webnovel

Meeting (2)

"Semuanya sudah datang kan?" Tanya Rei ke arah Hana.

"Eh? Ah, iya. Kalau begitu kita mulai saja rapatnya." Balas Hana yang mulai meluruskan punggungnya ke depan. "Kalau begitu seperti biasa, kita langsung saja bahas, mm…" Sadar kalau tidak ada proposal yang bisa dibahas hari ini, Hana pun terdiam sejenak.

Tapi ternyata Rei langsung memotongnya. "Kalau begitu kita langsung saja bahas masalah minggu lalu." Katanya santai.

"..." Rei sebenarnya bisa lihat pundak Hana bergidik tidak senang saat mendengarnya. Tapi bagaimanapun itu bukan bahasan yang mereka bisa hindari. Tidak hari ini, tidak kapanpun. Jadi dia mengabaikan ekspresi protes Hana dan kembali melihat ketua yang lain.

"Kalau begitu mulai dari yang paling baru, mengenai masalah yang dibuat Fiona minggu lalu…" Katanya memulai. "Divisi yang paling dan masih kerepotan boleh angkat tangan."

Meski tentu saja suasana ruangan tetap hening karena tidak ada yang mau langsung menyahut. Jadi Rei langsung tembak salah satunya saja. "Divisi Penataan bagaimana? Apa kalian tidak kurang orang mengurus semua kekacauan Fiona? Pasti kurang." Tanyanya.

Tidak yakin bagaimana menjawabnya, Aria tadinya hanya diam. Tapi karena Rei terus-terusan memandanginya, dia pun menjawab. "Yaa, lumayan sih. Beberapa orang dari divisi lain sebenarnya sudah membantu, tapi sampai sekarang masih belum selesai semuanya."

"Omong-omong dana yang terpakai juga banyak." Timpal Vivy si ketua divisi Anggaran Umum. "Bagaimanapun tidak semuanya bisa diperbaiki dengan sihir."

Rei kelihatan menulis semua itu, tapi dia kembali bertanya, "Ada lagi?"

Dan Heka si ketua divisi Relasi Umum pun ikutan mengangkat tangan. "Karena semua murid sibuk, masalah kelas juga banyak yang terganggu."

"Para guru ada yang protes?"

"...Tidak sih."

"Kalau begitu biarkan dulu. Kalau nanti selesai juga semuanya kembali normal." Balasnya. "Yang lain?" Tanyanya lagi.

Seisi ruangan mulai kembali hening, jadi Hana pun ikutan bicara. "Itu, kalau divisi Perawatan bagaimana? Kalian butuh tambahan ramuan atau semacamnya?"

Tapi anehnya si ketua tidak kelihatan begitu tidak tertarik. "Tidak perlu. Persediaannya masih banyak." Balas Layla.

"..." Rei hampir ingin mencibir udara yang agak canggung di antara mereka, tapi sayangnya dia sedang tidak mood membuat Hana lebih stres lagi.

"Mm, untuk masalah anggaran, nanti Hana yang akan mengurus kekurangannya." Kata Rei akhirnya. "Dan untuk hal-hal yang perlu dibeli, kalau divisi Utara punya, beli saja di sana."

Ello tersenyum sejenak, tapi kemudian dia menyahut. "Tentu. Kalau memang ada, akan kucarikan semuanya."

"Lalu untuk divisi yang masih kurang orang, apa cuma divisi Aria saja?" Tanya Rei lagi. "Kalau tidak bilang sekarang, tidak akan kuurus."

Diselingi hening sejenak, divisi lain pun mengangkat tangan mereka. Mulai dari divisi IT, divisi Konsumsi Sekolah, sampai divisi Pembangunan.

Rei hampir ingin mengomel 'kenapa masih banyak?! Seminggu ini apa yang kalian kerjakan?!' atau semacamnya. Tapi pada akhirnya dia cuma bisa mendesah pelan.

"Untuk konsumsi, nanti akan kusuruh Hilda untuk membantu." Kata Rei kemudian. "Tapi kalau yang lain, yah, kurasa nanti Aku ke sana saja."

"...Eh?" Celetuk semua orang kaget.

"Untuk permulaan, divisi Aria dulu." Kata Rei yang sama sekali mengabaikan wajah bingung semua orang. "Apa kalian masih mengurus gedung asrama?" Tanyanya. Tapi karena Aria malah diam, dia pun perlu mengulangnya. "Masih tidak?"

"Eh? Ah, iya sih. Tapi…"

'Dia sendiri yang akan ke sana?' Aria hampir enggan menerimanya, tapi sayangnya dia juga tidak punya alasan yang bagus untuk menolaknya.

"Kalau begitu nanti Aku beritahu kalau akan ke sana." Balas Rei.

Lalu setelah membaca ulang semua coretan di kertasnya, Rei pun menceletuk. "Rasanya sudah. Tidak ada yang lain kan?" Katanya. Tapi karena tidak ada yang menjawab, dia pun menoleh ke arah Hana. "Begini cukup kan?"

"..." Tapi sama seperti yang lain, Hana juga agak kaget dengan sosok Rei hari ini. Jadi dia pun menanyakan satu-satunya hal yang tidak bisa ditanyakan ketua lain. "Rei, kenapa kau rajin sekali hari ini?" Celetuknya.

Tapi bukannya tersinggung apalagi tersipu, Rei ternyata hanya mendengus. "Apa yang kau bicarakan? Masih terlalu cepat kalau mau merasa lega tahu."