webnovel

Meeting (3)

"Apa yang kau bicarakan? Masih terlalu cepat kalau mau merasa lega tahu."

"…?" Hana sudah akan menanyakan maksudnya, tapi kemudian dia menangkap ada ketua yang mengangkat tangannya lagi.

Itu Loki.

"Well, Aku yakin cepat atau lambat semuanya akan selesai. Terutama kalau kalian memang mau turun tangan langsung." Kata laki-laki itu memulai. Dia mengulum senyum kecil, tapi itu jelas bukan senyum yang ramah. "Tapi bukan hanya Aku kan yang berpikir kalau masalah utamanya bukan di situ?"

"..." Merasa kalau Loki pasti membicarakan topik yang sensitif, semuanya cuma bisa terdiam dan menggeliat gelisah saat mendengarnya.

Tapi ternyata ada seseorang yang menyahut, yaitu Ello. "Bukan hanya penanganan, kita juga butuh pencegahan. Kan?" Katanya, yang sukses membuat Loki mengangkat kepalanya dengan bangga.

Bahkan Vivy juga ikutan menyahut. "Memang, tidak ada gunanya kalau kita memperbaiki semuanya kalau Fiona berencana merusaknya lagi." Katanya. "Buang-buang tenaga dan uang."

"Bukan cuma penanganan, kami juga butuh jaminan. Jaminan kalau dia tidak akan membuat masalah seperti itu lagi." Kata Loki lagi. Bahkan meski semua orang enggan menyetujuinya terang-terangan, kebanyakan dari mereka tetap ikut mengangguk-angguk kecil.

Rei yang sudah menduga itu terdiam untuk menertawakan nasibnya dulu. Tapi ternyata Hana malah sudah kena serangan mental duluan!

"Ta-Tapi kalian tahu pembahasan ini tidak pernah ada solusinya." Balas Hana gelagapan. "Soalnya mau seperti apapun, tidak ada cara untuk mengendalikan Fiona. Bahkan untukku dan Rei…" Lanjutnya sebisa mungkin.

"..." Kasihan melihat Hana mulai tercekat sendiri, Rei pun ikutan membalas. "Aku tidak bisa membunuh Fiona, kalau itu yang kalian mau. Sayang, Aku tahu."

Langsung dibalas seperti itu, semua orang pun kembali terdiam.

Tapi ternyata Layla mulai ikutan juga. "Kau juga tidak bisa mengeluarkannya dari sekolah?" Tanyanya blak-blakan.

"Dan berusaha menyeretnya keluar dari sekolah? Hidup-hidup?" Balas Rei dengan tawa sarkasnya. "Membunuhnya jadi kedengaran lebih masuk akal."

"Tapi meski mereka tidak bisa melakukan semua itu," Ten berbisik pada Hazel sambil mendekatkan kepalanya. "Mereka pasti bisa mengeluarkannya dari Vip kan? Maksudku…" Tapi ternyata suaranya kurang pelan. Sehingga bukan hanya Rei, semua orang juga langsung menoleh ke arahnya.

Walaupun… Seberapapun masuk akalnya perkataan itu, sayangnya semua orang juga sudah tahu jawabannya. Makanya Hazel yang kasihan pun akhirnya perlu menarik Ten ke balik kursi untuk menjelaskannya.

"Kau pikir kenapa mereka membiarkan kak Fiona jadi Vip pada awalnya?" Kata Hazel yang terdengar gemas. "Itu karena sebelum jadi Vip, dia terus-terusan menerobos masuk ke sini bahkan sampai berusaha menghancurkan gedung ini. Dibanding kak Fiona yang gila, kak Fiona yang sirik jauh lebih mengerikan."

"Dan…" Timpal Rei ikutan. "Meski tidak kelihatan, sebenarnya lebih mudah untukku dan Hana kalau mengawasinya dari dekat."

"Bukan karena kau membutuhkannya?" Sindir Loki.

"Ha... Tentu, itu juga." Balas Rei santai yang sama sekali tidak tersinggung.

"Percaya atau tidak, masalah yang ada di sekolah ini bukan hanya berasal dari Fiona saja. Jadi kadang Aku membutuhkannya, untuk masalah lain." Lanjutnya, terdengar seperti menyindir balik.

Dilihat dari kerutan alisnya, kelihatannya Loki juga agak terpancing mengenai itu. "Meski begitu Fiona tetap harus dihukum! Apalagi setelah kekacauan minggu lalu. Apa kau bahkan tahu di mana dia sekarang?" Katanya. Bagaimanapun dia dan Rei memang sudah buat perjanjian kalau Fiona juga harus datang rapat hari ini.

Asdjksjs!! Hana yang panik setengah mati spontan menarik lengan Rei seperti takut bagaimana mereka harus menjawabnya. 'Rei, bagaimana ini?!'

Tapi sama sekali tidak tertular, Rei malah menarik tangannya, dan menunjuk ke kursi kosong yang ada di sampingnya. Atau lebih tepatnya ke arah pajangan kaca yang berbentuk burung merpati itu--yang setelah diingat-ingat memang biasanya tidak ada di sana.

"Aku mengurungnya di situ." Kata Rei, spontan mengagetkan semua orang.

"...Fiona di situ? Yang benar?" Celetuk Layla tidak percaya.

"Habisnya seseorang menyuruhku membawanya ke rapat, jadi…" Balas Rei.

"..." Mereka ingin saja bertanya 'bagaimana', tapi dari sekian banyak sihir yang bisa Rei lakukan, sebenarnya tidak aneh kalau dia bisa melakukan hal seperti itu. Malah, itu juga bukan sihir paling tidak masuk akal yang pernah mereka lihat dari Rei.

"Berapa lama kau bisa mengurungnya seperti itu? Apa tidak bisa selamanya sekalian?" Kata Vivy kemudian.

"Sebenarnya Aku pikir Fiona akan keluar sendiri setelah seminggu, jadi tadi Aku khawatir dia akan lompat di tengah rapat… Tapi sepertinya sihirku sedikit lebih bagus dari yang kupikir."

"Ah, dan… Fiona bisa mendengar semuanya dari sana. Jadi kalau dia betulan keluar, Aku sarankan kalian langsung kabur keluar jendela saja." Tambah Rei.

"..." 'Mati kita!'

Bukan cuma panik, semua orang sebenarnya sudah langsung ingin lompat keluar jendela sekarang--terutama orang-orang yang sempat bicara buruk tentangnya. Kalaupun akan mati, mati di tangan Fiona adalah hal yang paling tidak diinginkan semua orang!

Melihat semua orang gemetaran, Rei merasa agak bangga dengan dirinya. Tapi sembari menahan senyumnya, dia pun mengambil pajangan kaca itu--hampir buat semuanya kena serangan jantung karena takut kalau Rei akan membantingnya ke lantai.

"Tapi sepertinya memang agak menakutkan kalau melihatnya terus…" Kata Rei, yang ternyata hanya memberikannya pada Hana. "Simpan di bawah meja dulu."

"..." Hana mengambil pajangan itu, tapi dia juga memberikan pandangan yang aneh pada Rei. Pandangan yang sama dengan pandangan Hazel sekarang, satu-satunya ketua divisi yang tahu kalau Rei sedang berbohong.

Bahkan meski dia sudah menyelamatkan wajah mereka di hadapan ketua yang lain, Hana tetap tidak senang melihat Rei bisa membual semudah itu pada semua orang. Membuatnya berpikir kalau Rei juga bisa melakukannya pada dirinya…

Sembari mendesah pelan saat melihat pajangan kaca itu menghilang, semua orang yang tidak tahu harus bicara apa lagi pun mulai menutup mulut mereka. Sejak dulu masalah penanganan makhluk yang namanya Fiona itu memang cuma bisa bikin orang sakit kepala dan sakit mental.

Tapi ternyata masih ada yang berani bicara lagi. "Kalau kompensasi bagaimana?" Celetuk Ello tiba-tiba.

"..." Saling melempar pandangan, semua orang termasuk Rei dan Hana sempat terdiam lama mendengar itu. "...Kompensasi?"

"Jadi sebagai ganti semua masalah yang disebabkan Fiona, bukan hanya membereskan kekacauannya, kau juga harus melakukan sesuatu yang lain sebagai gantinya." Jelasnya. "Maksudku, bukan cuma terluka fisik, yang kena trauma juga pasti banyak kan? Jadi anggap saja sebagai hadiah penghibur."

Dan dalam seketika, ruangan yang tadinya hening itu pun langsung jadi riuh. Setengahnya setuju dan setengahnya sedang kagum dengan Ello yang bisa memikirkan ide itu. Pengusaha memang beda!

Rei jelas tidak menyukai ide itu. Tapi karena memang kedengaran masuk akal, dia juga tidak bisa langsung membantahnya. "Pengurus daerah timur memang beda ya…" Kata Rei, jelas tidak sedang memuji Ello. "Tapi yah, akan kupikirkan."