webnovel

Senam Di Hari Minggu

Hari sebelumnya…

Setelah belakangan ini mengenalnya, Arin memang sudah tahu kalau Alisa sepertinya adalah tipe anak yang mudah tersenyum seakan dia sangat mudah dihibur oleh hal sekecil apapun. Tapi meski begitu, hari ini Alisa rasanya kelihatan lebih senang dari biasanya. Karena bukan hanya senyum-senyum, Alisa bahkan sampai lompat-lompat saking semangatnya.

"Kenapa dia imut banget?" Celetuk Arin tanpa sadar. Entah karena matanya yang sudah normal atau apa, tapi senyum Alisa benar-benar terlihat sangat cerah pagi ini.

Bahkan Mary yang mendengarnya saja sampai tertawa. "Haha, dia memang begitu kalau hari minggu."

"Tapi betulan karena acara senamnya? Bukan karena bubur jagungnya?" Tanyanya. Walaupun temannya tidak banyak—hampir tidak ada—Arin setidaknya tahu kalau tidak banyak orang yang suka dengan acara senam mingguan ini.

"Aku tahu kan! Awalnya Aku juga berpikir begitu. Tapi setelah kuperhatikan, kurasa dia memang suka acara senam mingguan begini. Soalnya dia semangat sekali pas mengikuti gerakan nyonya Julia." Balas Mary sambil tertawa.

Entah siapa yang membuat peraturannya, Aviara menjadikan hari minggu sebagai hari wajib olahraga. Katanya sih bisa berbeda dari waktu ke waktu, tapi supaya mudah diawasi, normalnya yang perempuan dapat jadwal senam di lapangan asrama, selagi yang laki-laki main sepakbola atau apapun di lapangan lain.

Kalau disebut wajib—yang artinya harus berurusan dengan Osis jika melanggar—tentu saja semua orang tidak punya pilihan selain menurut. Tapi kalau memang harus memilih satu hal bagus mengenai acara ini, sudah pasti semua orang akan menjawab bubur jagung spesial yang hanya bisa didapatkan pada hari minggu. Bukan sandwich atau susu kedelainya, tapi bubur jagungnya, yang katanya pakai resep khusus dari Hilda.

"Kau masih baca itu?" Tanya Arin kemudian karena melihat Mary malah kembali sibuk menggeser-geser layar handphonenya. Tanpa perlu dilirik pun Arin sudah tahu kalau daritadi Mary sedang sibuk melihat forum sekolah.

"Yaa, hanya memastikan apa kak Fiona tidak melakukan sesuatu lagi." Sahut Mary yang cengar-cengir. "Apa karena ini hari minggu…? Lihat, keyword-nya saja masih trending." Lanjutnya sambil menyodorkan handphonenya ke wajah Arin. Yang di layarnya tertulis 'Selamat Pagi Rei!'.

Arin cuma memalingkan wajahnya karena tidak mau lihat. Tapi Mary tetap saja memamerkan handphonenya. Tidak perlu memeriksa forum lagi juga dia sudah bosan mendengarnya dari seluruh murid selama seminggu ini, tentang cara unik Fiona menyapa ketua Osis itu setiap paginya.

Mulai dari melemparkan pot bunga ke kepalanya, merubuhkan pohon untuk menggencetnya, sampai berusaha memanggangnya jadi setengah matang. Dan tidak lupa, Fiona selalu mengakhirinya dengan ucapan 'selamat pagi Rei' seakan itu adalah tren sapaan baru.

Semua orang berpikir mungkin penyakit iseng Fiona yang ekstrim hanya sedang kambuh. Tapi tentunya ada segelintir orang yang tahu kalau Fiona sebenarnya sedang melampiaskan kekesalannya karena habis dikurung selama hampir 2 hari di bola kaca buatannya sendiri…

Arin bahkan ingat pernah mendengar Rei mendesah pelan setelah mengobati matanya minggu lalu. "Hh, Fiona akan menggangguku berminggu-minggu karena ini." Celetuknya waktu itu dengan pasrah.

Padahal tadinya semua orang juga kaget dan khawatir saat Fiona melakukan semua itu kepada orang yang katanya 'teman'-nya. Tapi setelah berkali-kali dilihat, sekarang semuanya malah jadi agak menantikan apa yang akan dilakukan Fiona selanjutnya. Mengingat mereka tidak perlu lagi khawatir pada Rei yang selalu bisa melindungi dirinya.

"Mataku sudah jelas. Tidak perlu kau dekatkan lagi!" Keluh Arin akhirnya sambil menjauhkan tangan Mary. "Jangan-jangan kau fans kak Fiona ya?" Tuduhnya.

Tidak langsung membantahnya, Mary malah memainkan bibirnya sejenak. "Yaa, kuakui kak Fiona memang keren. Tapi sejujurnya yang lebih seru adalah saat kak Rei menghindari semua kejahilan kak Fiona kan ya? Bahkan sepertinya dia tidak pernah terluka sama sekali." Katanya.

Meski kemudian ekspresinya jadi datar sejenak. "Yaa, kecuali sekali."

"Ahh…" Celetuk Arin yang langsung paham. "Yang karena Alisa itu ya…" Tambahnya sambil melirik ke arah Alisa yang masih pemanasan dengan teman-teman sekelasnya yang lain.

Tapi mungkin karena sadar kalau Arin melihat ke arahnya, Alisa jadi berpikir kalau dirinya dipanggil dan akhirnya memutuskan untuk berlari mendekat. "Nyonya Julia agak lama ya datangnya hari ini." Katanya. "Kalian sedang apa?"

"Tidak ada. Cuma sedang membicarakan kebaikanmu yang membuat kak Rei jadi terluka." Celetuk Mary agak tertawa, meski Alisa yang mendengar itu seketika langsung memasang wajah getir dan bibir yang tertekuk.

Kejadian itu baru dua hari yang lalu, di mana Fiona sudah siap menjalankan sapaan selamat paginya pada Rei. Dan hari itu dia berencana meledakkan tanah di pijakan Rei untuk menguburnya hidup-hidup dan langsung melemparkan bola api ke wajahnya saat orangnya menghindari itu.

Tapi Alisa yang hari itu kebetulan datang ke sekolah di jam yang sama dengan rencana itu berlangsung, malah spontan lari ke tempat Rei untuk mendorongnya menjauh dari tanah yang runtuh itu. Sehingga Rei yang tadinya sudah akan menghindarinya malah terpaksa ikutan jatuh ke lubang untuk menyelamatkan Alisa--sampai akhirnya harus melindunginya dari batu-batu beton yang sudah akan mengubur mereka berdua.

Alhasil, Rei jadi mengalami gegar otak ringan dan banyak lecet lainnya selagi Alisa hanya perlu mengganti seragamnya yang belepotan tanah.

"Eyy, tidak apa! Setidaknya kak Rei tidak marah padamu." Balas Mary lagi meski dia masih agak geli kalau mengingat kejadian itu.

"Kak Rei tidak marah?" Tanya Arin lagi yang waktu itu memang tidak melihatnya langsung. "Rasanya dia tipe yang akan marah…" Lanjutnya ke arah Alisa seakan minta kepastian.

Dan setelah diam sejenak, Alisa pun akhirnya menjawab, "Kak Rei cuma melotot padaku sampai wajahnya berurat…"

'Itu sih jelas marah…' Celetuk Arin dalam hati.

"Tapi setidaknya kak Rei sempat bilang terima kasih sebelum pergi kan?" Tambah Mary lagi. "Kalau dipikir-pikir kak Rei sepertinya punya sifat aneh yang seperti itu ya…" Gumamnya kemudian.

"Maksudnya?" Tanya Arin dan Alisa bersamaan karena tidak memahaminya.

"Yaa, itu. Seperti sifat aslinya sebenarnya bukan orang baik, tapi entah kenapa dia seperti memaksakan diri untuk tidak jadi orang jahat… Apa itu kedengaran masuk akal…? Ah, tidak tahu. Pokoknya begitu!" Ocehnya kebingungan sendiri.

"Tuh, nyonya Julianya sudah datang." Lanjutnya kemudian sambil berdiri.

Mengikuti Mary, Arin dan Alisa pun akhirnya ikut berjalan ke tengah lapangan juga. Tapi karena masih ingat pembicaraan tadi, Arin jadi sadar akan sesuatu.

"Tapi dipikir-pikir, kak Hana dan yang lain tidak pernah datang ke sini ya?" Celetuknya. "Kak Ruri juga tidak ada." Tambahnya sambil melihat sekeliling.

"Ah, itu. Aku juga sudah pernah tanya kak Hana karena Aku penasaran kenapa dia tidak pernah kelihatan saat senam." Balas Alisa. "Tapi katanya karena asramanya jauh dari sini, kebanyakan ketua divisi seperti kak Hazel dan anggota Vip jadi jarang ikut senam di sini."

"Hm?" Tapi saat dibalas begitu, Arin malah jadi diam dan menghentikan langkahnya. "Tunggu, mereka tidak tinggal di sini?" Tanya Arin.

"Aku juga baru tahu itu. Tapi sepertinya mereka punya asrama khusus di dekat gedung Osis, jadi mereka tidak tinggal di asrama yang sama seperti kita." Ceritanya. "Ya kan, Mary?"

"Yep! Dan tidak perlu ditanya, asrama mereka jelas lebih bagus dan lebih besar daripada yang ini." Balas Mary mengiyakan. Meski setelah itu dia malah melipat bibirnya. "Walaupun mungkin alasannya bukan cuma itu sih."

"Apanya?"

"Oke, semuanya! Mulai pemanasan dulu ya!" Teriak bu guru mereka di depan.

Tapi karena gosip mereka mereka belum selesai, Mary pun membalas sambil mulai menggerakkan kakinya. "Senam ini!" Balasnya.

"Maksudku, coba saja bayangkan kalau orang-orang seperti mereka ikutan datang ke sini. Saking canggungnya semua orang mungkin akan langsung pura-pura sakit dan bolos." Katanya.

"Aku rasa tidak segitunya…" Balas Alisa.

"Mungkin tidak. Tapi image mereka memang segitunya." Balas Mary lagi. "Walaupun tetap saja, bisa pindah ke asrama itu adalah salah satu impian semua anggota Osis. Aku juga mau!" Ceritanya semangat.

Arin kelihatannya sedikit terperangah mendengar informasi itu, tapi anehnya kepala Alisa malah melayang ke arah lain. "Tapi kalau kau pindah, nanti Aku tidak bisa main ke kamarmu lagi." Keluhnya kedengaran tulus.

"Aww! Tenang saja. Kalau kau ikut pindah, masalahnya selesai." Balas Mary sambil merangkul pundak temannya.

Tapi Arin yang mendengar itu langsung mengerutkan alisnya sampai telat menggerakkan tangannya. "Maksudmu Alisa harus jadi ketua divisi juga?" Tanyanya dengan nada kaget seakan itu adalah malapetaka besar.

"Sebaiknya jangan. Nanti kau jadi ketularan aneh seperti kak Hazel atau kakak lainnya. Apalagi seperti kak Fiona!" Katanya, yang langsung membuat Alisa dan Mary jadi terkekeh mendengarnya.

"Meski begitu salah satu kakak aneh itu sudah menyembuhkan matamu jadi normal, kau tahu." Balas Mary kemudian, meski setelah itu dia malah mendekatkan dirinya untuk berbisik. "Bahkan sampai memberikanmu banyak sihir."

"...Yaa, tapi itu kan karena mereka punya taruhan aneh duluan." Balas Arin getir. "Walaupun Aku memang agak senang dengan hasil akhirnya, kalau bisa Aku tidak mau berurusan dengan mereka lagi." Katanya.

Dan ternyata kali ini Mary langsung mengangguk-angguk. "Kalau itu memang… Soalnya berurusan dengan anggota Vip biasanya memang pasti terlibat masalah." Katanya setuju.

"Kalau dilihat seperti itu, kak Hazel mungkin termasuk mendingan." Tambahnya, sambil memandang ke seberang lapangan.