webnovel

Beautiful Mate

Warning, 21+ mohon bijak dalam membaca. Avery Selena Dawn, seorang gadis yatim piatu 25 tahun yang baru saja lulus dari jurusan fashion design memutuskan untuk nekat mencoba melamar pekerjaan pada perusahaan fashion kulit dan bulu yang terkenal bernama Anima, karena kesulitan yang sedang melilit panti asuhan tempatnya tinggal dahulu yang menyebabkan anak-anak di sana kelaparan. Ia tentu saja sangat bersemangat ketika pada akhirnya diterima pada perusahaan itu. Perusahaan yang terkenal sangat ketat dan sulit menerima karyawan baru itu, bahkan memberinya kontrak khusus dan pendapatan yang terbilang tinggi untuk karyawan canggung yang tak berpengalaman sepertinya. Awalnya Avery mengira kontrak untuknya hanyalah sekadar kontrak kerja biasa sampai ia mengetahui bahwa kontrak itu adalah kontrak yang dibuat sendiri oleh Dominic Lucius Aiken, sang CEO sekaligus pemilik perusahaan itu ketika ia telah tinggal di mansion tua mewah yang sebelumnya ia kira adalah tempat khusus untuk para karyawan Anima. Tetapi dugaannya salah, ketika sang CEO sendiri ternyata juga bertempat tinggal di sana. Dominic, pria yang begitu tampan, gagah, misterius dan sangat mempesona itu, yang selalu terlihat dikelilingi oleh para wanita kemana pun ia pergi, membuat Avery sedikit muak. Pasalnya, ketika para wanita yang ternyata juga tinggal seatap dengannya, kerap memusuhinya dan selalu mencoba membuatnya tampak buruk ketika mereka mengira ia adalah 'mainan' baru sang Alpha! Tunggu, Alpha? Siapa? Dominic? Siapa ia sebenarnya hingga para wanita menyebutnya Alpha?!

Jasmine_JJ · Fantasy
Not enough ratings
84 Chs

Bau Anak Anjing

"CCIIIIITTT!!!"

Decitan rem berbunyi kencang ketika Lex menghentikan motornya di depan gedung Anima. Avery tak langsung turun karena ia masih memejamkan matanya. Ia masih belum dapat menguasai dirinya sepenuhnya karena masih merasakan sisa-sisa ketakutan karena cara Lex mengendarai motor.

"Nona, kita sudah sampai," ucap Lex sambil menepuk perlahan punggung tangan Avery yang memeluk pinggangnya dengan erat.

Avery perlahan membuka matanya dan mengerjap. Lex kemudian membantunya melepas helm dari kepalanya. Ia membimbing Avery yang masih linglung dan sedikit terhuyung ketika kedua kakinya kembali menapak ke jalanan. Dengan sigap Lex menahan kedua bahunya.

"Wow, kau tak apa-apa, Nona?" tanyanya.

Avery memejamkan matanya sekejap dan menghembuskan napasnya. Ia kemudian menatap Lex dengan tatapan kesal. "Apa kau tahu aku memejamkan mataku selama kau membawaku kemari?!" protesnya. "Aku memintamu untuk mengantarkanku ke kantor dengan hati-hati bukannya untuk mengantarkan nyawaku, Lex!" semburnya lagi sambil memukul bahu Lex dengan kesal.

Lex tergelak dan menghindar dari Avery agar berhenti memukulinya. "Tenang saja, Nona, selama kau mengendarai motor ini bersamaku, kau tak akan pernah celaka. Aku ini setangkas serigala muda yang sudah cukup memiliki kekuatan dan kecepatan. Jika untuk melindungi Nona, itu hal yang mudah bagiku," ucapnya bangga sambil tersenyum lebar. Ia persis seperti anak kecil yang puas dengan pekerjaannya.

"Serigala apanya, kau tampak seperti anjing imut di mataku," gumam Avery. Ia menatap gedung Anima dengan takjub.

"Oke, kuakui kecepatanmu, tapi lain kali kau harus memperhatikan perasaan seseorang yang kau boncengkan di belakangmu, terutama jika itu adalah seorang gadis. Kurasa kau akan ditinggal saat pertama kali berkencan jika kau membuat penampilan seorang gadis menjadi berantakan sepertiku sekarang ini. Tapi, terima kasih untuk tumpanganmu, Lex! Aku berhutang padamu!" ucap Avery sambil bergegas masuk.

"Tak masalah, Nona. Semoga harimu menyenangkan!" ucapnya sambil membalas lambaian tangan Avery.

Avery tak punya banyak waktu untuk memperhatikan sekitarnya atau sekadar menyapa karyawan lain di sana. Ia hanya ingin segera berada di lantai 5 dan masuk ke dalam toilet untuk membenahi penampilannya sebelum rapat pagi ini dimulai.

Ia sudah sedikit hapal letak-letak ruangan di lantai itu. Ia kemarin cukup memperhatikan setiap sudut dan ruangan di sana. Tak ingin menunggu lagi, Avery segera bergegas masuk ke dalam toilet. Ia mengeluarkan tas makeup kecilnya dan mulai memperbaiki penampilannya. Menyisir rambut, merapikan sedikit bedak dan lipstiknya sebelum ia keluar.

Tepat saat Avery keluar dari toilet dan berjalan menelusuri lorong, ia melihat serombongan orang sedang berjalan ke arahnya. Yap, itu adalah Dominic dan beberapa karyawan yang mengikutinya di belakangnya. Tiga saudara kembar pirang yang berjalan di dalam rombongan, tak luput juga dari pengamatannya. Avery bersiap menepi agar dapat memberi mereka ruang untuk berjalan. Ia mendesah lega karena berhasil sampai di kantor tepat waktu.

Avery sedikit tertegun dan takjub dengan cara ketiga kembar itu berjalan. Entah bagaimana caranya, mereka melenggok dan melangkah memperlihatkan lekuk serta bulatan-bulatan yang menonjol milik mereka, tiba-tiba mengingatkannya pada balon air yang begitu elastis. Hanya dengan sedikit guncangan, ia akan bergetar dan bergoyang-goyang, persis seperti kedua bukit kembar dan pantat mereka!

Bagus! Tiga balon air rupanya juga ikut rapat pagi ini. Terima kasih pada kalian karena aku hampir saja mengantarkan nyawaku dengan konyol karena perbuatanmu, Camila! Batin Avery geram. Andai bisa, aku rasanya ingin meletuskan balon-balon kalian! Tunggu, apa milik mereka bahkan asli!? Pikirnya lagi. Ia kemudian sedikit menggeleng untuk mengenyahkan pikirannya.

Avery sedikit mengangguk saat Dominic dan rombongannya melewatinya. Ia tak heran jika Dominic bahkan tak meliriknya. Ia juga tak heran saat ketiga kembar pirang itu juga menatapnya sinis. Jelas mereka terlihat kesal karena Avery berhasil masuk kerja tepat waktu.

Avery sedikit mengangkat alisnya dan menatap mereka seolah sedang menantang musuhnya. Ia tahu betul jika kembar tiga itu sedang kesal melihatnya.

"Avery, ayo!" bisik Clarita yang tiba-tiba menariknya ke dalam rombongan. "Tuan menginginkanmu untuk hadir dalam rapat," ucap Clarita lirih.

"Ya, aku tahu," jawab Avery. Ia sedikit bersungut dan menatap punggung Dominic dengan kesal. Dan terima kasih padamu Tuan Tampan, karenamu nyawaku hampir melayang! Batinnya lagi. Dan oh ... terima kasih juga pada salah satu balon airmu yang telah menumpahkan kopi. Oh ya Tuhan ... aku tak percaya harus menghadapi ini.

"Nona Clarita, boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Avery sambil berbisik lirih.

"Tentang apa?" tanya Clarita. Ia pun ikut berbisik.

"Apakah Tuan Dominic sudah menikah?" tanya Avery polos.

Clarita dan bahkan rombongan tiba-tiba terhenti saat Avery menanyakan pertanyaannya. Andai Avery tahu, mereka semua berhenti karena sedang tersentak dengan pertanyaannya. Bahkan Dom sendiri terkejut dengan pertanyaan Avery. Ia kemudian berdehem dan kembali berjalan seolah tak ingin menampakkan keterkejutannya sekian detik tadi.

"I ... ia belum menikah. Dan Nona Avery, tak ada lagi pertanyaan pribadi tentang apapun dan siapa pun di sini, oke?" balas Clarita. Ia sedikit gugup karena selain rekan kerjanya yang lain, ia tahu benar Dominic juga pasti mendengarnya.

"Oke, maaf. Baiklah aku mengerti," balas Avery. Ia kemudian mengangguk-angguk.

Ada jeda sejenak sebelum Clarita akhirnya bertanya. "Tapi ... mengapa kau tanyakan itu?" bisiknya lirih, meski ia tahu bahwa semua pasti dapat mendengarnya dengan jelas, ia tetap berbisik untuk meyakinkan Avery. Sejujurnya ia sendiri tak dapat membendung rasa ingin tahunya.

Avery sedikit mengerjap. "Well, jika ia beristri, aku hanya bertanya-tanya mengapa ia masih dikelilingi para wanita. Tapi tak heran jika ia pria lajang, mungkin mengoleksi wanita adalah hobi yang ... hmpf!" Sebelum Avery sempat menyelesaikan kalimatmya, ia sudah dibungkam Clarita dengan menutup mulutnya.

"Oke sudah cukup," bisiknya buru-buru.

"Kau yang bertanya," ucap Avery setelah melepas bekapan Clarita. "Lagipula ketiga balon, ah ... maksudku kembar tiga itu menyebutku mainan baru Dominic hanya karena aku tinggal di sana. Apakah kau percaya itu? Mereka bersikap sangat protektif terhadapnya. Oh ... bisakah aku tinggal di fasilitas kantor yang lain? Atau ... izinkan aku kembali ke tempat tinggalku sebelumnya?" pintanya.

"Kita bicarakan itu nanti," balas Clarita cepat sambil menarik Avery agar mengikutinya masuk ke dalam ruangan kaca yang sudah ia lihat kemarin.

Di dalam ruangan telah siap Jillian yang sedang memeriksa tumpukan berkas-berkas di atas meja. Dalam meja oval memanjang itu, para karyawan yang mengikuti Dom, segera mengambil tempat masing-masing di sana. Dom sendiri segera duduk pada ujung meja dan menjadi pusat perhatian semuanya, seolah itu memang tempatnya.

Entah kebetulan atau tidak, Avery duduk tepat berhadapan dengan Dominic dan benar-benar lurus sejajar menghadap dirinya. Pria itu sejenak menatap Avery lekat-lekat dengan raut yang sulit terbaca. Avery jelas merasa sedikit kikuk dan mencoba mengalihkan tatapannya sendiri ke arah lain. Ia kemudian mengambil sebuah buku miliknya untuk persiapan mencatat dalam rapat itu.

"Selamat pagi semuanya," sapa Dominic. "Kita akan segera memulai rapat hari ini. Ah, Clarita ... bisakah kau buka jendela di sampingmu? Yang lainnya juga tolong, karena kurasa ruangan di sini sedikit bau 'anak anjing' hari ini. Dom mengisyaratkan itu dengan gerakan tangannya yang sekilas menyentuh hidungnya sambil masih menatap Avery.

Walau tak benar-benar mengerti maksudnya, Avery jelas yakin jika itu ditujukan untuknya, melihat cara ketiga kembar itu menahan tawanya sambil meliriknya dengan tatapan mengejek. Ia sedikit mengerutkan alisnya dan perlahan menjumput rambutnya dengan mengendusnya diam-diam untuk memastikan itu. Bahkan ia semakin yakin saat menatap Dominic yang menyunggingkan sudut bibirnya dengan samar ketika matanya bertemu dengannya. Jelas! Kalimat tadi memang ditujukan untuknya! Avery menggigit bibir bawahnya seketika karena kesal.

Sungguh tidak sopan! Anjing? Ungkapan yang aneh. Apa itu ditujukan untukku?! Jika iya, mengapa harus bau anak anjing? Aku jelas-jelas bau kopi setelah salah satu 'balon-nya' menyiramku tadi! Batinnya. Apa itu ungkapan baru yang tak kumengerti, ya? Pikirnya lagi.

"Baik, cukup. Aku sudah cukup merasa segar dengan banyak udara yang masuk, mari kita mulai rapatnya," ucap Dominic lagi-lagi kembali menatap Avery lekat-lekat pada gadis manusia satu-satunya yang berada di ruangan itu, dengan kumpulan para werewolf di dalamnya.

"Tim design, perkenalkan anggota barumu," perintah Dominic mengacu pada Clarita.

"Baik, Tuan," balas Clarita sambil menyikut perlahan lengan Avery yang tampak masih belum mengerti jika yang dimaksud adalah dirinya.

"Nona Avery, silakan perkenalkan dirimu," pinta Dom sambil tersenyum 'ramah' ke arahnya.

"Tentu," balas Avery sambil tersenyum.

Aku akan memperkenalkan diriku yang bau anak anjing ini padamu, Tuan Kasar! Batin Avery geram. Ia mssih merasa kesal dengan perlakuan pria itu padanya. Ia hanya tak mengerti mengapa pemilik perusahaan bersikap kekanak-kanakan seperti itu?

Dom menantinya dengan mata berbinar. Ia sungguh tahu apa yang sedang dipikirkan gadis itu. Ia dapat dengan jelas membaca pikirannya sejelas gadis itu berbicara padanya sekarang. Gadis manusia mungil yang suka mengkritik dan mengatainya dalam hati itu sungguh membuatnya tertarik. Semakin gadis itu menunjukkan pertentangannya, semakin Dom ingin mempermainkannya.

Bahkan hanya baru dua hari ini mereka bertemu, gadis itu sudah beberapa kali mempermalukannya di depan anak buahnya sendiri.

____****____