webnovel

Gambar 2: Pulau Boneka

Tidak langsung bercuat-cuat, Rei ternyata hanya melipat bibirnya dengan kecut melihat ada makhluk tidak diundang melewati portalnya. Malah sebelum duluan dimarahi, anaknya yang duluan panik.

"@#$?$?!!—A-A-Aku akan kembali—" Ocehnya sambil buru-buru bangun dari atas Hazel untuk kembali ke portal tadi. Meski sayangnya setelah ditengok, portalnya sudah tidak ada.

Sehingga untuk kesekian kalinya hari ini, wajah Alisa kembali pucat.

"Ti-Tidak apa, tidak apa." Kata Ruri yang langsung berusaha menenangkan. "Kau bisa kembali pakai sapu tangan saja. Kalian punya…kan…?" Lanjutnya, yang langsung sadar kalau ternyata orang-orang yang ada di sini adalah orang yang biasanya tidak butuh sapu tangan. Jadi pilihan itupun segera hilang.

Ruri melirik ke arah Rei seakan sedang menimbang apa dia bisa minta untuk dibukakan portal baru. Karena meskipun dia tahu membuat portal sihir adalah salah satu sihir yang paling banyak makan energi, rasanya tenaga Rei masih banyak…? Atau tidak? Memangnya Rei sudah sebanyak apa menggunakan sihirnya pagi ini?

"Kurasa takdir semua orang memang sedang jelek hari ini, jadi apa boleh buat." Tiba-tiba saja Rei malah menceletuk duluan. "Pastikan saja kau perhatikan langkahmu supaya tidak tersandung terus." Lanjutnya yang kemudian langsung berjalan pergi.

"Eh? Kakak akan membiarkannya?" Sela Hazel. "Tapi dia cuma bisa sihir dasar saja." Adunya, tapi Rei sudah tidak menyahut lagi sehingga Hazel pun cuma bisa melotot kembali ke arah Alisa. "Kau… Pokoknya jangan sok punya sembilan nyawa seperti tadi!" Omelnya kemudian.

Soalnya dia masih ingat jelas sosok Alisa yang berlarian seperti bola pinball seakan dia rela terbentur di sana-sini hanya untuk menyelamatkan dua temannya tadi. Bahkan saat dia mencoba untuk menyelamatkannya, orangnya tetap saja malah cari mati terus. Dan entah anaknya sadar akan hal itu atau tidak!

"Dia kenalanmu…?" Sela Kei yang setelah itu langsung ingat sesuatu. "Ah! Dia anak yang tadi kau angkat seperti kucing itu ya?" Katanya lagi, karena Kei ingat itu adalah satu-satunya pemandangan aneh yang sempat membuatnya bingung saat di lapangan tadi.

Tapi karena Hazel kelihatan enggan menjawabnya, akhirnya Alisa pun menyahut. "Itu, Aku Alisa, anggota baru di divisi kak Hazel."

"Ah…" Celetuk Kei yang kelihatannya baru ingat kalau dia pernah mendengar berita itu. Dan seperti sudah kebiasaan, dia pun kembali mengulum senyum ramahnya. "Begitu ya? Aku Kei. Kalau nanti ada apa-apa, Aku akan melindungimu. Jadi jangan terlalu khawatir." Katanya.

"Ya…" Balas Alisa seadanya.

"Dan kau juga." Katanya lagi pada Hazel. "Bahkan meski kau tidak menyukaiku, Aku juga akan melindungimu."

"Mati pun tidak butuh—" Hazel berusaha membalas, tapi Kei juga sudah berbalik pergi begitu saja untuk menyusul Rei. "Gah! Apa kak Rei segitunya membutuhkannya? Masa tidak ada yang lain?!" Gerutunya.

"Hmh, benar juga…" Sahut Ruri yang juga kelihatan khawatir. "Kalau Rei sampai butuh sihir Kei, rasanya ini akan lebih merepotkan dari yang kukhawatirkan." Katanya.

Alisa tidak tahu bagaimana harus menimpali itu, jadi dia pun kembali menyampaikan keluhan masalahnya. "A-Anu, apa tidak masalah Aku ikut di sini?"

"Masalah besar!" Balas Hazel langsung. "Tadi saja kau hampir mati diinjak-injak, apalagi sekarang saat kita akan…entahlah. Tergantung apa yang ada di buku tadi." Katanya yang kemudian menoleh ke arah Ruri. "Kak Fiona memangnya gambar apa kali ini?"

"...Pokoknya banyak."

"Kalian!" Panggil Rei akhirnya karena mereka tidak juga datang. "Sedang apa? Cepat ke sini!" Panggilnya. Sehingga dengan berat langkah, ketiganya pun berjalan mendekat ke tempat Rei yang sudah berdiri di tengah lahan terbuka itu.

Alisa melihat sekelilingnya, tapi sejauh matanya memandang dia sama sekali tidak melihat gedung sekolah apapun. Dan di belakang mereka juga cuma ada pepohonan. "Tapi, ini memangnya di mana?" Tanyanya kemudian. "Kita masih di sekolah kan…?"

"Benar juga…" Sahut Hazel, meski sebenarnya dia sudah mulai punya dugaan sendiri. "Jangan-jangan ini di belakang kebun?" Tanyanya dan Ruri mengangguk.

Mendengar itu Alisa pun kembali menengok ke pepohonan yang ada jauh di belakangnya. "Kebun…? Maksudnya yang kebun Osis itu?" Ulangnya, tapi tidak ada yang menyahutnya. "Tapi kenapa kita ke sini—"

"Karena…" Sela Rei. "Apapun yang terjadi di sini harus melewati kebun dan gedung Osis dulu sebelum mereka merayap ke pekarangan sekolah. Jadi ini adalah tempat yang paling cocok kalau mau buat masalah."

"Tunggu, Rei." Sela Ruri tidak senang. "Kau tidak bisa menjadikan kebunku sebagai benteng begitu?!" Protesnya.

"Dan apa yang merayap?!" Protes Hazel juga.

"Yaa, makanya Kei ada di sini." Jawabnya ke arah Ruri. "Dan yang merayap sih sebenarnya cuma beberapa kadal, dan sisanya mungkin cuma berjalan."

"..."

Karena tidak ada yang protes dan menyahut lagi, Rei pun langsung melanjutkannya lagi. "Jadi rencananya, Kei yang akan membuat pembatas dan mengawasi semuanya dari luar saat Aku mencari Hana ke dalam. Dan tugas kalian berdua adalah mengurus semua benda dan, mm, makhluk yang keluar."

"...Bukan cuma kadal ya?"

"Hm, yaa…" Bibir Rei melipat dengan getir, tapi dia memutuskan untuk membuka diary berwarna pink itu dulu sebelum menjawab. "Daripada kadal, sebenarnya Fiona lebih banyak menggambar boneka chucky dan annabelle. Badut juga."

"Biar kutebak. Mereka bawa pisau juga."

"Tidak. Dilihat dari bentuknya, sepertinya lebih mirip golok." Koreksinya sambil menunjukkan salah satu halaman diary yang sudah dipenuhi oleh gambar itu.

Ada gambar tumpukan sampah di sana.