webnovel

Pemakaman

"HIKS!" lirih Zalina menangis di atas makam kakak iparnya.

Bunga-bunga di taburkan di atas tanah merah yang masih bau basah itu, Darwin menyesalkan perbuatan istrinya, akan tetapi nasi sudah menjadi bubur dia tidak bisa mengembalikan keadaan seperti semula.

"Papa harus sabar Pah," Riana terlihat menangis berusaha menenangkan sang papa yang sedang di rundung duka.

"Papa bisa saja sabar Riana, tapi bagaimana jika Marcella tahu, kalau Papanya sudah meninggal," ucap Darwin menangis terisak di atas pemakaman Mahardika, kakaknya.

"Hari ini sangat berat bagi Marcella Suamiku, tapi walau bagaimanapun kita harus menyampaikan kenyataan ini padanya!" ucap Zalina berpura-pura sedih atas meninggalnya sang kakak ipar.

'Persetan dengan kesedihan Marcella, aku tidak peduli mau sesedih apapun dia, itu sudah menjadi nasibnya,' batin Zalina tersenyum.

"Sudah Ma," lirih Riana dengan lihainya bersandiwara di hadapan semua orang. "Riana tahu Mama sangat sedih, tapi kita tidak bisa melakukan apa pun Ma," lirih Riana terlihat menenangkan ibunya.

"Om kamu, Riana ... kasihan dia, Om kamu Orang baik," lirih Zalina menangis, menarik simpati orang-orang yang turut hadir di pemakaman Mahardika, tak terkecuali Reinard pun ikut bersimpati terhadap mereka.

Reinard hanya berdiri menatap mereka yang sedang berduka. Kemudian beralih pada makan Mahardika, papa dari perempuan yang dia cintai.

"Selamat jalan Om ... Rei janji sama Om, bahwa keselamatan Marcella akan menjadi tanggung jawab Rei," lirih Reinard menggenggam Nisan Mahardika.

"Rei ... terima kasih sudah datang ke pemakaman Om Mahardika ya, semoga kau tetap berada di samping Marcella, apapun yang terjadi padanya!"

Reinard menatap tajam pada Riana, setelah pernyataan yang terdengar mencurigakan itu.

"Maksud kau apa berkata demikian?"

Sejenak Riana terdiam, dalam benaknya sedang mencari alasan agar dia tidak di curigai oleh Reinard. "Begini maksud aku Rei ... tolong cintai Marcella sepenuh hati, kita kan belum tahu apa yang akan terjadi kedepannya!" jawab Riana sambil menggigit bibir bawahnya.

'HUH! Hampir saja!' desah Riana pelan.

Kemudian Riana berjalan menjauhi Reinard, ia kembali kepada ibu, dan juga papanya. "Ma, Pa! lebih baik kita kembali ke Rumah sakit, barangkali Marcella membutuhkan kita di sana!" cetus Riana sengaja menghindari Reinard.

Riana tidak mau jika dirinya di curigai oleh Reinard atas insiden memilukan yang di hadapi oleh Marcella, dan Omnya.

"Benar yang kamu katakan Nak ..." ucap Zalina. Lalu mengajak suaminya untuk kembali ke rumah sakit. "Ayo Suamiku, kita harus secepatnya kembali!" ajaknya.

Darwin melangkahkan kakinya lebih dulu menuju mobil, tanpa membalas sepatah katapun dari istrinya. Darwin masih kesal terhadap Zalina, yang telah tega mencelakakan kakaknya, sendiri.

Di tengah perjalanan Darwin menatap jalanan, hatinya masih merasa bersalah atas kebahagiaan keponakannya yang telah di rebut paksa oleh tantenya sendiri.

Riana tersadar jika sejak tadi Papanya itu terlihat sendu. "Pah ... kenapa?" Riana bertanya terhadap sang papa.

Darwin segera menyeka air matanya. "Tidak kenapa-kenapa Nak, Papa hanya sedih saja, kenapa Om kamu begitu cepat meninggalkan kita," lirih Darwin menimpali Riana, putrinya.

Namun, Zalina sangat tidak suka terhadap sikap suaminya yang terbilang lembek dan terlihat tidak senang atas meninggalnya Mahardika, berbeda dengannya yang sangat bahagia atas kematian kakak iparnya itu.

"Sudahlah Pah, percuma kau menangisi Kak Mahardika, dia sudah tenang di alam sana! Yang terpenting harta kekayaannya itu akan jatuh sama kita Pah!"

Zalina tampak terlihat bahagia atas meninggalnya Mahardika, di otaknya kini hanya ada uang dan uang.

"Dan tentunya kita akan mendapatkan apa yang kita mau, iya kan Ma?"

"Tentu saja sayang ... kita akan mendapatkan apa yang kita mau, termasuk kau mau Reinard pun Mama akan berusaha mendapatkannya demi kamu!" seringai Zalina menghibur putrinya.

"Hore! Akhirnya Ma, aku akan memiliki apapun yang aku mau, tanpa harus takut tersaingi oleh Marcella!" tukas Riana tersenyum penuh kemenangan.

Kurang lebih memakan waktu perjalanan satu jam, Darwin membelokan mobilnya memasuki rumah sakit, tempat keponakannya di rawat.

BRUG!!!

Suara pintu di buka, kemudian di tutup kembali. Darwin, Zalina dan juga Riana melangkah secara bersamaan menuju ruang rawat tempat Marcella terbaring lemah.

Terlihat seorang Dokter baru saja keluar dari dalam ruangan tersebut.

Dengan segera Darwin menghampiri Dokter itu, ia bertanya tentang ke adaan keponakannya.

"Bagaimana keadaan keponakan saya Dok?"

Dokter itu pun menimpalinya. "Keadaan Nona Marcella masih sangat kritis Pak, saya harap kalian terus menjaganya, kami akan usahakan yang terbaik untuk pengobatan Nona Marcella!"

"Lakukan Dok, saya sangat takut kehilangan keponakan saya!" ujar Darwin tulus.

Sementara Zalina kesal, begitu juga dengan Riana. Sikap Darwin sangat bertolak belakang dengan istri dan putrinya.

'Si Papa apa-apaan sih, masih saja mengasihi Marcella,' dengus sebal Zalina, menatap tajam pada suaminya.

"Ma, kalau begitu aku pamit ke toilet dulu ya!" ijin terhadap sang ibu.

"Iya sayang, silahkan!" balas Zalina tersenyum pada putrinya.

Perlahan Riana pergi menuju toilet, dia kesal dengan yang terjadi kini perhatian Papanya benar-benar teralihkan pada Marcella.

"ARGH!" teriak Riana kesal.

"Dulu Om Mahardika yang perhatian pada Marcella, sekarang Papa malah ikut-ikutan! Aku tidak akan pernah memaafkanmu Marcella, kenapa kau tidak mati saja!" murka Riana di dalam toilet ia memaki bayangannya, di dalam cermin.

"Aku akan menghancurkan kamu Marcella, bahkan sampai kau malas untuk hidup lagi!" kesal Riana.

Setelah puas menumpahkan kekesalannya, Riana segera kembali menuju ruangan sepupunya.

Terdengar langkah gontai dari pria tampan dan rupawan, terlihat bersama papanya, datang untuk menjenguk Marcella.

"OH MAY! Itukan Om Rehan, ia itu calon Papa Mertuaku!" gumam Riana dengan segera menghampiri Reinard, yang terlihat datang dengan Papanya.

"Halo Om! Apa kabar?" Riana langsung menyalim tangan Rehan, ayah dari Reinard pria yang di taksirnya.

"Ya ampun Pak Rehan ... terima kasih sudah mau repot-repot datang menjenguk keponakan kami!" ujar Zalina ikut menimrung.

"Sama-sama Nyonya Darwin, tentu saja saya akan menjenguk Putri sahabat saya, walau bagaimanapun Marcella itu kan Calon Istri dari Reinard, mereka akan menikah setelah kesembuhan Marcella!" terang Rehan.

DEGH!

Zalina kesal atas pernyataan yang terlontar dari mulut Rehan, dia tidak rela jika Reinard akan memperistri Marcella.

"AHAHAHA! Saya terharu mendengarnya Tuan, semoga saja Marcella cepat sembuh!" ujar Zalina tersenyum kecut.

'Semoga kau mati Marcella, kenapa kau selalu saja membuat hidup Putriku sudah!' umpat Zalina dalam hatinya.

Kemudian Reinard ikut menimpali ucapan Papanya, iya semakin membuat hati Riana terasa panas ketika mendengarkan penuturannya.

"Terima kasih Pah ... sejak dulu Reinard sangat sayang sama Marcella, dan sekarang Reinard semakin yakin kalau Marcella adalah jodoh Reinard!" tutur Reinard tanpa tahu dengan perasaan Riana.

Wajah Riana terasa panas, matanya mulai berkaca-kaca dia kesal atas pernyataan Reinard, yang berencana menikahi Marcella.

DEGH!

Bersambung...

Follow IG Blazingdark15...