webnovel

Hadiah Ulang Tahun Memilukan

"ARGHHH!"

Teriak Mahardika membanting stir ke samping, sialnya mobil bus melaju sangat kencang dari arah samping.

TIT! TIT! TIT!

Bunyi klakson dari bus yang melaju sangat kencang menubruk mobil yang di kendarakan Mahardika.

"Sial! Kenapa mobil remnya blong?" gumam Mahardika heran, mobilnya meluncur bebas terhadap mobil bus.

BRAG!

Kaca mobil mewah sang konglomerat Mahardika pecah berserakan, terpelanting di tengah jalan. BRAK! BRAK! BRAK!

"AKHHH!" pekik Mahardika, dengan darah yang mengucur deras dari kepalanya.

Sementara mobil ambulans yang membawa Marcella terus bergerak cepat, tidak memperdulikan kecelakaan hebat yang tengah di alami Mahardika.

'Selamat jalan Kakak Iparku sayang ... semoga kau tenang di alam sana,' Zalina tersenyum menatap dari balik pintu kaca, mobil ambulans.

"Tolong hentikan mobilnya Pak!" Darwin meminta ambulans berhenti, lantaran Darwin melihat kakaknya mengalami kecelakaan di belakangnya.

"Tidak! Kita jalan terus Pak, Marcella harus segera di tangani!" larang Zalina, terhadap sopir ambulans.

"Tapi Kak Mahardika?" ucap Darwin.

"Biarkan saja!" seru Zalina.

"Tapi Istriku, kasihan Kak Mahardika, dia membutuhkan kita saat ini!" tukas Darwin kesal terhadap istrinya.

"Tidak bisakah kau diam, cukup ikuti saja perintahku!" umpat Zalina melarang suaminya untuk menyelamatkan Kakaknya.

"Jangan katakan kalau ini rencanamu!" tukas Darwin murka.

"Jangan asal tuduh, aku sama sekali tidak tahu!" umpatnya.

Hujan turun seiring berjalannya mobil ambulans, air hujan merah bercampur darah yang mengucur dari kepala Mahardika yang terhimpit di antara setirnya.

"Marcella!" ucap Mahardika suaranya semakin melemah, seketika memejamkan matanya di tengah guyuran hujan, Mahardika tidak ada yang menolongnya sama sekali.

Sementara Marcella telah sampai di rumah sakit, segera di larikan ke ruangan ICU. Tim Dokter segera mengambil tindakan untuk Marcella.

"Saya harap kalian menunggunya di luar," ujar Dokter menghentikan langkah Zalina, dan Darwin.

Zalina berpura-pura menangis, melihat keponakannya terbaring tak sadarkan diri di atas ranjang.

"Bagaimana keadaan Marcella sekarang?" tanya Reinard baru saja datang.

"Marcella akan baik-baik saja Rei ... kamu yang sabar ya," Riana menenangkan Reinard yang terlihat mengkhawatirkan sepupunya, Marcella.

"Benar yang di katakan Riana, Rei ... kamu yang tenang ya, kamu doakan saja dia," ucap Zalina.

Kemudian Zalina meminta bicara pada putrinya. "Riana, Mama perlu bicara sama kamu, ayo ikut Mama sebentar!" ajak Zalina berjalan lebih dulu.

Kemudian Riana menimpali ibunya. "Iya Ma!" jawabnya mengikuti langkah gontai sang ibu.

Setelah merasa cukup jauh dengan Reinard, dan Darwin, barulah Zalina menceritakan yang sebenarnya pada sang putri, Riana.

"Apa yang ingin Mama bicarakan denganku?" tanya Riana bersedekap tangan.

"Mama ingin memberitahu kamu, kalau semua masalah yang terjadi ini adalah rencana Mama, kamu harus merebut Reinard dari Marcella putriku!"

"Benarkah? Semua ini rencana Mama, oh Mama terima kasih ..." Riana memeluk ibunya. Lalu memujinya. "Kau memang Ibu terbaik di dunia ini Ma!" puji Riana terhadap sang ibu.

"Apapun akan Mama lakukan Putriku, semua ini demi kamu, tapi sayang Marcella masih selamat!" ujar Zalina, padahal sebenarnya Zalina berniat membunuh Marcella, tapi Tuhan lebih sayang pada Marcella.

"Baiklah Ma, Riana akan lakukan sesuai yang Mama perintahkan, aku akan merebut apa yang seharusnya menjadi milikku, dan Marcella akan tahu bagaimana rasanya sakit hati!" seringai Riana dengan tatapan liciknya.

"Ayo sekarang kita kembali pada Papamu, Mama takut kalau Reinard mencurigai kita," ucap Zalina tersenyum penuh kemenangan.

Terlihat Darwin sangat khawatirkan putri kakaknya, yang terbaring lemah, di atas ranjang perawatan. Wajahnya terlihat sangat kusut, ia memikirkan Kakaknya yang mengalami kecelakaan, tapi pada saat akan menolongnya Zalina menghadangnya.

"Om ... bagaimana bisa lampu di atas panggung itu terjatuh dan menimpa saya, dengan Marcella?" ujar Reinard terlihat curiga.

Kemudian Reinard menatap Darwin lagi, Reinard sangat curiga pada Om Darwin. "Om yang menghandel persiapan acara peresmian, sekaligus ulang tahun Marcella kan?"

"Tidak!" seru Zalina mengalihkan perhatian Reinard. Perlahan Zalina dengan Riana duduk di samping Reinard, juga Darwin.

"Maksud Tante, Om Darwin tidak tahu menahu dengan persiapan itu Rei ..." seloroh Zalina, berusaha meyakinkan Reinard.

"Benar yang di katakan Mamaku Rei ... Papa benar-benar tidak terlibat dalam persiapan pesta itu!" ujar Riana menjelaskan.

Reinard bangkit dari tempat duduknya, kembali menatap pada Marcella yang masih berada di dalam ruangan ICU.

'Semoga kau cepat sembuh Cell, aku tidak tega melihatmu seperti ini,' lirih Reinard tak tega melihat Marcella, terbaring lemah. Matanya di balut perban dan hidungnya di bantu pernapasan.

"Kau jangan terlalu khawatirkan Marcella, Rei. Aku yakin dia akan baik-baik saja," ucap Riana memeluk Reinard dari belakang.

Refleks Reinard melepaskan pelukan tangan dari Riana. "Jangan kurang ajar ya! Sungguh kau itu tidak tahu malu Riana!" tukas Reinard, menghempas tangan Riana.

Riana langsung menundukkan kepalanya, dan meminta maaf. "Aku minta maaf ... sungguh tidak bermaksud kurang ajar," ucap Riana merasa bersalah.

"Simpan saja maafmu!" tukas Reinard meninggalkan Riana.

Riana merasa terhina karena mendapat penolakan dari Reinard, pria yang sangat di cintainya.

Reinard berjalan menuju lobby rumah sakit, dia tidak sengaja melihat tubuh pria yang sangat familier baginya, sudah terbaring lemah, dengan wajah pucat pasi dan kucuran darah terus mengalir dari kepalanya.

"Om Mahardika!" pekik Reinard melihat pria yang sangat dia segani. "Apa yang terjadi?" tanyanya lagi.

"Beliau mengalami kecelakaan, tapi sayang nyawanya tidak bisa di selamatkan!" salah satu perawat menyampaikan informasi bahwa Mahardika sudah meninggal dunia.

DEGH!

"Ti-tidak mungkin ..." lirih Reinard, ia tidak bisa membayangkan jika pada saat Marcella siuman mengetahui Papanya telah meninggal, maka hati Marcella akan hancur, dan sangat sedih.

Buliran bening jatuh dari sudut mata Reinard, dia sangat tidak menyangka kalau Mahardika, akan meninggal secepat itu.

"Om ... kenapa Om tega meninggalkan Marcella, kasihan Putri Om," lirih Mahardika.

"Kak Mahardika!" teriak Zalina histeris melihat kakak iparnya meninggal, begitu pun dengan Darwin dan Riana.

"Om, bangun Om ... kenapa Om harus pergi meninggalkan Riana, Om bangun," lirih Riana menangisi jenazah Mahardika.

Lalu bergumam dalam hatinya. 'Selamat jalan Om ... terima kasih telah pergi ke alam baka!' gumam Riana, terselip kebahagiaan setelah Mahardika meninggal.

"Ini hanya mimpi kan? Kak Mahardika tidak meninggal kan?" lirih Darwin menangisi kakaknya, yang terlihat pucat pasi.

Reinard merasa sedih atas meninggalnya Mahardika papa dari perempuan yang dia cintai. Bukan soal tentang kematian Mahardika yang dia tangis, tapi nasib dari perempuan yang teramat sangat dia cintai.

Marcella akan menjalani hari-hari terberatnya, setelah papanya meninggal dunia.

Jenazah Mahardika segera di bawa ke ruang pemandian, untuk segera di kafani agar secepatnya di makamkan.

"Suamiku, kita harus secepatnya menguburkan Jenazah Kak Mahardika," ujar Zalina terhadap suaminya.

Bagaimana jadinya kalau Marcella tahu, kalau Papanya telah tiada?

Bersambung ...

follow IG Blazingdark15...