings
56 Chs

Pemain Utama dan Figuran

Selamat Membaca

"Yeah, breakfast at Tiffany's and bottle"

Irama lagu hip-hop '7 Rings - Ariana Grande' mengalun keras menghidupkan suasana kamar luas yang dominan warna pink berhias poster Hello Kitty itu.  Di luar sudah gelap gulita karena pukul sembilan larut, tapi beat lagu Hollywood tersebut seakan melawan waktu.

Dengan bersenandung kecil menikmati liriknya, Gina menyisir helaian rambut yang panjang tergerai. Sedikit kecoklatan terpapar sinar lampu. Ia duduk di kursi meja rias sambil berkaca. 

Benar-benar pahatan luar biasa, tidak ada letak 'keburukan' dari sosok Cherry Camellia raga yang ditempati Gina sekarang sangat mencirikan sang tokoh utama novel.

"Non, susunya udah jadi." 

Bi Sumi seketika masuk membawa nampan berisi segelas susu hangat. Pembantu paruh baya itu tersenyum ramah. 

"Mau ditaruh di mana?"

"Simpan di nakas aja, Bi. Nanti Cherry minum," balas Gina berakting sesempurna mungkin. Persis mirip tokoh Cherry di novel 'I'm a Queen'.

"Baik, Non. Bibi taruh sekarang, ya. Jangan begadang lama-lama."

"Siap, Bi Sum."

Begitu susu miliknya tersimpan di atas nakas, sosok Bi Sumi menarik langkah pergi meninggalkan kamar girly itu. Sedangkan Gina, menyeret tubuh ideal nan molek sebagai wadah jiwanya ini ke balkon kamar. Jemari lentiknya menggenggam besi pembatas balkon, kepala mendongak dengan sentuhan lembut angin sejuk malam yang menerbangkan surainya. Kemudian menutup mata.

"Hah ... jadi begini, ya, rasanya hidup tokoh utama di dunia fiksi?" Lalu terkekeh geli. "Nggak bisa dipercaya."

Jika kalian sempat bertanya, mengapa Gina tidak terlalu cemas atau overthinking pada jiwanya yang berpindah ke dimensi lain yaitu dunia novel? Maka jawabannya, tidak.

Ini seperti keajaiban. Tiba-tiba menjalani kehidupan baru usai ditabrak angkot. Dari awal memang Gina lah yang berdoa agar bisa hidup bank dunia novel. Sekarang, terwujud. Menjadi Cherry Camellia. Si Ratu sekolah tercantik khas tokoh utama.

Srukk! Srukk!

Mata Gina terbuka lebar, terdengar suara grasak-grusuk dari bawah. Sampai di mana sebuah tangan pucat yang kotor dan lembab mendadak mencengkeram erat tangannya.

"Aaaa!!! K-kamu siapa?!" jerit Gina, menjauh. Kulitnya mendingin.

"Akhirnya ... akhirnya gue nemu tempat lo!"

Tubuh Gina ambruk, mundur pelan-pelan saat sosok perempuan berbalut seragam basah kuyup dengan rambut terjuntai menutupi wajah, merangkak naik ke balkon lalu menunjuk Gina.

"Lo! Jangan kabur lagi lo, bangke!"

"B-Brenda?" gumam Gina menerka. Diteliti lebih lanjut, rupanya yang menakutinya itu adalah Brenda bertubuh Choco Valentine, si figuran.

"Gila! Gue sampe bela-belain manjat ke lantai dua biar ketemu lo, malah kepergok satpam dikira maling," adu Brenda mendengkur, mulai mengibaskan rambut ke belakang.

 "Jadi ini rumah baru lo yang ngaku si paling 'tokoh utama'?"

Gina bangkit berdiri, mimik wajah kembali datar. 

"Iya. Kenapa? Iri karena kamu cuma figuran?"

"Ck, omong kosong. Gedean juga rumah gue." Glenda bersedekap angkuh.

 "Gue masih gak percaya kita ada di dunia novel. Lo ngigau, huh?"

"Perlu bukti?" tanya Gina, mengangkat sebelah alis.

"Perlu, lah."

"Tubuh kita buktinya. Dan .... " Menghela napas sebentar, Gina lantas menyodorkan sebuah buku bersampul pink terhadap Brenda. 

"Benda ini bukti kedua. Hidup kita ditaruh di dalam sini."

Brenda tertegun. Langkah Gina perlahan maju, tatapan licik bermain-main di sepasang netranya. Telunjuk menekan-nekan dada Brenda sambil berbisik.

"Pergi, sampah seperti kamu hanya mengotori lantai rumahku." Bibir gadis itu tersenyum sinis. "Figuran buruk rupa tidak layak berbicara pada tokoh utama."

"Lo .... "

"Aku bilang pergi, Choco!"

Sepanjang perjalanan, Brenda Berjalan waspada di jalan gang sempit tersebut. Arah mata tetap fokus pada deretan kalimat dalam novel pemberian Gina, sesekali celingak-celinguk memastikan bahwa arah jalan pulangnya benar. Lebih baik kali ini ia percaya sedikit terhadap pernyataan Gina menyangkut 'pindah dimensi' ini. Kata-katanya cukup meyakinkan, saat ini jiwa Brenda bersemayam dalam raga sosok figuran novel.

Choco Valentine. Nama yang tersemat di nametag-nya pasca di dunia baru ini.

"Parah, seriusan gue dijadiin figuran?!" sentak Glenda ketika selesai membaca novelnya sampai tengah buku.

 "Gue Choco?! Cewek jelek anak beasiswa yang dibully? Anak pembantu?!!"

Brenda berdecak emosi. 

"Kalo sampe gue ketemu sama authornya, gue jambak tuh orang sampai rontok! Jelas-jelas gue lebih cetar membahana ketimbang si Gina, bisa-bisanya tuh culun jadi Cherry?"

"Gak adil!"

Ingin berteriak protes-protes hingga pita suara putus pun, sepertinya usaha Brenda sia-sia. Nyatanya ia benar-benar masuk dunia novel dan berperan sebagai Choco Valentine. Bak cerita fantasi.Untung saja di novelnya dibahas mengenai tempat tinggal Choco, jadi Glenda tak perlu repot-repot cari kontrakan atau kost. Ia ke gang sempit ini juga sesuai arahan alur novel itu, demi ke rumah barunya yang diceritakan kontrakan kecil, sesak dan kumuh dekat limbah. Setibanya di lokasi tujuan, Brenda menganga. Shock berat melihat rumah hampir roboh dengan kaca retak separuh. Kontrakan minimalis bercat hijau itu tampak sepi.

"I-ini ... rumah gue? Rumah Choco?"

Dengan teramat terpaksa, Brenda mengetuk pintu kayu kecil tersebut. 

"Permisi." Ia meneguk ludahnya kasar. 

"C-Choco pulang. Bapak ... Ibu."

Kira-kira kalimat itulah yang Glenda pelajari dari tokoh figuran ini dalam novel. Situasi masih hening, tak ada sahutan. Tanpa ba-bi-bu lagi ia bergegas membuka pintu rumah.

Ctekk!

Saklar lampu dinyalakan, ruang utama berubah terang membuat Glenda mematung kaget. Terlihat, di hadapannya terdapat dua raga yang mendekatinya sumringah, sang wanita mengangkat bolu coklat dihiasi lilin berbentuk angka 17 sementara sang pria memakai topi ulang tahun juga terompet.

"Taraaa! Selamat ulang tahun, anakku!" 

"Ulang tahun?" beo Brenda, linglung.

"Kamu tidak ingat? Hari ini kan hari spesial anak Ibu tercinta," Ratih sang Ibu geleng-geleng kepala tak sangka. Tertawa pelan membuat kerutan di wajahnya tercetak jelas. "Ibu aja nggak lupa, masa kamu yang masih muda nggak ingat."

"14 Februari, bertepatan dengan hari Valentine. Sesuai nama kamu, Choco," tambah Aldo, sang Bapak. Bibirnya mencebik murung. 

"Padahal Bapak capek-capek bikin kostum semewah ini, malah yang ultahnya lupa. Sakit hati Bapak, Neng."

"Tuh, kan, Bapak kebiasaan, deh. Udah crot masih aja cengeng," gerutu Ratih menyentil dahi suaminya. Kemudian beralih menatap wajah sang anak dengan tampang ceria.

 "Yuk, tiup lilinnya, Nak. Habis itu kita rayain sama-sama, ya."

"Bapak ... Ibu ... nyiapin ini semua untuk aku?" tanya Glenda, sedikit meneteskan bening hangat.

Meskipun mereka mengenal Brenda hanya sebatas tokoh Choco Valentine, rasanya ini adalah hari ulang tahunnya juga. Sebelum pindah dimensi, Brenda disambut oleh hawa sunyi sesampainya di rumah. Tidak ada sambutan 'Selamat datang' dari sosok orangtua.Karena memang pada dasarnya, status Brenda yatim piatu. Namun sekarang, ia memiliki keluarga orang yang hangat dan menyambutnya dengan ucapan selamat. Mengingat hari lahir anak, merupakan suatu hal langka yang diingat orang tua. 

Ini keajaiban baginya, inilah kali pertama Brenda merasakan ucapan 'Selamat Ulang Tahun'.

"Udah, jangan nangis. Cup Cup Cup, anak pintar," sahut Ratih menenangkan, dirinya mengelus punggung Glenda yang bergetar akibat terisak-isak. Rumah sempit ini sepertinya sudah dimasuki oleh romantisme keluarga. Brenda berhambur ke pelukan sang Ibunda dan ayahnya.

"Huaaa! B-bapak sama I-ibu sayang sama Brenda- Choco?" pekik Brenda histeris, nyaris keceplosan.

"Iya, Nak. Di dunia ini tidak ada orangtua yang tidak menyayangi anaknya." Ratih ikut menangis haru. "Yuk, tiup lilinnya. Ibu punya sesuatu untuk kamu."

"A-apa itu?"

"Anggap aja hadiah. Hehehe."

Bersambung